Terjemah Kitab AT-TADZHIB Bab Thoharoh

 



AT TADZHIIB
Fii Adillati
MATNI AL GHOYAH WAT TAQRIIB

Yang terkenal dengan nama:

MATNU ABI SUJAK

Fil Fiqhi As-Syafi’ie
       
بسم اللـه الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah yang Maha Essa. Allah berfirman dalam kitab-Nya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi  semuanya ke medan persang, menagapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan dari mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama? (at Taubah: 122).

Sholawat dan salam terlimpah kepada orang yang tiada Nabi sesudahnya (Muhammad saw.) yang bersabda: Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang baik, niscaya akan diberikan faqih (kefahaman) dalam hal agama. Muttafaq alaihi (disepakati oleh al Bukhary dan Muslim). Dan semoga terlimpah kepada seluruh keluarga dan para sahabat beliau, serta kepada siapapun mereka yang mengikuti dengan baik. Maka akan diverikan kefahaman dalam soal agama oleh Allah, maka dia akan mengerti dan mengajarkannya.

Waba’du (selanjutnya): Sesungguhnya kitab Matni al Ghoyah wat Taqriib adalah diantara kitab fiqih as Syafi’ie yang baik penampilan maupun isi kandungannya, dalam ukuran kecil sungguh mengandung seluruh bab tentang fiqih yang penting hukumnya dan permasalahannya dalam peribadatan, mu’amalat (kehidupan sehari-hari) dan lain-lain. Serta menggunakan gaya bahasa yang mudah, serta susunan kalimat serta tata bahasa yang baik, sangat istimewa dalam hal pembagian topik-topiknya. Memudahkan bagi orang yang berusaha memahami agama Allah (tafaqquh fiddiin) untuk menguasai serta mengungkapkannya kembali.

Keistimewaan kitab ini, mendapatkan sambutan yang luas, karena anda akan mendapati pertemuan antara pencari ilmu dan ulama’, baik ulama’ kuno maupun modern, mereka terangsang untuk menelaah, mempelajari, memahami, menguasai, menjelaskan dan mensyarahnya (meperluas pembahasan).

Ketika ikhtisar yang ringkas ini mengedepankan hukum fiqih tanpa adanya pertentangan pada dalil-dalinya (dasar hukumnya), dan pencari ilmu zaman ini jiwanya kering dari pengambilan hukum syara’ yang diperkuat dengan dalil-dalinya. Dan saya berharap untuk menjadi pelayan Agama Allah untuk memajukan pemuda-pemuda muslim yang berbudaya tinggi. Dan setiap seorang faqih berarti dia adalah menguasai ilmu fiqih. Kitab ini dicintai oleh banyak orang dilengkapi dengan dalil-dalil yang mampu membuat mereka terbuka mata hatinya terhadap agama mereka, menambah yakin terhadap kebenaran syari’at mereka, memperkuat aqidah mereka, membuat tumakninah (tenang) dalam ibadah mereka, istiqomah (tekun) untuk menyebarluaskan serta mengamalkannya.

Keutamaan yang diberikan oleh Allah kepadaku teramat besar, ketika Allah memberikan taufiq kepadaku untuk melakukan amal perbuatan ini, setelah saya bermusyawarah dengan para guru-guru saya yang mulya, di bidang fiqih khususnya dan syari’at Islam pada umumnya, dan mereka memberikan motivasi, dan memberikan harapan serta keberanian kepadaku untuk melakukannya.

Perbuatan saya terbatas pada memberikan dalil-dalil naqli (dalil dari al Qur’an atau as Sunnah), terambil dari kitab-kitab hadits, atsarus sahabat (perbuatan sahabat Nabi), sedikit sekali saya mengemukakan komentar berdasarkan akal atau qiyash (analogi), kecuali hanya sesekali waktu saja. Dan pada umumnya saya mengambil dalil-dalil dari kitab-kitab Madzhab, kecuali apabila saya mendapati dalil yang lebih kuat dan lebih jelas, maka saya menggantikan dengannya dan menjelaskannya.

Saya berusaha dalam diri saya, bahwa dalam pengambilan dalil-dalil mnerujuk kepada sumber-sumber yang aseli, selama memungkinkan dan khusus kitab-kitab hadits, untuk saya ambil ketentuan hukum dari padanya. Dan saya berusaha menuliskan nomor hadits  yang bersilisilah apabila saya dapatkan, atau halaman serta juz di mana hadits tersbut terdapat. Jarang sekali saya berpegang kepada sumber yang lain dalam mentakhrij (memilih) hadits. Adapun ayat-ayat al Qur’an, maka saya jelaskan nomor serta nama suratnya, kemudian memperjelas ketentuan yang ada dalilnya dengan memberikan komentar terhadadap lafadh yang ghorib (asing), untuk mempermudah pemehamannya, serta memperjelas arah dari pada dalilil dimaksud. Dalam hal ini kadang-kadang saya mengemukakan komentar terhadap lafadh dari matan (naskah), atau menjelaskan sebagian ta’rif (definisi/formula) apabila diperlukan, tetapi hal itu tidak secara terus menerus, oleh karena saya tidak bermaksud mensyarah (mengomentari) kitab ini, hanya sekedar untuk memperkaya pensyarahan.

Apabila saya jumpai pendapat yang dloif (lemah) dalam matan ini, maka saya menjelaskan mana yang lebih shohih (benar dan lebih kuat berdasarkan petunjuk kitab Madzhab yang terkenal. Sesekali waktu saya juga mewmberikan isyarat kepada sumber sebagai rujukan

Saya menempatkan teks aselinya di lembaran bagian atas, dan menempatkan hasil pekerjaan saya dalam catatan kakai yang bernomor di halaman bagian bawah, dan saya namai dengan: At Tadzhiib fii adillati matni al Ghoyatuh wat Taqriib.

Semoga Allah Ta’ala berkenan menjadikan amalanku ini ikhlas semata-mata kerena-Nya, dan diterima sebagai amal jariyah bagiku dan anak-anakku dan bagi siapa saja yang memiliki hubungan erat denganku, sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu dan pantas untuk dikabulkan.

                                                                             Musthofa Diib al Baghoo.

Malam Ahad: 21 Muharom 1398 H/ 1Januari 198
بسم اللـه الرحمن الرحيم 
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga Allah memberikan rahmat kepada penghulu kami Nabi Muhammad saw. dan kepada seluruh keluarga beliau yang suci, dan kepada selururuh sahabat beliau.

Al Qodly Abu Syujak Ahmad bin al Husain bin Ahmad al Ashfahaany rohimahullaah Ta’alaa berkata: Sebagian teman-temanku semoga mereka dijaga oleh Allah Ta’alaa meminta kepadaku agar aku membuat ikhtisar tentang fiqih berdasarkan madzhab Imam As Syafi’ie rohimahullahu Ta’alaa waridlwaanuhu (semoga dirahmati dan diridloi oleh Allah Ta’alaa), dalam suatu ikhtisar yang singkat dan padat, untuk mempermudah bagi penuntut ilmu untuk mempelajarinya, dan untuk mempermudah bagi pemula untuk menghafalnya. Dan memperbanyak permasalahan yang sangat dibutuhkan oleh orang banyak. Maka permintaan tersebut saya penuhi sekaligus untuk mengharapkan  pahala, serta mengharapkan taufiq dari Allah untuk memncapai kebenaran, sesungguhnya Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Dia Maha   lemah lembut serta Maha mengetahui.



