KITAB HAJI
Syarat-syarat diwajibkannya ibadah haji(1) ada tujuh macam: beragama Islam, sudah baligh, berakal sehat, merdeka, memiliki perbekalan dan kesempatan transportasi,(2)keselamatan perjalanan, serta memungkinkan melakukan perjalanan.(3)
Rukun ibadah haji ada lima macam: ihrom disertai dengan niyat,(4)wukuf di Arofah,(5) thowafdi Baitullah,(6) sa’ie antara Shofa dan Marwah,(7) mencukur kepela(memotong rambut).(8)
Rukun ibadah Umroh ada empat: melakukan ihrom, thowaf, sa’ie mencukur atau memotong rambut, menurut salah dari dua pendapat.(9)
Hal-hal yang wajib dikerjakan di dalam ibadah haji selain rukun ada tiga macam: ihrom mulai dari miqot,(10) melontar tiga jumrah,(11) dan bercukur.(12)
Yang disunnatkan di dalam ibadah haji ada tujuh macam: haji ifrod, yakni: mendahulukan ibadah haji dari sebelum umroh,(13)membaca talbiyah,(14)thowaf qudum,(15) bermalam di Muzdalifah,(16) sholat sunnat dua roka’at sesudah thowaf,(17)bermalam di Mina,(18) dan thowaf wadak.(19)
Bagi kamu lelaki wajib melepaskan pakaian yang berjahit ketika melakukan ihrom, hanya diperkenankan memakai sarung dan toga (ridak) yang berwarna putih.(20)
(Fasal): Diaharamkan bagi orang yang sedang ihrom sepuluh macam: memakai pakaian berjahit, menutup kepala bagi kamu lelaki dan menutup wajah bagi wanita,(21) menyisir rambut,(22) bercukur,(23) memotong kuku,(24) memakai wewangian,(25) membunuh hewan buruan,(26) melakukan akad nikah,(27) bersetubuh, atau mubasyaraoh (sentuhan kulit) disertai dengan syahwat,(28)untuk kesemuanya itu harus membayar fidyah, kecuali itu nikahnya tidak diperhitungkan,(29) tidak merusak ibadah haji kecuali bersetubuh pada afrji, dan apabila batal hajinya, maka dia tidak boleh keluar dari rangkaian manasik haji tersebut.(30)
Barang siapa yang meninggalkan melakukan wukuf di Arofah hendaklah bertahallul dengan amalan umroh, dan dia wajib mengqodlok serta mebayar hadiyah,(31) dan barang siapa yang meninggalkan rukun haji(32) tidak boleh bertahallul dari ihromnya sampai selesai menunaikan seluruh manasik haji,(33) barang siapa meninggalkan wajib haji, dia wajib membayar dam,(34)barang siapa meninggalkan sunnat haji, maka tidak ada kewajiban apa-apa.
(Fasal): Dam yang wajib di dalam ihrom ada lima macam: Pertama: Dam karena meninggalkan salah satu manasik, dengan tertib sebagai berikut: seekor kambing, apabila tidak mendapatkan kambing, maka diganti dengan berpuasa selama sepuluh hari, tiga hari di waktu haji dan tujuh hari setelah kembali kepada keluarganya.(35)
Kedua: Dam wajib karena mencukur rambut dan bersenang-senang, dia boleh memilih: antara seekor kambing, atau berpuasa selama tiga hari, atau bersedekah dengan tiga sho’, untuk enam orang miskin.(36)
Ketiga: Dam wajib karena terhalang (ada hambatan), maka dia bertahallul dan berkurban dengan seekor kambing.(37)
Keempat: Dam wajib sebab membunuh hewan buruan darat, dan boleh memilih antara: apabila hewan yang dibunuh itu ada yang seimbang, maka dia wajib mengganti dengan hewan sejenis, atau mengeluarkan uang seharga hewan tersebut untuk dibelikan bahan makanan, kemudian disedekahkan, atau berpuasa untuk setiap mud selama satu hari (satu mud sama dengan: 9,2 x 9,2 x 9,2 cm. Berat = 600 gram), apabila hewan buruan tersebut tidak ada pengganti hewan yang seimbang, maka dia harus mengeluarkan uang seharga hewan tersebut untuk dibelikan bahan makanan kemudian disedekahkan, atau berpuasa setiap satu muda bahan makanan satu hari puasa.(38)
Kelima: Dam wajib disebabkan bersetubuh, yakni berurutan: seekor onta badanah (gemuk), bila tidak mendapatkan diganti dengan seekor sapi, bila tidak mendapatkan seekor sapi, diganti dengan tujuh ekor kambing, bila tidak mendapatkan, maka dinilai harganya, kemudian dari nilai harga tersebut dibelikan bahan makanan untuk disedekahkan kepada orang-0rang miskin, apabila tidak mendapatkan bahan makanan, maka diganti dengan berpuasa, untuk setiap satu bahan makanan dengan satu hari puasa.(39)
Tidak cukup (sah) kurban dan pemberian bahan makanan kecuali dilaksanakan di tanah Haram,(40) dan sah pula bila diganti dengan berpuasa bila dia mau.
