PERTANYAAN :
Nabi pernah berkata ".. Nikahilah wanita yg bgus peranakannya .." (krg lbhny ky gt wkt da seorg shbt meminta pertmbgn pd Beliau ktika hndk nkh dg wanita cntik tp mandul). Pertanyaannya, Bila seorg wanita mempunyai penykt yg bersifat menular pd anak yg dikandungnya, kmudian dia tdk ingn hamil / mungkin jg tdk menikah, apakah dosa ? Semisal rahim yg telah diangkat, HbsAg, diabetes, dlsb (yg pasti pnykitnya bkn krn seks bebas)
JAWABAN :
hukum nikah adalah sunat,sesuatu yg dilarang (diharamkan) bs dimaafkan dlm keadaan dhorurot apa lagi hal sunat. Dan tentu ancaman Nabi tersebut berlaku bg orang yg tak mau nikah dngn niat meremehkan ajaran Nabi,dan mengecualikan orang yg tidak nikah krn udzur syar'i.
Banyak tujuan Allah mensyariatkan nikah. Diantaranya untuk menjaga kelangsungan generasi manusia lbh2 qita sbg umat Muhammad. Dlm hadits yg lain Nabi menganjurkan kpd kita unt memperbanyak keturunan krn kelak para nabi berlomba2 sbg nabi yg paling bxk umatx. Oleh karena tujuan ini mk tdk heran jk jawaban Nabi semacam yg ditanyakan. Jawaban Nabi itu bkn merupakan larangan unt menikahi wanita yg tdk dpt memiliki keturunan. Sbb tujuan nikah yg lain masih bisa dicapai, yakni penyaluran kebutuhan biologis.
Kembali kpd pertanyaan, dosakah jk tdk menikah dg alasan adanya penyakit ? Tdk menikah boleh, bhkan ada waliyullah yg tdk menikah. Yg tdk boleh itu jk tdk menikah krn enggan/tdk mau kpd sunnah rosul. Dalam fiqih ada qoidah yg menyatakan, "menolak mudarrat lbh diutamakan drpd mendatangkan kemaslahatan". Jd dlm kasus ini sikap dia yg tdk mau menikah bkn brarti tdk mau atau benci kpd sunnah rosul, tp lbh kpd menolak mudharrat (penyakit menular). Wallahua'lam
Asal penyakit tersebut di ketahui juga oleh pihak calon suami nantinya maka baginya BOLEH menikah dan tidak boleh bagi suami setelah pernikahan terjadi mengadakan FASAKH (merusak nikah) gara-gara penyakit tersebut, hal ini sesuai dengan QOIDAH FIQHIYYAH
الرضا بالشيء رضا بما يتولد منه
"Ridho atas sesuatu berarti juga ridho atas dampak yang ditimbulkannya"
Namun bila di khawatirkan akan membuahkan keturunan yang juga mengidap penyakit yang sama (bila memang sesuai petunjuk yang ahli di bidangnya -dokter red-) maka hukum menikahnya menjadi MAKRUH berdasarkan keterangan yang di ambil dari :
وَكَذَا بِالْبَرَصِ وَالْجُذَامِ غَيْرِ الْحَادِثَيْنِ لِأَنَّهُمْ يُعَيَّرُونَ بِكُلٍّ منها وَلِأَنَّ الْعَيْبَ قد يَتَعَدَّى إلَيْهَا وَإِلَى نَسْلِهَا
Asna AlMathoolib III/176
Hukum BOLEH tetapi MAKRUH ini sesuai dengan HASIL KEPUTUSAN BAHTSUL MASAAIL NASIONAL DI PRINGGARATA LOMBOK TENGAH NTB 17-20 Nopember 1997 M. Saat memutuskan masalah pernikahan bagi pengidap HIV/AIDS yang menghawatirkan berdampak pada keturunan mereka di kemudian hari. Tapi tidak ada yang lebih memberatkan bagi orang yang sakit kecuali keputus-asaan,, LI KULLI DAA-IN DAWAA-UN setiap penyakit ada penawarnya dan yang jelas bagi penderita semacam ini, hukum menikahnya memang diserahkan langsung pada yang menjalani karena antara nikah dan tidaknya hukumnya berkedudukan sama yaitu BOLEH
Tidak ada komentar:
Write komentar