KITAB THOHAROH (BERSUCI)

Air yang dapat dipergunakan untuk bersuci ada tujuh macam: air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air dari mata air, air es dan air dingin(1)

Kemudian air itu terbagi menjadi empat kategori: (a). air yang suci dan mensucikan tidak makruh, disebut dengan: air mutlak (aseli) (2)(b). air yang suci dan mensucikan tetapi makruh, yakni air yang terjemur di panas matahari(3), (c). air yang suci tetapi tidak mensucikan, yakni air bekas dipakai untuk bersuci (4) atau air yang sudah berobah sifatnya karena bercampur dengan zat suci lainnya(5),



(d) air najis, yakni air yang di dalamnya terdapat najis, di mana air tersebut volumenya kurang dari dua qullah(6), atau dua qullah tetapi air tersebut berubah sifatnya. (7) Yang dimaksud dengan dua qullah ialah kurang lebih sebanyak 500 rithil Bagdad.) (8)

(Fasal): Kulit bangkai hewan dapat disucikan dengan cara disamak, (9)kecuali kulit anjing dan babi (10), dan hewan hasil peranakan dari keduanya atau salah satunya. Tulang bangkai dan rambut bangkai adalah najis, kecuali tulang dan rambut manusia. (11)
(Fasal): Tidak diperbolehkan mempergunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak (12), dan diperbolehkan mempergunakan bejana yang dibuat dari bahan dari keduanya. (13)

(Fasal): Bersiwak (membersihkan mulut atau gigi) merupakan perbuatan yang disukai di setiap saat, (14) kecuali sesudah saat tergelencirnya matahari bagi orang yang sedang berpuasa. Ada tiga waktu yang sangat dianjurkan bersiwa, yaitu: (a) ketika bau mulut berubah tidak enak disebabkan al azmu (lama tidak berbicara) dan sebagainya, (15) (b) ketika bangun dari tidur, (16) (c) ketika akan melaksanakan sholat.(17)  dan (d) ketika berdiri akan sholat. (18)         



(Fasal): Fardlunya (rukunnya) wudlu ada enam: Niyat ketika membasuh muka, membasuh muka, membasuh kedua belah tangan sampai dengan siku-siku, mengusap sebagian kepala, membasuh kedua belah kaki sampai dengan kedua matakaki, dan tertib sebagaimana urutan penyebutan di atas(19). Dan sunnatnya berwudlu ada sepuluh macam: membaca tasmiyah atau basmalah (Bismillaahir Rohmaanir Rohiim)(20), membasuh dua telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam bejana, berkumur, istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya kembali), mengusap kepala secara keseluruhan (21), mengusap dua telinga bagian luar maupun dalam dengan air yang baru(22), membasahi sela-sela janggot yang tebal (23), membersihkan sela-sela jari dua tangan beliau (takhlil) dan jari-jari kaki (24), mendahulukan anggota wudlu sebelah kanan dari yang sebelh kiri (25), bersuci/membasuh anggota wudlu tigakali tigakali (26), dan muwalat (berturut-turut/kontinyu) (27)

(Fasal): Istinjak (bersuci) sesudah buang air besar dan buang air kecil hukumnya wajib, yang afdlol istinjak menggunakan bebatuan kemudian disusul dengan penggunaan air, dan diperbolehkan bila hanya mencukupkan hanya dengan air saja atau dengan tiga buah batu saja yang mampu membersihkan tempat keluarnya kotoran. Apabila orang dalam istinjak hanya mencukupkan dengan salah satu dari keduanya, maka menggunakan air lebih afdlol (28). Ketika berhajat besar atau kecil hendaknya menjauhkan diri dari menghadap ke arah qiblat atau membelakanginya bila berada di lapangan terbuka (29), dan hendaknya menjauhkan diri berhajat besar atau kecil di air yang menggenang (tidak mengalir) (30), di bawah pohon yang berbuah, di jalanan umum dan tempat berteduh (31), di lobang (32),jangan berbicara ketika dalam keadaan buang air kecil atau besar (33,dan jangan menghadap ke arah matahari dan bulan atau membelakanginya (34).

(Fasal): Yang dapat membatalkan wudlu ada enam hal: apa saja yang keluar dari dua jalan (kubul/kemaluan dan dubur/pelepasan) (35), tidur dalam posisi tidak tetap, hilang akal disebabkan mabuk atau sakit (36), bersentuhan kulit antara lelaki dengan wanita ajnabiyah (bukan mahrom) tanpa ada penghalang (37), menyentuh kemaluan manusia menggunakan telapak tangan bagian dalam (38), menyentuh lingkaran lubang pelepasan, menurut qaul jadid. (39)

(Fasal): Hal-hal yang mewajibkan mandi ada enam macam: tiga berada secara bersama antara laki-laki dan wanita, yakni: karena terjadinya  pertemuan dua kemaluan antara laki-laki dan wanita (persetubuhan) (40), keluarnya mani (41), mati (42). Dan tiga hal yang khusus hanya bagi wanita saja, yakni: haid (menstruasi) (43), nifas (44), dan wiladah (persalinan) (45).


(Fasal): Fardlunya (rukunnya) mandi ada tiga macam: niyat (46), menghilangkan najis yang melekat di badan (47), membasahi dengan air seluruh rambut dan rambutnya.(48)
Yang disunnat ketika mandi ada empat hal: membaca basmalah(49), berwudlu sebelum mandi(50), menggosok badan menggunakan tangan(51), dilakukan secara kontnyu(52), dan mendahulukan anggota badan bagian kanan kemudian disusul bagian kiri.(53)

(Fasal): Mandi yang disunnatkan ada 17 macam: mandi jum’at,(54) dua hari raya,(55) sholat istisqok (meminta hujan), gerhana bulan dan gerhana matahari,(56) mandi sesudah memandikan jenazah,(57) orang kafir yang masuk Islam,(58) orang yang gila atau pingsan apabila sudah sadar kembali,(59) mandi ketika akan ihrom,(60) akan memasuki kota Makkah,(61) akan wuquf di padang Arofah,(62) akan bermalam di Muzdalifah, (63) akan melontar tiga Jumrah, akan thowaf,(64) dan akan sa’ie, ketika akan masuk kota Madinah.

(Fasal): Mengusap pada dua sepatu diperbolehkan(65) dengan tiga syarat: pemakaian sepatu dilakukan sesudah bersuci secara sempurna,(66) hendaknya dua sepatu tersebut dapat menutup seluruh bagian kaki yang wajib dibasuh ketika berwudlu, hendaknya dua sepatu tersebut memungkinkan bagi pemakainya untuk berjalan secara terus menerus. Bagi orang yang mukim (tinggal di rumah) berhak mengusap dua sepatu selama satu hari satu malam, sedang bagi orang ayng bepergian selama tiga hari tiga malam,(67) dimulai perhitungan waktunya sejak ia berhadats sesudah pemakaian dua sepatu, apanila mengusap sepatu dalam keadaan hadir (dirumah) lalu dia pergi, atau mengusap sepatu dalam keadaan bepergian kemudian dia mukim (dirumah), maka dianggap dia mengusap dalam keadaan mukim.

Hal-hal yang membatalkan hak mengusap sepatu ada tiga macam: karena melepas sepatunya, karena sudah habis waktunya, dan terjadinya sesuatu yang mewajibkan dia mandi.(68)

(Fasal): Syarat-syarat bertayammum ada lima macam: karena adanya udzur (halangan) yakni: karena bepergian atau karena sakit,(69) sudah masuk waktu sholat,(70) sudah mencari air, berhalangan untuk memakai air, dan waktunya sudah sangat mendesak sesudah berusaha mencari air. Mengunakan tanah yang berdebu, apabila tercampur dengan kapur/gips atau pasir, maka tidak diperbolehkan.

Fardlu (rukun) tayammum ada empat macam: niyat, mengusap muka, mengusap dua tangan sampai ke siku-siku, dan tertib.(71)

Hal-hal yang disunnatkan dalam tayammum adal tiga macam: membaca basmalah, mendahulukan bagian kanan dari pada yang kiri, dan muwalat (berturut-turut).(72) Yang dapat membatalkan tayammum ada tiga macam: semua hal yang membatalkan wudlu, melihat air di luar waktu sholat,(73) dan murtad.
pada pembalutnya,  lalu bertayammum  dan selanjutnya sholat, tidak wajib mengulangi sholatnya selama ketika memakai pembalut dalam keadaan suci.(74)
Bertayammum untuk setiap kali sholat fardlu,(75) diperbolehkan dengan satu kali tayammum untuk  sholat sunnat berapa kali saja dia mau.