Dilarang membunuh hewan buruan di tanah haram, memotong pepohonannya, baik orang dalam keadaan ihrom atau muhil (tidak ihrom) hukumnya sama-sama dilarang.(41)
(1) Asa usul diwajibkannya ibadah haji adalah firman Allah Ta’alaa: “Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” al Imron:97). Dan banyak hadits, antara lain: hadits riwayat Msulim (1337), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. berkhotbah kepada kami, beliau bersabda: “Wahai manusia, Allah telah menfardlulkan kepada kamu sekalaian untuk beribadah haji, maka berhajilah kamu”. Dan hadits riwayat al Bukahry dan Msulim: “Islam dibangun di atas ……”, perhatikan CK. No: 1 Kitab Sholat.
(2) Sebagai penafsiran dari jalan menurut ayat, hadits riwayat al Hakim (I/442), dari Annas ra. dari Nabi saw. tentang firman Allah Ta’alaa: “Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”, ia menyatakan: Ditanyakan kepada Rasulullah saw.: Apakah yang dimaksudkan dengana “jalan”? Beliau menajwab: “Perbekalan dan transportasi”, hadits ini hasan shohih.
(3) Artinya dijamin keselamatan perjalanan dari marabahaya, dan masih adanya waktu yang luas untuk sampai di tempat untuk melakukan ibadah haji.
(4) Berniyat untuk memasuki ibadah haji atau umroh, di dalam kitab al Misbahul Munir: Orang berihrom berarti berniyat untuk masuk ibadah haji atau umroh, artinya: memasukkan jiwanya ke dalam sesuatu dan diharamkan baginya sesuatu yang diahlalkan sebelumnya. Yang dimaksudkan adalah masuk, berdasarkan penjelasan Mushonnif (penyusun Kitab) disertai dengan niyat.
(5) Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Haji itu adalah wukuf di Arofah, barang siapa yang datang pada malam “jam’in” sebelum terbitnya fajar, maka dia berhasil mendapatkan ibadah haji”, diriwayatkan oleh at Tirmidzy (899), Abu Dawud (1949) dan lainnya. Malam jam’in adalah: malam Muzdalifah, dinamakan demikian sebab manusia berkumpul di Muzadalifah malam hari itu.
(6) Berdasarkan firman Allah: “Hendaklah mereka melakukan thowaf di rumah yang tua” (al Haj: 29). Berdasarkan ijmak ulama, bahwa yang dimaksudkan adalah thowaf ifadloh.
(7) Berdasarkan hadits ad Daroquthnie (I/270) dan lainnya dengan sanad shohih, bahwasanya Nabi saw. menghadap kepada manusia di tempat sa’ie dan berrsabda: “Lakukanlah sa’ie, sesungguhnya Allah Ta’ala mewajibkan kepadamu untu sa’ie”. Hadits riwayat al Bukhary (1565), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Nabi saw. datang di Makkah, lalu beliau berthowaf di Baitullah, lalu sholat dua roka’at, lalu sa’ie antara Shofa dan marwah, lalu Ibnu Umar membaca: "لقد كان لكم فى رسول الله أسوة حسنة" (Sungguh Rasulullah adalah merupakan contoh/ikutan yang terbaik) al Ahzab: 21.
(8) Sebagian kepala atau memotong sebagian rambut, hadits riwayat al Bukhary (129) dan Muslim 1305), dan lainnya, dari Annas bin Malik ra. bahwasanya Rasulullah saw. tiba di Mina, beliau datang ke jamarot (tempat pelontaran), lalu belaiu melontar jumrah, lalu beliau datang ke tempat tinggal di Mina, dan beliau menyembelih hewan, lalu beliau bercukur. Ibnu Umar menyatakan: Beliau mengisyaratkan ke bagian sebelah kanan dan kiri, lalu memberikan alat cukur kepala hanya memotong sebgaian, berdasarkan perbuatan Nabi saw. sebagaiama dijelaskan di atas. Dan sesuai dengan do’a beliau: “Ya Allah rahmatilah mereka yang bercukur”. Mereka bertanya: Bagaimana yang hanya memotong sebagian saja, beliau menajwab: Ya Allah rahmatilah orang yang mencukur rambutnya”, mereka bertaya lagi: Bagaimana ya Rasulullah yang hanya memotong? Belaiu menjawab: Yaa Allah termasuk aang hanya memotong”, hadits riwayat al Bukhary (1640) dan Muslim (1301) dan lainnya. Memotong sebagian rambut bagi wanita lebih afdlol, dan dimakruhkan mencukur seluruh rambutnya, berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Tidak ada bagi wanita mencukur rambut, sesungguhnya bagi wanita adalah memotong”, diriwayatkan oleh at Tirmidzy (1984 – 1985). Menurut riwayat Abu Dawud (914) dari Ali ra. ia berkata: Rasulullah saw. melarang wanita mencukur rambut kepalanya.
(9) Ini yang paling jelas, hadits riwayat al Bukhary (1568), dari Jabir ra. ia berkata: Nabi saw. memerintah sahabat beliau, untuk melaksanakan umroh, dan berthowaf, lalu mencukur rambut, kemudian bertahallul. Di dalam riwayat lain (1470) dari Ibnu Abbas ra.: hendaklah thowaf di Baitullah, di Shofa dan marwah, lalu mencukur rambut mereka, lalu bertahaullul. Di dalam riwayat yang lain (1644): Kemudian bertahallul, mencukur rambut atau memotongnya, diriwayatkan oleh Muslim (1227), dari Ibnu Umar ra.
(10) Yakni tempat yang ditentukan oleh Rasulullah saw. bagi penduduk dari seluruh penjuru dunia, untuk melakukan ihrom sebelum melewatinya. Apabila orang datang ke Mekkah untuk beribadah haji atau umroh. Riwayat al Bukhary (1454) dan Muslim (1181), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah menetukan waktu bagi penduduk Madinah adalah di Dzal Hulaifah, untuk penduduk Syam di Juhfah, untuk penduduk Najed di Qornal Manazil, untuk penduduk Yaman di Yaalamlam, itulah miqot bagi mereka, dan bagi mereka yang sampai di situ yang bukan penduduk dimaksud, bagi mereka yang bermaksud untuk ibadah haji atau umroh. Barang siapa yang tempatnya lebih dekat dari miqot dimaksud, maka tempat ihromnya di rumah masing-masing, demikian pula bagi penduduk kota Makkah, maka tempat ihrom mereka di rumahnya. Waktu di sini menunjukkan ketentuan waktu, tetapi yang dimaksudkan adalah ketentuan tempat (miqot), ihlaladalah mengucapkan talbiyah dengan suara keras ketika ihrom. Hadits riwayat al Bukhary (1458), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Ketika terbukanya dua kota ini, mereka datang kepada Umar dan berkata: Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Rasulullah saw. menetukan batas bagi penduduk Najed adalah Qornan, yakni berjauhan dengan jalan kami, apabila kami menuju ke Qornan, maka akan memberatkan kami. Umar berkata: Perhatikanlah mana yang terdekat dengan jalanmu, maka mereka menentukan miqotnya di Irqin, berdasarkan ijtihad mereka seniri. Tempat tersebut di dalam banyak hadits bisa diketahui sampai dengan sekarang bagi jama’ah haji, meluai penduduk setempat atau lainnya, dan boleh jadi sekrang namanya sudah berobah.