(Fasal): Semua zat cair (kental) yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) hukumnya najis,(76) kecuali mani.(77)

Membasuh semua air seni dan kotoran hukumnya wajib,(78) kecuali kencing bayi lelaki yang belum diberi makanan selain air susu ibunya, sesungguhnya pensuciannya cukup dengan memercikkan air di atasnya.(79)

Tidak dimaafkan sesuatu najis kecuali darah atau muntah yang sangat sedikit, dan bangkai hewan yang tidak mengalirkan darah (serangga). Apabila hewan tersebut jatuh ke dalam suatu bejana dan mati di dalamnya maka tidak menajiskan bejana tersebut.(80)

Hewan itu secara keseluruhan suci,(81) kecuali anjing dan babi dan semua hewan ayng diperanakkan dari kedua hewan tersebut atau salah satunya.(82) Bangkai seluruhnya najis, kecuali bangkai ikan, dan belalang dan bangkai manusia.(83)

Dibasuh bejana yang terkena air liur (jilatan) anjing dan babi sebanyak tujuh kali salah satunya mengunakan tanah.(84) Dan semua najis yang lain dibasuh cukup satu kali,(85)

Apabila khomer (arak) berubah dengan sendirinya menjadi cuka, maka menjadi suci,(86) apabila perubahan menjadi cuka itu diusahakan dengan cara memasukkan sesuatu zat kedalam khomer, maka khomer yang sudah berubah tersebut tidak suci.(87)

(fasal): Darah yang keluar dari farji wanita ada tiga macam: darah haid, darah nifas dan darah istihaadloh. Darah haid adalah darah yang keluar dari farji wanita dalam keadaan sehat bukan sebab wiladah (persalinan).(88) Warna darah haid adalah merah kehitam-hitaman.(89) Nifas adalah darah yang keluar sesudah wiladah (persalinan). Dan darah istihadloh adalah darah yang keluar bukan pada saat-saat haid dan nifas.(90)

Paling sedikit waktu hadi adalah satu hari satu malam, dan paling lama 15 hari, apda umumnya enam atau tujuh hari. Dan paling sedikit nifas adalah sebentar saja, paling lama 60 hari, dan pada umumnya selama 40 hari.
Paling sedikit masa wanita suci antara du haid 15 hari, dan paling lama tidak ada batasan tertentu. Paling sedikit usia wanita haid adalah umur sembilan tahun.(91)
Paling sedikit waktu wanita hamil adalah enam bulan, dan paling lama empat tahun, pada umumnya sembilan bulan.(92)

Diharamkan bagi wanita haid dan nifas dalam delapan hal: melakukan sholat,(93) berpuasa,(94) membaca al Qur’an,(95) menyentuh mus-haf (kitab al Qur’an) dan membawanya, (96) masuk masjid,(97) thowaf,(98) bersetubuh,(99) bermesra-mesraan pada bagian antara pusat dan lutut.(100)

Diharamkan bagi orang yang sedang junub lima hal: melakukan sholat,(101) membaca al Qur’an, menyentuh dan membawa al Qur’an, thowaf, dan diam di dalam masjid.(102)

Bagi orang yang dalam keadaan hadats diharam terhadap tiga hal: melakukan sholat, melkukan thowaf, menyentuh mus-haf atau membawanya.(103)





(1)  Kiranya dapat dinyatakan secara ringkas: Orang bisa bersuci menggunakan air yang keluar dari bumi, atau yang turun dari langit. Dan sebagai dasar diperbolehkannya bersuci dengan air tersebut adalah ayat-ayat al Qur’an, di antaranya: Firman Allah Ta’alaa: “Dia yang menurunkan air dari langit kepadamu, agar kamu bersuci dengannya”. (al Anfaal: 11). Dan banyak hadits, antara lain: hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh ra. ia berkata: Ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw. dengan ucapannya: Wahai Rasulallah, kami naik sebuah perahu di lautan, dan kami hanya membawa sedikit air. Apabila kami berwudlu menggunakan air tersebut, maka kami akan kehausan. Apakah boleh kami berwudlu menggunakan air laut? Maka Rasulullah saw. menjawab: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya”, diriwayatakn oleh lima perowi. At Tirmidzy menyatakan: Hadits ini Hasan. (Halal bangkainya: artinya dapat dimakan apa yang mati dilautan, baik berupa ikan dan sejenisnya, tanpa disembelih secara syar’ie).
(2)  Dasar tentang kesucian air mutlak adalah hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (217) dan lainnya, dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Ada seorang Arab gunung berdiri dan kencing didalam masjid, maka orang sama berdiri untuk memarahinya/mencelanya, maka Nabi saw. bersabda: “Biarkanlah dia, dan tuangkan seember air di atas bekas temapt kencingnya. Sesungguhnya kalian diutus agar mempermudah bukan diutus untuk mempersulit”.
(3)  Dipanaskan dalam bejana terbuat dari logam di terik panas matahari. Kemakruhannya berdasarkan suatu pendapat bahwa hal itu menyebabkan penyakit lepra atau lebih berat dari itu, dan tidak dimakruhkan keculai apabila dipergunakan untuk membersihkan badan, karena tetesan panasnya bagikan pengikat.
(4) Untuk menghilangkan hadats, dan sebagai dasar bahwa air tersebut masih suci adalah hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (191) dan Muslim (1616) dari Jabir  bin Abdullah ra. ia berkata: “Rasulullah saw. datang mengunjungi saya, sedangkan saya dalam keadaan sakit tidak sadarkan diri, maka beliau berwudlu dan menuangkan air bekas wudlu beliau”. Kalu air tersebut tidak suci, tentu tidak mungkin disiramkan kepadanya. Adapun dasar yang menyatakan, bahwa air tersebut tidak mensucikan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (283) dan lainnya, dari Abi Hurairaoh ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu mandi di air yang menggenang (tidak mengalir), padahal dia dalam keadaan junub. Mereka bertanya: Wahai Abu Hurairaoh: Bagaimana cara mandinya? Ia menjawab: Mengambil air menggunakan gayung. Faedah hadits tersebut: bahwa mandi  di dalam air tersebut menghilangkan kesuciannya, bila tidak demikian, maka tidak mungkin beliau melarangnya. Hal ini mengandung pengertian, bahwa air tersebut hanya sedikit. Hukum berwudlu sama dengan hukum mandi, oleh karena maksudnya sama, yakni menghilangkan hadats.
(5)  Sesuatu yang suci yang biasanya air bisa berobah karenanya, dan tidak mungkin untuk dipishkan kembali sesudah tercampur, seperti: minyak wangi, garam dan sebagainya. Keberadaannya menjadi tidak mensucikan, karena sudah dinamakan air dalam keadaan itu.
(6)  Lima ahli perowi hadits meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. , ketika beliau ditanya tentang air yang berada di tanah lapang, dan yang sering di datangi oleh hewan buas (minum dll)? Maka beliau bersabda: “Apabila air tersebut ada dua qullah, maka tidak menjadikan air tersebut najis”. Berdasarkan hadits lafadh dari Abu Dawud (65): Maka sesungguhnya hal itu tidak membuat menjadi najis. Maksud dari hadits di atas: bahwa apabila air tersebut kurang dari dua qullah, maka manjadi najis sekalipun sifatnya tidak berubah. Yang menunjukkan pemahaman tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (278) dari Abu Hurairoh ra. bahwasannya Nabi saw. bersabda: “Apabila seseorang dari kamu bangun dari tidurnya, maka janganlah langusng memasukkan tangannya ke dalam bejana yang berisi air sebelum dibersihkan terlebih dahulu, oleh karena dia tidak tahu di mana tangannya ketika dia tertidur”. Beliau melarang orang yang bangun dari tidur untuk memasukkan tangan ke dalam bejana karena dikhawatirkan tangannya terkena  najis yang tidak terlihat secara jelas. Dan dimaklumi bahwa najis yang tidak tampak tidak akan merubah sifat air. Apabila tidak karena menajiskan disebabkan bertemunya tangan dengan air, mengapa beliau melarangnya berbuat demikian.
(7)  Dasarnya adalah Ijmak (kesepakatan) ulama. Dalam kitab al Majmuk Ibnul Mundzir menyatakan: Ulama sepakat bahwa air sedikit atau banyak, apabila kejatuhan najis kemudian berubah rasa atau warna atau baunya, maka air tersebut menjadi najis. Adapun hadits yang menyatakan bahwa: “Air suci tidak bisa menjadi najis oleh sebab sesuatu zat, kecuali apabila berubah rasa atau baunya”, adalah hadits dloif sanadnya> An Nawawi berbicara tentang hali itu: Tidak sah berhujjah menggunakan hadits tersebut. Ia juga menyatakan: Imam As Syafi’ie menukil tentang kedloifan hadits tersebut dari ahli ilmu hadits (al Majmuk: 1/160).
(8)  Yakni kira-kira sama dengan 190 liter, atau sama dengan vule bejana kubus yang sisi-sisinya 58 cm. (dibulatkan 60 cm).
 (9) Diriwayatkan oleh Muslim (306) dari Abdullah bin Abbas ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Kulit bangkai apabila disamak, maka menjadi suci”. Penyamakan berfungsi menghilangkan cairan yang bisa merusak kulit bila didiamkan. Dan apabila sudah disamak kemudian terkena air, maka bakterinya pembusuk tidak akan kembali lagi.
(10)  Oleh karena kedua hewan tersebut najis sejak masih hidup, maka bagian organ tubuhnya tidak dapat disucikan lagi setelah menjadi bangkai adalah lebih tepat.
 (11) Berdasarkan firman Allah: Diharamkan bagi kami bangkai (al Maidah: 3). Yang dinamakan bangkai adalah semua hewan yang hilang nyawanya tanpa disembelih menurut syara’. Berdasarkan firman Allah: Diharamkan bagi kami bangkai (al Maidah: 3). Yang dinamakan bangkai adalah semua hewan yang hilang nyawanya tanpa disembelih menurut syara’. Termasuk dalam kategori ini ialah hewan tidak halal dimakan dagingnya sekalipun sudah disembelih, seperti himar piaraan atau hewan yang halal dimakan dagingnya tetapi penyembelihannya tidak memenuhi syarat syar’ie, seperti hasil sembelihan orang yang murtad, selama orang tidak dalam keadaan dlarurat. Menurut As Syafi’ie: Keharaman bangkai sebagai dasar hukum kenajisannya. Oleh karena haram karena bukan berbahaya atau karena pengormatan (pemulyaan) sebagai dalil (dasar) kenajisannya, dan kenajisannya meliputi seluruh bagian dari organ tubuhnya. Adapun bangkai manusia tidak najis hukumnya, demikian pula bagian dari organ tubuh bangkai manusia, berdasarkan firman Allah: “Dan sungguh kami telah memulyakan anak keturunan Adam” (al Isrok: 70). Ayat ini menghilangkan menolak pendapat yang menyatakan bahwa manusia menjadi najis sesudah mati. Dan menunjukkan bahwa haram hukumnya memakan daging bangkai manusia, karena kemulyaannya.
(12)  Diriwayatkan oleh al Bukhary (5110) dan Muslim (2067) dari Hudzaifah ibnul Yaman ra. ia berkata: saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Jangan kalian memakai pakain dari bahan sutera dan sutera tinggi, dan jangan minum menggunakan bejana yang terbuat dari emas atau perak, dan jangan makan menggunakan piring terbuat dari emas atau perak, oleh karena bejana emas dan perak itu bagi mereka didunai, dan bagi kita di akhirat nanti”. Keharaman tersebut mencakup kaum lelaki dan wanita.
(13)  Suci, oleh karena pada dasarnya segala sesuatu itu mubah (diperbolehkan) kecuali apabila ada dalil yang mengharamkannya.
(14)  Diriwayatkan oleh an Nasaie (101/1) dan lainnya dari A’isyah ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Bersiwak itu mensucikan (membersihkan) mulut, dan diridloi 
oleh Tuhan”, dan diriwayatkan oleh al Bukhary muallaq. Siwak adalah alat yang dimasukkan ke dalam mulut untuk menggosok gigi, dan mutlak untuk dilakukan. Disunnatkan menggunakan semua benda keras yang mampu menghilangkan kotoran pada gigi, atau ranting kayu arok sebagaimana yang telah dikenal untuk sebagi siwak dan itu lebih afdlol.
(15)  Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (1795) dan Muslim (1151) dari   Abu Hurairoh ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Sungguh al khuluf (bau yang tidak sedap) dari mulut orang yang sedang berpuasa itu di sisi Allah lebih harum dibandingkan dengan bau minyak wangi. Dan pada umumnya bau tersebut muncul sesudah tergelincirnya matahari, dan bersiwak berarti menghilangkan bau tak sedap tersebut, dan yang demikian itu hukumnya makruh.
(16)  Al azmu (tidak bicara): berdiam diri cukup lama, atau meninggalkan makan. Pengertian dan lainnya: seperti mengalami bau mulut yang tidak disukai.
(17)  Hadits diriwayatkan oleh al Bukhary (242) dan Muslim (255) dan lainnya dari Hudzaifah ra. ia berkata: “Rasulullah saw. apabila akan melaksanakan sholat malam, beliau memasukkan siwak ke dalam mulut beliau”. Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud (57) dan lainnya dari A’isyah ra.: “Bahwasanya Nabi saw. beliau tidak tidur baik siang atau malam, lalu beliau bangun, kecuali beliau bersiwak sebelum berwudlu”.
(18)  Demikian pula ketika beliau  berwudlu, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (847) dan Muslim (252) dan lainnya dari Abi Hurairoh ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “ Seandainya tidak akan memberatkan bagi ummatku niscaya saya perintahkan mereka untuk bersiwa setiap kali akan sholat”. Dalam riwayat Ahmad (325/6): “Niscaya saya perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudlu”. Perintah ini mengandung hukum sunnat muakkad.