(11) Pada hari Tasyriq, yakni hari tanggal 11, 12 dan 13 bulan Dzulhijjah, pada hari Nahar (1o Dzulhijjah) hanya melontar Jumrorul Aqobah (jumrotul kubroo) saja, perhatikan CK. No: 8. Hadits riwayat al Bukahry (1665), bahwasanya Abdullah Ibnu Umar ra. melontar Jumroh yang paliong dekat dengan kemahnya (jumrotul uulaa) dengan tujuh butir batu, lalu dia bertakbir setiap melontar satu batu, lalu dia maju dan mencari tempat yang longgar, dia berdiri menghadap ke arah Qiblat cukup lama untuk berdo’a dengan mengangkat kedua belah tangannya. Lalu dia melontar jumrotul wustho(tengah) seperti halnya pada pelontaran jumrotul ula, dia mengambil posisi di sebelah kiri mencari tempat yang longgar, lalu dia berdiri menghadap ke arah Qiblat cukup lama, untuk berdo’a dengan mengangkat kedua belah tangannya. Lalu dia melontar jumrotul aqobah dari tengah lembah, dan dia tidak berdiri di dekatnya. Lalu dia berkata: Demikianlah saya melihat Rasulullah saw. melakukannya. Waktu melontar jumroh pada hari nahar (10 Dzulhijjah) sesudah matahari terbit, sedangkan pada hari-hari tasyriq sesudah matahari tergelincir. Hadits riwayat Muslim (1299), dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. melontar jumroh pada hari nahar adalah waktu dluha, adapun sesudah itu setelah matahari tergelincir. Menurut riwayat Abu dawud (1973), dari A’isyah ra.: Kemudian beliau kembali ke Mina dan beliau tinggal/bermalam di sana selama hari tasyriq, beliau melontar jumroh setelah matahari tergelincir, setiap jumroh dengan tujuh butir batu.
(12) Bercukur termasuk wajibnya haji, berdasarkan pendapat yang dianggap rojih (kuat), tetapi yang benar bercukur adalah rukun haji dan Umroh, berdasarkan yang telah anda ketahui, perhatikan CK. No: 8 dan 9.
(13) Oleh karena Nabi saw. melakukan demikian melaksanakan di dalam Haji Wadak Hadits riwayat al Bukhary (4146), dari Aisyah ra. ia berkata: Kami keluar bersama Rasulullah saw. pada waktu Haji Wadak, di antara kami ada yang melakukan ihrom untuk iabadah umroh, ada yang ihrom untuk ibadah haji, dan ada pula yang ihrom untuk ibadah haji dan umroh (untuk keduanya), sedangkan Rasulullah melakukan ihrom untuk ibadah haji saja. Adapun mereka yang ihrom untuk ibadah haji saja atau menyatukan haji dan umroh, maka tidak melakukan tahallul (melepas baju ihrom) sampai dengan hari nahar (10 Dzulhijjah).
(14) Disunnatkan berpegangan kepada lafadh talbiyah Rasuluillah saw. Hadits riwayat al Bukhary (1474), dan Muslim (1184), lafadh dari Muslim, dari Ibnu Umar ra. bahwasanya Rasulullah saw. ketika kendaraan beliau telah siap, maka beliau berdiri di dekat masjid di Dzul Hulaifah mengumandangkan talbiyah, dengan ucapan beliau: "لبيك اللهم لبيك, لبيك لا شريك لك لبيك, إن الحمد والنعمة لك والملك, لاشريك لك" (Aku datang menyambut seruan-Mu yang Allah, aku datang, aku datang menyambut seruan-Mu ya Allah, aku datang, tiada sekutu bagi-Mu dan aku datang. Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan adalah milik-Mu, begitu pula kekuasaan, tiada sekutu bagi-Mu). Hadits riwayat al Bukhary (1478), bahwasanya Ibnu Umar ra. mengumandangkan talbiyah sampai terdengar di tanah haram, dan dia memberitahukan, bahwa Rasulullah saw. melkaukan demikian.
(15) Hadits riwayat al Bukhary (1536) dan Muslim (1235), dari A’isyah ra. bahwasanya yang pertama dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika sudah tiba di Makkah, beliau berwudlu lalu thowaf di Baitullah.
(16) Berdasarkan ahdits riwayat Msulim (1217), dari Jabir ra., bahwasanya Nabi saw. tiba di Muzdalifah, beliau sholat maghrib dan isyak, lalu beliau tidur-tiduran miring sampai setelah terbit fajar beliau sholat shubuh. Bermalam di Muzdalifah ini dimasukkan amalan sunnat, tetapi yang rojih (benar) adalah wajib, demikian dibenarkan oleh an Nawawi dalam kitab Sarah al Muhadzab, dan yang benar menurut dia: bahwa cukup bila hanya sebentar saja berada di Muzdalifah pada separoh kedua pada malam 10 Dzulhijjah. (al Majmuk: VIII/128). (Di dalam kitab al Majmuk milik penerjemah: VIII/152).
(17) Hadits riwayat al Bukhary (1544), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw. telah tiba, maka beliau thowaf di Baitullah tujuh kali, lalu beliau sholat di belakang Maqom Ibrahim dua roka’at.
(18) Oleh karena Nabi saw. bermalam di sana, an Nawai menyatakan di dalam kitab al Majmuk: VIII/188 (dlm. Kitab al Majemuk milik penerjemah: VIII/208). Adapun hadits tentang bermalamnya Nabi saw. di Mina pada malam Tasyriq, adalah shohih dan terkenal. Perhatikan CK. No: 11. Dia menganggap dari hadits-hadits tersebut, bahwa yang benar adalah wajib. Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (1553), dan Muslim(1315), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Abbas bin Abdul Mutholib meminta izin kepada Rasulullah saw. untuk bermalam di Makkah pada malam Mina, karena dia dalam keadaan sakit, maka beliau mengizinkannya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak boleh meninggalkan bermalam di Mina, tanpa adanya udzur. Dan dipersyaratkan bermalam di Mina itu mendapati sebagian besar malamnya di sana.
(19) Yang jelas thowaf wadak hukumnya wajib, berdasarkan hadits riwayat Muslim (1327), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Manusia bubaran dari setiap penjuru, maka Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian meninggalkan (Makkah) sampai menutup semua manasiknya dengan thowaf di Baitullah”. Dan dibebaskan bagi wanita yang sedang haid atau nifas, berdasarkan hadits riwayat al Bukahry (1667), dan Muslim (1328), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Manusia diperintahkan untuk mengakhiri ibadahnya di Baitullah, kecuali bahwasanya diberi keringanan bagi wanita sedang haid. Nifas diqiyaskan dengan haid.
(20) Hadits riwayat al Bukhary (1470), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Nabi saw. berangkat dari Madinah, setelah merapikan rambut beliau, memakai wewangian, memakai sarung dan toga, belaiu bersama para shabat beliau tidak melarang orang memakai ridak dan sarung macam apa saja. Warnanya putih berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Pakailah pakaianmu serba putih”. Perhatikan CK. No: 98 Kitab Sholat. Dan disunatkan mandi lebih dahulu, lalu memakai wewangian, memakai pakaian ihrom, lalu sholat dua roka’at sunnat ihrom, lalu ihrom. Hadits riwayat al Bukhary (1479), dari Nafii’ ia berkata: Ibnu Umar ra. apabila hendak keluar ke Makkah, dia memakai wewangian, yang tidak terlalu wangi, lalu datang ke masjid Dzul Hulaifah dan melakukan sholat, lalu menaiki kendaraanya. Apabila sudah siap perjalanannya, maka dia berdiri dan melalkukan ihrom, lalu ia berkata: Demikianlah Nabi saw. melakukannya. Hadits riwayat al Bukhary (1465) dan Muslim ( 1189), dair A’isyah ra. ia berkata: Saya memberi wewangian kepada Rasulullah saw. untuk ihrom beliau ketika ihrom, dikenakan sebelum thowaf di Baitullah, atau thowaf rukun.