(19)  Asal usul disyari’atkannya berwudlu serta keterangan difardlukannya berwudlu: firman Allah: “Wahai orang-orang yang berimanapabila kalian hendak mendirikan sholat maka basuhlah muka kamu dan tangan kamu sampai dengan siku-siku dan usaplah pada bagian kepalamu dan basuhlah kedua kakimu sampai dengan dua matakaki” (al Maidah: 6). Siku-siku dan matakaki termasuk wajib dibasuh, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (246) dari Abi Hurairoh ra. bahwasanya ketika dia berwudlu, dia membasuh mukanya dengan sempurna, lalu membasuh tangannya yang kanan termasuk lengan bagian atas, lalu tangannya yang kiri termasuk lengan bagian atas, lalu dia mengusap kepalanya, lalu dia membasuh kaki kanannya termasuk betis, lalu membasuh kaki kirinya termasuk betis, kemudian dia berkata: Demikianlah saya melihat Rasulullah saw. berwudlu. Pengertian “bi ru-usikum” artinya cukup bila hanya sebagian dari kepala saja, dasarnya hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (274) dan lainnya dari al Mughiroh ra., bahwasanya Nabi saw. berwudlu mengusap pada bagian ubun-ubun beliau dan di atas surban beliau. Ubun-ubun adalah bagian depan kepala, dan merupakan sebagian dari kepala, dan mencukupkan hanya mengusap pada ubun-ubun menjadi dasar hukum bahwa membasuh sebagian dari kepala hukumnya fardlu, dibagian kepala yang mana saja. Dasar yang menunjukkan wajibnya berniyat di awal ketika berwudlu, dan di mana saja dituntut adanya niyat adalah hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (1) dan Muslim (1907) dari Unar Ibnul Khothob ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya yang dianggap sebagai amal ibadah adalah yang disertai dengan niyat”, artinya tidak dihitung sebagai amalan menurut syara’ kecuali apabila disertai dengan niyat. Dasar tentang difardlukannya tertib adalah perbuatan Nabi saw. yang terdapat dalam hadits yang  shohih, antara lain hadita Abu Hurairoh ra. di atas. As Syafiie berkata di dalam kitab al Majmuk: sebagian golongan kami berhujjah dari perbuatan Nabi saw. dengan hadits-hadits shohih, dan  terinci dari sejumlah sahabat Nabi saw. tentang tatacara berwudlu Nabi saw. Mereka secara keseluruhan mencirikan dengan tertib, dengan banyaknya sahabat dan banyaknyapula negeri yang mengbetahui tentang hal itu, serta banyakan perbedaan  tentang tatacara Nabi saw. berwudlu tentang satu atau dua atau tiga kali dalam membasuh/mengusap, tetapi tidak ada penjelasan yang bahwa Nabi berwudlu tidak secara tertib. Perbuatan Nabi saw. sebagai penjelasan tentang bagaimana berwudlu yang diperintahkannya. Apabila orang dalam berwudlu diperbolehkan meninggalkan tertib, niscaya di suatu kesempatan beliau berwudlu tidak tertib, sebagai dasar bahwa boleh berwudlu dengan tidak tertib, sebagai beliau meninggalkan pengulangan dalam membasuh di sesekali waktu (Juz I/484).
(20) Hadits diriwayatkan oleh an Nasaie (61/1) dangan sanad yang bagus, dari Annas ra. ia berkata: Sebagian sahabat Nabi saw. mencari air untuk berwudlu, tetapi mereka tidak mendapatkan air, maka Nabi saw. bersabda: “Apaqkah di antara kalian ada yang memiliki persediaan air?”. Maka beliau di beri air oleh seorang sahabat. Maka beliau meletakkan tangan beliau ke dalam bejana berisi air, lalu beliau bersabda: “Berwudlulah kalian semua dengan membaca basmalah”. Maksudnya dengan mengucapkan Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Saya menyaksikan bahwa air memancar dari sela-sela jari-jari beliau, sampai yang berwudlu mencapai kurang labih 70 orang.
(21)  Dasar hukum dari emapt macam sunnat di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (173) dan Muslim (235) dari Abdullah bin Zaid ra. dia ditanya tentang tatacara berwudlunya Rasulullah saw. , maka dia meminta seember air, kemudian dia berwudlu untuk memberikan contoh kepada mereka seperti cara wudlu Nabi saw.  Dia mengalirkan air di tangannya dari ember, lalu dia membasuh tangannya tiga kali, lalu dia memasukkan tangannya ke dalam ember lalu dia berkumur dan istinsyaq dan istinstsar (mengeluarkan air dari hidung) dengan tiga gayung menggunakan tangan, lalu memasukkan tangannya lalu dia membasuh muka tiga kali, lalu membasuh dua tangannya dua kali sampai dengan siku-siku, lalu memasukkan tangannya dan mengusap kepalanya, dimulai dari muka ke belakang kemudian kembali dari belakang ke muka sat kali, lalu membasuh dua kakinya sampai dengan dua matakaki.
(22)  Hadits diriwayatkan oleh at Tirmidzy dan dinyatakan shohih (36) dari Ibnu Abbas ra. bahwasanya Nabi saw. mengusap pada bagian kepala beliau, dan telinga beliau bagian luar dan dalam. Dan berdasarkan hadits an Nasaie (74/1): Beliau mengusap kepala dan telinga beliau, bagian dlam menggunakan jari telunjuk sedangkan bagian luar menggunakan ibu jari beliau. Dan diriwayatkan oleh al Hakim (151) dari Abdullah bin Zaid ra. tentang tatacara berwudlunya Nabi saw.: “Bahwa beliau berwudlu, mengusap dua telinga beliau dengan air bukan air yang dipergunakan untuk mengusap kepala beliau. Al Hafidh adz Dahbie menyatakan: hadits tersebut shohih.
(23)  Hadits riwayat Abu Dawud dari Annas ra. bahwasanya Nabi saw. apabila berwudlu, beliau mengambil air sepenuh telapak tangan beliau, lalu memasukkannya ke bawah  rahang bawah lalu membasahi janggot beliau dengan tangan (takhlil), beliau bersabda: Demikian Tuhanku memerintahkan aku”.
(24)  Hadits dari Laqith bin Shobroh ia berkata: saya berkata kepada Rasulullah saw.: beritahukanlah kepadaku tentang tatacara berwudlu? Beliau menjawab: “Sempurnakanlah olehmu dalam berwudlu (baik fardlu dan sunnatnya), dan bersihkanlah sela-sela jari-jarimu, dan sempurnakanlah dalam beristinsyaq, keculai bila anda dalam keadaan berpuasa”, diriwayatkan oleh Abu Dawud (142) dan dishohihkan oleh at Tirmidzy (38) dan lainnya.
(25)  Hadits diriwayatkan oleh al Bukhary (140) dari Ibnu Abbas ra. bahwasanya dia berwudlu dalam berwudlu tersebut antara lain berbuat: lalu dia mengambil dengan telapak tangannya lalu membasuh tangannya sebelah kanan, lalu mengambil (menggayung) air lagi dengan telapak tangan untuk membasuh tangannya sebelah kiri, lalu mengusap kepalanya, lalu mengayung air untuk disiramkan pada kakinya sebelah kanan dan membasuhnya, lalu menggayung lagi untuk membasuh kakinya sebelah kiri, lalu ia berkata: “Demikianlah saya menyaksikan Rasulullah saw. berwudlu”. Perhatikan cat6atan kaki nomor: 19.
(26)  Hadits diriwayatkan oleh Muslim (230) bahwasanya Utsman ra. berkata: Maukah kamu saya tunjukkan tatacara wudlunya Rasulullah saw.? Lalu dia berwudlu dengan tigakali-tigakali.
(27)  Artinya secara kontinyu dalam hal membersihkan antara anggota yang satu dengan berikutnya, tidak sampai anggota yang sudah dibasuh menjadi kering sebelum membasuh anggota berikutnya. Dalilnya tentang harus kontinyu dapat diketahui dari hadits tersebut di atas.  Perhatian: Semua yang dijelaskan dalam hadits-hadits di atas menunjukkan, bahwa perbuatan tersebut wajib dilakukan, adapun dalil yang menunjukkan bahwa hal itu tidak wajib adalah ayat firman Allah tentang berwudlu, yang menetapkan tentang hal yang fardlu dalam berwudlu, dan dalil yang lain, yang tidak disebutkan di sini karena akan memperpanjang pembahasan. Anjuran: Sangat disukai sesudah selesai berwudlu membaca do’a sebagai berikut: أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, اللهم اجعلنى من التوابين واجعلنى من المتطهرين, سبحانك اللهم وبحمدك, أشهد أن لا اله الا أنت, أستغفرك واتوب اليك.  (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba dan utusan Allah. Yaa Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang suci. Maha Suci Engkau. Ya Allah dengan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu). Semua hadits di atas diriwayatkan oleh Muslim (234), at Tirmidzy (55) dan an Nasaie tentang amalan sehari-hari.
(28)  Hadits diriwayatkan oleh al Bukhary (149) dan Muslim (271) dari Annas bin Malik ra. ia berkata: Rasulullah saw.masuk ke kamar kecil, lalu saya bersama seorang anak membawakan membawakan bejana berisi air dan sebuah bayonet (tongkat besi), maka beliau beristinjak menggunakan air. Dan hadits diriwayatkan oleh al Bukhary (155) dan lainnya dari Ibnu Mas’ud ra. ia berkata: Nabi saw. datang ke kamar kecil untuk berhajat, beliau memerintahkan saya untuk mencarikan tiga buah batu. Dan hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud (40) dan lainnya dari A’isyah ra. Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang dari kamu pergi ke kamar kecil untuk berhajat, maka hendaklah  sambil membawa tiga buah batu, untuk bersuci dengan batu tersebut, karena bersuci dengan batu itu sudah mencukupi”. Dan disamakan dengan batu semua benda yang kering dan suci, misalnya dedaunan dan sebagainya. Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud (44) dan at Tirmidzy (3099) dan Ibnu Majah (357) dari Abu Hurairoh ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Ayat ini diturunkan kepada penduduk Qubak: Didalamnya banyak kaum lelaki yang suka bersuci dan Allah sangat suka kepada orang suka bersuci” (at Taubah: 108) Beliau bersabda: Mereka itu suka bersuci (istinjak) menggunakan air, maka ayat ini diturunkan tentang mereka.
(29)  Hadits diriwayatkan oleh al Bukhary (386) dan Muslim (264) dari Abi Ayyub al Anshory ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Apabila kamu berhajat besar, maka janganlah menghadap ke arah qiblat dan jangan pula membelakanginya. Tetapi hendaklah menghadap ke arah timur atau ke arah barat (dalam kontek beliau di Madinah). Hal itu dikhususkan apabila berhajat di tanah lapang atau tempat yang sejenis itu yang tanpa ada tabir yang menghalangi dari pandangan orang lain. Sedangkan dalil yang khusus adalah hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (148), Muslim (266) dan lainnya dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Saya sedang naik ke atas atap rumah Hafshoh karena saya ada satu keperluan, saya melihat Nabi saw. berhajat membelakangi qiblat dan menghadap ke arah negeri Syam. Hadits yang pertama dimaksudkan ditempat yang bukan disediakan untuk berhajat atau yang sejenisnya yang tidak ada tabirnya, sedangkan hadits kedua menunjukkan bahwa berhajat ditempat yang semestinya atau yang sejenisnya, mempertemukan antara dua hadits di atas, dan hal itu dapat ditarik kesimpulan bahwa hukumnya makruh berhajat yang bukan pada tempatnya sekalipun bertabir.
(30)  Hadits diriwayatkan oleh Muslim (281) dan lainnya dari Jabir ra. dari Nabi saw.: “Bahwasanya beliau melarang orang kencing di air yang tidak mengalir, sedangkan buang air besar lebih jelek, maka lebih tepat bila dilarang. Larangan di sini berarti makruh, dan dinukil dari an Nawawie, bahwa hal itu hukumnya haram (perhatikan syarah Muslim III/187).
(31)  Hadits diriwayatkan oleh Muslim (269) dan lainnya dari Abi Hurairoh ra., bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Takutlah kalian terhadap dua perbuatan yang menimbulkan laknat, mereka bertanya: Apakah dua perbuatan yang menimbulkan laknat wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Yaitu orang yang buang air (berhajat) di jalanan umum dan di tempat orang berteduh”.
(32)  Hadits diriwayatkan Abu Dawud (29) dan lainnya, dari Abdullah bin Sarjis ra. ia berkata: “Rasulullah saw. melarang kencing di sebuah lobang, yakni lobang di tanah”.
(33)  Hadits riwayat Muslim (370) dan lainnya, dari Ibnu Umar ra.: Bahwa ada seorang berjalan melewati Rasulullah yang saat itu sedang buang air kecil, maka orang tersebut mengucapkan salam kepada beliau, beliau tidak menjawab salamnya” Dan hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud (15) dan lainnya, dari Abu Said ra. ia berkata: Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah dua orang keluar untuk sama-sama buang air besar, di satu tempat dalam keadaan terbuka auratnya dan bercakap-cakap, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan murka karena  perbuatan seperti itu”.
(34)  An Nawawy menjelaskan dalam kitab al Majmuk (I/103) bahwa hadits yang menjelaskan larangan membelakangi matahari dan bulan adalah dloif, bahkan batal, bahwa yang benar dan terkenal adalah dimakruhkan menghadap tidak dimakruhkan membelakanginya. Al Khothib dalam kitab al Iqnak (I/46) menyatakan: Ini yang paling kuat. Anjuran: Disunnatkan bagi orang yang berhajat besar atau kecil untuk membaca do’a yang berasal dari Nabi saw. sebelum dan sesudah masuk ke kamar kecil. Sebelum masuk: باسم الله, اللهم إنى أعوذ بك من الخبث والخبائث (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kotornya/godaan syaitan) diriwayatkan oleh al Bukhar (142), Muslim (375) dan at Tirmidzy (606). Dan setelah keluar dari kamar kecil:  غفرانك, الحمد لله الذى أذهب عنى الأذى وعافنى, الحمد لله الذى أذاقنى لذته وأبقى فى قوته ودفع عنى أذاه  (Dengan ampunan-Mu, segala puji bagi Allah yang telah menjauhkan dariku penyakit dan telah menyehatkanku. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kepadaku kelezatan (lega) dan mengekalkanku dalam kekuatan-Nya, dan yang telah menjauhkan dariku segala penyakit), diriwayatkan oleh Abu Dawud (30), at Tirmidzy (7) Ibnu Majah (301) dan at Thobarony.
(35)  Firman Allah Ta’alaa: “Atau seseorang di antara kamu buang air besar” (al maidah: 6). Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (135) dan Muslim (225), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak diterima sholat seseorang dalam keadaan hadats, sampai dia berwudlu”. Seorang Arab Hadramaut bertanya: Wahai Abu Hurairah: apakah yang disebut hadats itu? Abu Hurairah menjawab: “kentut”. Dan kentut ini sedagai rujukan untuk menganalogikan (qiyas) semua yang keluar baik dari qubul maupun dubur, sekalipun yang keluar itu benda suci.