(21) Hadits riwayat al Bukahry (1467), dan Muslim (1177), dari yang boleh dipakai oleh muhrim (orang yang ihrom)? Beliau menjawab: “Janganlah memakai baju, surban, celana, penutup kepala, sepatu, kecuali apabila tidak mendapatkan sendal, maka pakailah sepatu dan potonglah bagian di bawah dua matakaki, dan jangan memakai pakaian yang terkena kunyit atau tetumbuhan yang dipergunakan untuk mengecat kulit”, al Bukhary menambahkan (1741): “Dan janganlah wanita menutup mukanya dan jangan pula memakai sarung tangan yang sampai ke siku-siku. Wanita diperbolehkan memakai pakain apa saja yang berjahit dan lainnya, dan tidak boleh kelihatan selain wajah dan dua telapak tangan, apabila takut timbul fitnah, lalu dia menutupnya, maka dia wajib membayar fidyah.
(22) Termasuk apabila dia tahu bahwa menyisir rambut akan terjadi rontok, karena rambut kusut dan lainnya, bila tidak demikian, maka hukumnya makruh, karena diduga keras akan menggugurkan rambut.
(23) Berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Janganlah kamu mencukur kepalamu, sampai korban tiba di tempat penyembelihannya” (al Baqoroh: 196). Yakni Mina pada hari Nahar (10 Dzulhijah).
(24) Diqiyaskan kepada bercukur kepala, disebabkan motif bersenang-senang, ibadah haji itu kumal dan berdebu, sebagaimana dijelaskan dalam hadits, rambut kusut dan berdebu.
(25) Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (1742), dan Muslim (1206), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Seorang lelaki yang sedang ihrom terinjak kaki onta dan akibatnya dia mati, kemudian di bawa kepada Rasululah saw. beliau bersabda: “Mandikanlah, dan kafanilah dia, janganlah kamu tutup kepalanya, dan jangan pula kamu kenai wewangian, oleh akrena dia akan dibangkitkan dalam keadaan ihrom”. Dalam satu riwayat: “dalam keadaan bertalbiyah/ihrom”. Perhatikan CK. No: 21.
(26) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Diharamkan bagi kamu, memburu hewan buruan darat, selama dalam keadaan ihrom” (al Maidah:96).
(27) Hadits riwayat Muslim (1409), dari Utsman bin Affan ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang ihrom tidak boleh menikah atau dinikahkan”.
(28) Berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Musin haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang telah membulatkan niyatnya untuk melaksanakan ibadah haji, maka janganlah berbuat rofats, berbuat fasiq, dan berbantuah-bantahan ketika saat melaksanakan haji” (al Baqoroh:197). Rofats adalah bersetubuh, pendahuluannya adalah mubasyaroh dan lain-lain.
(29) Artinya tidak sah, dan pihak lelaki tidak ada kewajiban apa-apa, karena tidak berhasil apa yang dimaksud.
(30) Dia tetap wajib melanjutkan hajinya secara sempurna walaupun hajinya rusak (batal), berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah” ( al Baqoroh:196). Dia wajib mengqodlok , sekalipun haji yang dilaksanakan adalah haji sunnat. Hadits riwayat Malaik di dalam al Muwathok (I/381), bahwa sampai berita kepadanya: bahwa Umar ibnul Khothob, Ali bin Abi Tholib dan Abu Hurairoh ra. ditanya tentang seorang lelaki yang bersetubuh dengan isterinya, padahal dia sedang ihrom? Mereka menajwab: Mereka berdua wajib meneruskan hajinya, mereka melanjutkan yang belum diselesaika sampai tuntas haji mereka, kemudian mereka wajib berhaji pada tahun berikutnya serta menyembelih hewan sebagai hadiyah.