(36)  Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (203) dari Ali ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “tali pengikat dubur adalah mata, barang siapa yang tertidur, maka hendaklah dia berwudlu”. Maksudnya ialah bahwa orang yang dalam keadaan bangun (jaga) mampu menahan angin dalam perut yang akan keluar, oleh karena dia dapat merasakannya hal itu, apabila orang tertidur, maka oleh sebab tidurnya itu diduga keras akan keluarnya sesuat dari dalam perut. Yang dimaksudkan dengan posisi tetap ketika tidur adalah orang yang tidur dengan meletakkan kedua pantatnya di lantai (tempat duduk), di mana dia tidak akan jatuh sekalipun tidak bersandar kepada sesuatu sandaran. Hal demikian itu tdiak membatalkan wudlunya, oleh karena dia akan merasa apabila ada angin keluar dari perutnya. Dan hilangnya akal diqiyaskan (dianalogikan) dengan orang yang tertidur, oleh karena hilang akal itu lebih berat dibanding dengan sekedar tidur dalam arti sebenarnya.
(37)  Berdasarkan firman Allah: “Atau kamu menyentuh wanita” (an Nisak: 43). Yang dimaksudkan “haail” penghalang, misalnya baju dan sebaginya.
(38)  Rowahul khomsah dan dinyatakan shohih oleh at Tirmidzy (82), dari Bisroh binti Shofwan ra., bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Barang siapa yang menyentuh kemaluannya, maka jangan melakukan sholat sebelum dia berwudlu lebih dulu”. Dalam salah satu riwayat oleh an Nasaie (I/100): “Harus berwudlu disebabkan menyentuh kemaluan”. Baik kemaluan sendiri atau kemaluan orang lain. Menurut riwayat Ibnu Majah (481) dari Ummi Habibah ra.: “Barang siapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah berwudlu”, hal ini meliputi baik wanita atau lelaki, yang dimaksud kemaluan di sini termasuk dubur dan qubul.
(39)  Madzhab qaul jadid ialah pendapat Imam As Syafi’ie rohimahullah sesudah di Mesir, baik yang terbukukan atau dalam bentuk fatwa lisan, dan qaul jadid itu berlaku seterusnya, kecuali beberapa masalah yang sudah dianggap benar dalam qaul qodim, dan sudah ada nash tenatng hal itu.
(40)  Bagian yang dikhitan bagi anak laki-laki adalah kulit yang menutup kepala dzakar (kemaluan) sebelun di khitan, sedangkan bagi anak wanita adalah kulit di atas kemaluan berdekatan dengan tempat keluarnya air seni, yang dimaksudkan pertemuan dua kemaluan di sini adalah dimasukkannya dzakar ke dalam farji (kemaluan wanita), sebagai kiasan dari persetubuhan. Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (287) dan Muslim (348) dari Abi Hurairoh ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Apabila apabila lelaki sudah duduk di atas empat anggota tubuh wanita (dua paha dan dua betis) lalu dia menimbulkan gairah kuat”, yakni sebagai kiasan dari masuknya dzakar lelaki ke farji wanita. Dan hadits tersebut sebagai dalil untuk mewajibkannya mandi apabila terjadi persetubuhan, sekalipun tidak mengeluarkan mani (sperma), sebagaimana dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.
(41)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (278) dan Muslim (313) dari Ummi Salamah ra. ia berkata: Ummi Sulain menghadap kepada Rasulullah saw. bertanya: Wahai Rasulullah,m sesungguhnya tidak perlu malu bertanya tentang kebenaran, apakah bagi wanita apabila bermimpi (bermimpi bersetubuh) wajib mandi? Rasulullah saw. menjawab: “Benar, apabila engkau melihat air. Yang dimaksud melihat air di sini adalah keluar mani atau cairan dari wanita ketika bersetubuh. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ( 236) dan lainnya, dari A’isyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. ditanya tentang seorang lelaki yang mendapat basah-basah, tetapi dia tidak ingat bahwa dia bermimpi? Maka beliau menjawab: “wajib mandi”. Dan tentang seorang lelaki yang merasa bahwa dia bermimpi, tetapi tidak mendapati basah-basah? Beliau menjawab: “Tidak wajib mandi”. Ummi Sulaim bertanya lagi: Apabila wanita juga mengalami basah-basah seperti itu, apakah da juga wajib mandi? Be;iau menjawab: “Ya/benra, karena wanita itu lawan pandang bagi kaum lelaki”. Seolah-olah wanita itu berasal dari kaum lelaki.
(42)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (1195) dan Muslim (939), dari Ummi Athiyah ra. seorang wanita Anshor, ia berkata: Rasulullah saw. masuk kerumah kami ketika puteri beliau meninggal dunia, beliau bersabda: “Mandikanlah dia tiga kali….. Dan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (1208) dan Muslim (1206) dari Ibnu Abbas ra. bahwasanya seorang lelaki yang terjatuh dari ontanya dan terinjak lehernya, sedangkan kami bersama Rasulullah saw. dan beliau sedang melaksanakan ihrom, beliuau bersabda: “Mandikanlah dengan air dan dedaunan, kafanilah menggunakan dua lemabr kain ihromnya.
(43)  Allah berfirman: Jauhilah wanita dalam keadaan haid, dan janganlah kamu menyetubuhinya sampai mereka suci, apabila mereka telah bersuci, maka datangilah (setubuhilah) sesuai dengan perintah Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertaubat dan orang yang suci (al Baqoroh: 222). Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (314) dari A’isyah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda kepada Fathimah binti Hubaisy ra.: “Apabila kamu sedang haid, maka tinggalkanlah sholat, dan apabila haid sudah selesai, maka mandilah dan sholatlah kamu”.
(44)  Diqiyaskan (dianalogikan) kepada haid, oleh karena darah nifas itu adalah darah haid yang terakomulasi.
(45)  Oleh karena anak yang keluar sebagai hasil proses pemebekuan dari mani, pada umunya keluarnya bayi itu bersamaan dengan darah.
(46)  Berdasarkan hadits: “Semua amal itu dihitung berdasarkan niyatnya…”, perhatikan catatan kaki No. 19 tentang niyat.
(47)  Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (246) dari Maimunah ra. tentang cara mandi Rasulullah saw.: Beliau membersihkan kemaluan beliau yang terkena najis dengan air. An Nawawy membenarkan di dalam kitabnya, bahwa beliau mencukupkan dalam menghilangkan najis bersamaan dengan pelaksanaan mandi, dan itu yang kuat, sedangkan menghilangkan kotoran sebelum mandi lebih afdlol (kitab al Iqnak).
(48)  Hadits ayng diriwayatkan oleh al Bukhary (245) dan Muslim (316) dari A’isyah ra. bahwasanya Nabi saw. apabila mandi jinabat, dimulai membasuh kedua tangan,lalu berwudlu sebagaimana berwudlu ketika akan sholat, lalu memasukkan jari-jari tangan beliau ke dalam air lalu menyela-nyelai pangkal rambut beliau dengan air, lalu beliau menyiramkan air keseluruh tubuh sebanyak tiga gayung menggunakan tangan beliau, lalu meratakan air keseluruh kulit beliau. Hadits Riwayat Abu Dawud (249) dan lainnya, dari Ali ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang meninggalkan sebagian rambutnya dari jinabat, sehingga tidak terkena air, maka Allah akan berbuat demikian … demikian, dari siksa neraka”. Dari itu maka saya mengulangi lagi untuk membasuh rambutku. Dan dia mencukur rambutnya.
(49)  Berdasarkan hadits : “Setiap sesuatu yang dianggap pentung menurut syara’ (mengandung nilai ibadah) tidak didahului dengan membaca Bismillaahir Rohmaanir Rohiim, maka terputus” (kitab Kasyful khofaak 1964). Pengertian terputus ialah: kurang dan tidak barokah.
(50)  Berdasarkan hadits A’isyah ra. di muka, sebagaimana tersebut dalam catatan kaki nomor: 48.
(51 Keluar dari perbedaan pendapat dengan mereka yang mewajibkannya, mereka itu adalah madzhab Maliki.

(52)  Sebagaimana ketika orang berwudlu, perhatikan catatan kaki no.: 27. Karena hal itu wajib dalam madzhab Maliki.
(53)  Bagian badan sebelah kanan, baik bagian luar maupun dalam, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (166) dan Muslim (268) dari A’isyah ra. ia berkata: Nabi saw. sangat mengagumkan dalam hal selalu mendahulukan anggota tubuh bagian kanan dalam memakai teromaph, menata rambut, dan bersuci beliau dan dalam segala tingkah laku beliau.
(54)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (837) dan Muslim (844) dan lainnya, dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Apabila seseorang dari kamu akan datang untuk melaksanakan sholat jumu’ah, maka hendaklah mandi”. Menurut lafadh Muslim: “Apabila seseorang dari kamu bermaksud untuk datang ke sholat jumu’ah”. Yang meminadahkan dari wajib menjadi sunnat adalah hadits ayng diriwayatkan oleh at Tirmidzy (497): “Barang siapa yang berwudlu pada hari Jum’ah maka sudah melaksanakn dan mengamalkan sunnah Rasul, dan barang siapa yang mandi lebih dulu itu lebih afdlol”.
(55)  Hadits yang diriwayatkan oleh Malik di dalam kitab al Muwathok (I/177) bahwa Abdullah bin Umar ra. mandi pada hari raya Idul Fitri sebelum berangkat pagi-pagi ke musholla. Hari raya idul adl-ha diqiyaskan kepada idul fitri.
(56)  Saya tidak mendapatkan dalil naqli (al Qur’an atau hadits) disunnatkannya mandi untuk tiga macam sholat tersebut, boleh jadi ulama mengqiyaskannya kepada mandi untuk sholat Jumu’ah dan hari raya, oleh karena sama-sama disyari’atkan dilakukan secara berjama’ah, dan berkumpulnya banyak orang pada saat itu.
(57)  Dari Abi Hurairoh ra. dari nabi saw. beliau bersabda: “Barang siapa yang memandikan mayit (jenazah), maka dia harus mandi, dan barang siapa yang membawa janazah hendaklah dia berwudlu” diriwayatkan diriwayatkan al khomsah, dan dinyatakan hasan oleh at Tirmidzy (993), yang memindahkan menjadi dari wajib menjadi sunnat adalah hadits al Hakim (I/386): “Tidak wajib bagi kamu sesudah memandikan mayit untuk mandi”.
(58)  Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (355) dan at Tirmidzy (605) dari Qois bin Ashim ra. ia berkata: Saya datang kepada Nabi saw. bermaksud masuk Islam, maka beliau memerintahkan saya untuk mandi dengan air dicampur dengan dedaunan jenis tertentu yang digiling. At Tirmidzy menyatakan sesudah meriwayatkan hadits: Ahli ilmu mengamalkan yang demikian itu, dan sangat dianjurkan bagi orang yang masuk Islam untuk mandi dan mencuci pakaiannya, dan tidak wajib, karena tidak adanya peprintah dari Rasulullah saw. untuk setiap yang masuk Islam harus mandi.
(59)  Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (655) dan Muslim (418) dari A’isyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. dalam keadaan sakit parah, maka beliau bertanya: “ Apakah orang-orang sholat?”. Kami menjawab: tidak, mereka menunggu engkau wahai Rasulullah, maka beliau bersabda: “Siapkan untukku air di bak (tempat mencuci baju)”. A’isyah berkata: Kami melakukannya, lalu beliau mandi, lalu berusaha bangun dengan susah poayah, maka bilau pingsan, kemudian beliau sadar kembali dan bertanya: “Apakah orang-orang sholat?”. Kami menjawab: Tidak, mereka menunggu engkau wahai Rasulullah. Maka beliau bersabda: “Siapkan air di bak”. A’isyah berkata: Kami melakukannya, kemudian beliau mandi, lalu beliau berusaha untuk bangun dengan susah payah, kemudian beliau pingsan lagi, kemudian beliau sadar kembali ….. Gila diqiyaskan kepada pingsan, oleh karena semakna (identik), bahkan gila lebih berat lagi.
(60)  Hadits yang diriwayatkan oleh at Tirmidzy (830) dari Zaid bin Tsabit ra. bahwasanya dia menyaksikan Nabi saw.  melepas baju beliau dan mandi untuk ihrom.
(61)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (1478) dan Muslim (1259) sesuai dengan lafadh Muslim, dari Ibnu Umar ra. bahwasanya dia tidak datang di kota Makkah kecuali terlebih dahulu bermalam di Dzi Thuwaa, pada pagi harinya dia mandi, lalu masuk ke kota Makkah di siang hari. Dia menjeceritakn hal itu berasal dari Nabi saw. , bahwa beliau berbuat demikian.
(62)  Hadits yang diriwayatkan oleh Malik dalam kitab al Muwathok (I/322) dari Ibnu Umar ra. Dia mandi untuk melakukan ihrom, untuk memasuki kota Makkah dan untuk wuquf sore hari di Arofah.
(63)  Yang benar tidak disunnatkan untuk mandi sebelum bermalam di Muzdalifah (Kitab Nihayah).
(64)  Yang jelas kuat, bahwa tidak disunnatkan mandi sebelum thowaf (al Iqnak).
(65)  Dalil yang memperbolehkan mengusap dua sepatu (sebagai penganti membasuh kaki dalam berwudlu) adalah cukup banyak hadits, diantaranya: hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (380) dan Muslim (272) sesuai dengan lafadh Muslim, dari Jabir ra. bahwasanya dia kencing lalu berwudlu dalam berwudlu tersebut dia mengusap dua sepatunya (tanpa dilepas), maka ada orang bertanya kepadanya: Mengapa engkau berbuat demikian? Dia menjawab: yaa, saya telah melihat Rasulullah saw. kencing, lalu beliau berwudlu, dan mengusap pada dua sepatu beliau. Al Hasan al Bashry menyatakan: yang meriwayatkan tentang mengusap sepatu ada kurang lebih 70 orang, baik daalm bentuk perbuatan atau perkataan.
(66)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (203) dan Muslim (274), dari al Mughiroh bin Syu’bah ra. ia berkata: Saya bersama dengan Nabi saw. pada suatu malam dalam perjalanan, saya menyiapkan untuk beliau satu tempat berisi air, maka beliau membasuh muka, lalu membasuh tangan , lalu mengusap kepala, lalu saya berjongkok untuk melepas dua sepatu beliau, maka beliau bersabda: Biarkanlah, sesungguhnya saya memakai dua sepatu itu dalam keadaan suci, lalu beliau mengusap bagia atas sepatu tersebut.
(67)  Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (276) dan lainnya dari Syuraih bin Hanik ia berkata: Saya datang kepada A’isyah ra. bertanya kepadanya tentang tatacara mengusap dua sepatu, A’isyah menjawab: Datanglah kepada Ali, dia lebih tahu tentang hal itu dari pada saya. Dia bersama Rasulullah saw. maka saya bertanya kepadanya. Ali menjawab: Rasulullah saw. menjadikan bagi orang yang bepergian selama tiga hari tiga malam, dan bai orang yang mukim satu hari satu malam.
(68)  Hadits yang diriwayatkan oleh at Tirmidzy (96), an Nasaie (I/83) menurut lafadh an Nasaie, dari Shofwan bin Uasal ra. ia berkata: Rasulullah saw. memerintahkan kepada kami ketika kami dalam bepergian, untuk mengusap pada sepatu kami tanpa melepasnya selama tiga har, baik dalam keadaan buang air besar atau kecil, kecuali bila junub.