(31) Berdasarkan sabda Nabi saw.: “Barang siapa yang mencapai Arofah pada malam hari, berarti dia medapati haji, dan barang siapa yang ketinggalan wukuf di Arofah pada malam hari, maka sungguh gagal hajinya, hendaklah dia melakukan amalan umroh, dia wajib melaksanakan haji di tahun mendatang”, riwayat ad Daroquthny (II/241), di dalam sanad terdapat nama Ahmad al Faro al Wasithy, dia dloif. Hadits tersebut dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Malik di dalam kitab al Muwathok (I/383) dengan sanad shohih, bahwa Habbar bin al Aswad datang pada hari Nahar, sedang Umar ibnul Khothob sedang menyembelih hewan hadiyah, maka ia berkata: Wahai Amirul Mukminin, saya salah perhitungan, kami kira ahri ini hari Arofah, maka Umar berkata: Pergilah ke Makkah, thowaflah engkau beserta orang yang bersamamu, dan sembelihlah hewan untuk hadiyah bila telah kamu persiapkan, lalu bercukurlah atau potonglah rambutmu, dan kembalilah, apabila datang musin haji tahun mendatang, maka berhajilah dan sebelihlah hewan untuk hadiyah, barang siapa yang tidak mendapatkan hewan untuk hadiyah, maka hendaklah mereka berpausa tiga hari di waktu haji dan tujuh hari setelah tiba di rumah (pulang). Hadits riwayat al Baihaqy (V/175) dengan sanad shohih, dari Ibnu Umar ra. sperti ini. An Nawawi menyatakan di dalam kitab Syarhul Muhadzab: Hal ini termasyhur, maka jangan diingkari, dan merupakan suatu kesepakatan ulama atau ijmak (Kifayah:I/232).
(33) Dia tidak wajibkan membayar dam, tetapi hajinya mauquf, oleh karena intisari haji tidak dihasilkan, kecuali mengerjakan seluruh rukun haji, dan hajinya tetap harus diselesaikan, tidak boleh bertahallul dari ihrom sampai selesai melaksanakan seluruh rukun ahji, selain wukuf di Arofah, karena tidak ada waktu tertentu, maka masih memungkinkan untuk dilaksanakan.
(34) Hadits riwayat al Baihaqy dengan sanad shohih, dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Barang siapa yang meninggalkan salah satu manasik, maka dia wajib membayar dam. (Al Majmuk: VIII/106). (Dalam kitab al Majmuk milik penerjemah: VIII/82, 206, 207, 208, 209, dan 232). Yang dimaksud dengan manasik di sini adalah: wajib haji.
(35) Firman Allah ta’alaa: “Barang siapa yang ingin mengerjakan umroh sebelum haji, wajiblah dia menyembelih hewan sebagai hadiyah (kurban) yang mudah didapatkan, barang siapa ayng tidak mendapatkannya, maka dia wajib berpuasa selama tiga hari di waktu haji dan tujuh hari setelah kamu kembali” (al Baqoroh:196). "تمتع بالعمرة" artinya: beribadah umroh lebih dulu, lalu ihrom untuk haji dari Makkah, dan tidak keluar ke Miqot. Sedangkan ihrom dari miqot hukumnya wajib, sebagaimana telah anda ketahui, dan oleh karenanya dia wajib membayar dam sebagaimana yang telah dijelaskan, dan yang lain diqiyaskan dengan ini.
(36) Berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Jangalah kamu cukur kepalamu, sampai hewan hadiyah sampai di tempat penyembelihannya, barang siapa yang sakait atau sakoit kepala, maka dia wajib membayar fidyah, dengan berpuasa atau bersedekah, atau berkurban” (al Baqoroh:196). Tempat penyembelihan adalah Mina, pada atnggal 10 Dzulhijjah. Tiga kategori tersebut telah dijelaskan dalam hadits Ka’ab bin Ajroh ra. ketika dia melihat Rasulullah saw.di Hudaibiyah, ketika itu kutu berterbangan di wajahnya, maka beliau bersabda kepadanya: “Apakah serangga itu menyakiti kepalamu? Ia menjawab: Ya, beliau bersabda: Cukurlah kepalamu, dan sembelihlah kambing sebagai kurban, atau berpuasalah tiga hari, atau berilah makan tiga sho’ kepada enam orang miskin”. Ka’ab di dalam hadits menyatakan: Ayat ini turun karena aku, "فمن كان منكم ……." Ia berkata: Ayat ini diturunkan tentang saya, tetapi untuk kaliam semuanya, hadits riwayat al Bukhary (1719) dan Muslim (1201). "الفرق" sama dengan tiga sho’, satu sho’ sama dengan 2400 gram. Dan selanjutnya diqiyaskan dengan bercukur, terhadap pelanggaran serupa, misalnya istimta’, memakai minyak wangi, memakai pakaian berjahit, memotong kuku, pendahulan persetubuhan, karena sama dalam hal bersenang-senang (berhias).
(37) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Sempurnakanlah ibadah haji dan umroh karena Allah. Jika kamu terhalang (oleh musuh atau sakit), maka sembelihlah kurban yang mudah didapat” (al Baqoroh: 196). Pengertian: "أحصرتم" adalah: kamu terhalang untuk melanjutkan ibadah haji atau umroh. Di dalam kitab Shohihain, bahwasanya Rasulullah saw.bertahallul di Hudaibiyah, ketika dihalang-halangi oleh kaum musyrikin, ketika itu beliau ihrom untuk ibadah umroh, (al Bukhary (1558) dan Muslim (1230), paling sedikit seekor kambing yang sudah sah untuk udlhiyah (hewan kurban). Penyembelihan kurban tersebut harus lebih dahulu sebelum bercukur, berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Janganlah kamu mencukur kepalamu sampai hadiyah (kurban sampai di tempat penyembelihan”. Hadits riwayat al Bukhary (1717), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Kami keluar bersama Nabi saw. untuk ibadah umroh, maka orang kafir menghalang-halangi di dekat Bait, maka Rasulullah menyembelih kurban seekor onta, kemudian beliau bercukur.
(38) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan, padahal kamu sedang dalam keadaan ihrom, barang siapa yang membunuhnya dengan sengaja, maka hukumannya adalah mengganti hewan seimbang yang dibunuhnya, menurut keputusan dari dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadnya (hulkumannya), yang dibawa sampai ke Ka’bah, atau denda dengan mambayar kafarat dengan cara memberi makan kepada orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Dan Allah Maha Kuasa lagi mempunyai kekuasaan untuk menyiksa manusia” (al Maidah:95). Pengertian hewan seimbang adalah hewan serupa bentuknya atau yang mendekatinya seperti hewan buruan, misalnya: kijang dengan kambing dst). Hadiyah/kurban adalah hewan ternak yang sudah dipersiapkan untuk disembelih dia tanah haram untuk disedekahkan kepada orang miskin. Puasa yang diwajibkan adalah sesuai dengana jumlah hewan yang kemudian dibelikan bahan makanan, dan setiap satu mud bahan makanan diganti dengan berpuasa satu hari.
(39) Dasar wajib dam dengan seekor onta badanah, adalah fatwa sahabat ra. tentang hal itu, Malik telah meriwayatkan di dalam al Muawathok (I/384) dari Ibnu Abbas ra., bahwasanya dia ditanya tentang seorang lelaki yang telah bersetubuh dengan isterinya, padahal dia sedang berada di Mina, sebelum ia melakukan thowaf ifadloh, maka Ibnu Abbas memerintahkan dia agar menyembelih seekor onta badanah. Dan riwayat yang seperti itu dari Umar dan anaknya yakni Abdullah dan Abu Hurairoh ra. Dan merujuk kepada seekor sapi kemudian tujuh ekor kambing, oleh karena di dalam udlhiyah (kurban) sapi atau tujuh ekor kambing sebanding dengan seekor badanah (onta gemuk). Adapun pengembalian kepada bahan makanan dan berpuasa, oleh karena syari’at memberikan pilihan untuk penggantian hewan buruan cukup dengan hewan yang seimbang, atau berpuasa, maka hal ini dirujuk kepadanya, ketika adanya suatu udzur berdasarkan tertib dam.
(41) Berdasarkan sabda Rasulullah saw. pada hari terbukanya kota Makkah: “Sesungguhnya negeri ini harom sebab penghormatan Allah, tidak boleh dipotong pepohonannya, tidak boleh dibunuh hewan buruannya, tidak diabmbil barang luqothohnya, kecuali bagi mereka yang bermaksud untuk mengumkannya, dan boleh dicabut rerumputannya”. Al Abbas berkata: Kecuali tetumbuhan yang dikenal oleh penduduk Makkah, untuk kebutuhan sehari-hari, sesungguhnya tetumbuhan tersebut diperuntukan sebagai bahan bakar atau atap rumah mereka. Riwayat al Bukhary (1510), dan Muslim (1353), dari Ibnu Abbas ra.
(40) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Hadiyah (kurban) yang sampai di dekat Ka.bah”, maka wajib pembagian daging kurban tersebut atau bahan makanan kepada orang-orang miskin di tanah haram, baik dia mukim atau musafir.
Tidak ada komentar:
Write komentar