(69)  Firman Allah: “Apabila kamu dalam keadaan sakit atau bepergian atau berhajat besar, atau menyentuh wanita, dan tidak mendapatkan air, maka hendaklah kamu bertayammum” (al Maidah:6). Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (341) dan Muslim (682) dari Amron bin Hushoin ra. ia berkata: Kami bersama Rasulullah saw. dalam bepergian, beliau sholat bersama dengan banyak orang, tiba-tiba beliau melihat seorang laki-laki yang menyingkirkan diri, maka beliau bertanya: “Apa yang menghalangi engkau untuk melakukan sholat?” Ia menjawab: Saya dalam keadaan junub dan tidak ada air untuk mandi. Beliau bersabda: “Bagimu bisa bersuci menggunakan tanah/debu, karena hal itu sudah mencukupi bagimu”.
(70)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (328), dari Jabir ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Dan dijadikan bagiku bumi sebagai masjid dan suci. Di mana saja seseorang dari ummatku yang menjumpai waktu sholat, hendaklah dia sholat”. Menurut riwayat Ahmad (II/222): “Di mana saja saya menjumpai waktu sholat, maka saya mengusap (bertayammum) lalu sholat”. Dua periwayatan tersebut  menunjukkan, bahwa beliau bertayammum dan sholat apabila tidak mendapatkan air, sesudah masuk waktu sholat.
(71)  Berdasarkan firman Allah: “Hendaklah kamu bertayammum menggunakan tanah yang suci, maka usaplah mukamu dan kedua belah tanganmu” (al Maidah:6).
(72)  Mengambil ibarat dengan berwudlu, karena tayammum adalah pengganti berwudlu, perhatikan catatan kaki no: 27.
(73)  Artinya tidak dalam keadaan sholat, atau sebelum melakukan sholat. Hadits yang diriwayatkan oleh at Tirmidzy (124) dan lainnya, dari Abi Dzar ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya tanah yang suci sebagai alat bersuci bagi ummat Islam, sekalipun tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun, apabila telah mendapatkan air, maka hendaklah membasahi kulitnya dengan air (berwudlu), sesungguhnya yang demikian itu lebih baik”. Ini sebagai dalil bahwa tayammumnya sudah batal.
(74)  Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ( 336) dan lainnya, dari Jabir ra. ia berkata: Kami keluar dalam bepergian, tiba-tiba ada seorang lelaki di antara kami tertimpa batu dan pecah di bagian kepalanya, lalu ketika tidur dia bermimpi, maka dia bertanya kepada temannya: Apakah kemu tahu bahwa saya diberikan kemurahan untuk bertayammum? Mereka menjawab: Kami tidak menemukan dasar hukum yang meringankan bagimu, dan kamu kan mampu menggunakan air. Maka lelaki tersebut mandi jinabat, matilah dia. Ketika kami sampai di hadapan Rasulullah saw. memberitahukan tentang kasus tersebut. Maka beliau bersabda: “Mereka membunuhnya, akan dibunuh mereka oleh Allah, mengapa mereka tidak bertanya apabila tidak tahu? Sesungguhnya obat ketidak tahuan (kebingunan) itu adalah bertanya, dan sesungguhnya dia cukup bertayammum dan memabalut lukanya, lalu dia mengusap dengan air pada pembalutnya, dan kemudian membasuh seluruh tubuhnya”.
(75)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Baihaqy dengan sanad shohih (I/221) dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Bertayammum untuk setiap satu kali sholat, sekalipun tidak batal.
(76)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukahry (214) dari Annas ra. ia berkata: Nabi saw. apabila keluar untuk menunaikan hajat (buang air), saya menyiapkan untuk beliau air, maka beliau membasuh bekas kotoran di qubul atau dubur dengan air. Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (176), dan Muslim (303) dari Ali ra. ia berkata:  Saya adala lelaki yang sering mengeluarkan madzi, dan saya malu untuk bertanya  kepada Rasulullah saw. maka saya memnita tolong kepada al Miqdad bin al Aswad untuk menanyakannya. Maka beliau bersabda: “Dalam hal ini cukup berwudlu”. Menurut Muslim: “Ia membasuh kemaluannya kemudian berwudlu”. Madzi adalah cairan kekuning-kuningan lembek yang keluar dari dzakar pada umumnya ketika kuatnya rasa syahwat. Dan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (155) dari Abdullah bin Mas’ud ra. ia berkata: Nabi saw. berhajat besar, beliau memerintahkan saya untuk mencarikan tiga buah batu, maka saya hanya mendapatkan dua buah saja dan saya mencari yang ketiga dan tidak mendapatkannya, maka saya mengambil kotoran hewan dan saya serahkan kepada beliau, maka beliau mengambil dua buah batu dan melemparkan kotoran hewan dimaksud, dan bersabda: “Ini adalah najis”. Hadits-hadits ini sebagai dalil kenajisan sesuatu yang disebutkan di atas, didasarkan beliau membasuhnya, atau beliau memerintahkan membasuhnya atau menghilangkan kenajisannya. Dan hal-hal yang tidak disebutkan di sini diqiyaskan dengan hukum di atas, yang berkaitan dengan semua zat yang keluar dari qubul atau dubur sebagaimana disebutkan di atas.
(77)  Mani manusia dan semua hewan selain anjing dan babi. Adapun mani manusia, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (288) dan lainnya, dari A’isyah ra. ia berkata: Saya menggosok (mengerok) mani dari baju Rasulullah saw., kemudian beliau keluar untuk sholat memakai baju tersebut, kalau mani itu najis niscaya tidak cukup bila hanya dikerok saja. Adapun mani hewan, pada dasarnya hewan itu suci, maka mani hewan disamakan dengan mani manusia, kecuali mani anjing dan babi.
(78)  Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary dan Muslin dan lainnya, dari perintah Rasulullah saw. untuk menuangkan seember air pada bekas kencing seorang Arab gunung di masjid. Perhatikan  catatan kaki nomor: 2 dan 76.
(79)  Hadits ayng diriwayatkan oleh al Bukhary (221) dan Muslim (227) dan lainnya, dari Ummi Qois binti Muhashin ra. bahwasanya dia menghadap kepada Rasulullah saw. dengan membawa bayinya yang masih belum diberi makanan apa-pa, bayi itu didudukkan di dekat beliau kemudian bayi itu mengencingi baju beliau. Maka beliau meminta air kemudian memercikkannya dan tidak membasuhnya. Memercikkan air sekedar air merata tidak sampai mengalir.
(80)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (5445) dan lainnya, dari Abi Hurairoh ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Apabila ada lalat terjatuh ke dalam bejana seorang di antara kamu, maka benamkanlah secara keseluruhan, kemudian buanglah, sesungguhnya pada salah satu sayapnya sebagai obat sedang di sayap lainnya ada penyakit”. Arah dari dalil ini: bahwa apabila lalat tersebut menajiskan bejana, niscaya beliau tidak memerintahkan untuk membenamkannya. Dan diqiyaskan dengan lalat ini semua hewan yang sejenisnya dari seluruh bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya.
(81)   Artinya semua hewan pada dasarnya suci zatnya ketika masih hidup.
(82)  Oleh karena keduanya adalah najis zatnya, berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Atau daging babi, sesungguhnya itu adalah kotor atau najis (al An’am: 145. Dan berdasarkan hadits yang memerintahkan untuk mesucikan air liur (jilatan) anjing yang akan dijelaskan berikutnya.
(83)  Artinya semua bangkai hukumnya najis kecuali yang dikecualikan. Perhatikan catatan kaki no:11. Kesucian bangkai ikan dan belalang  berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Dihalalkan bagi kita dua bangkai”, akan dijelaskan kemudian pada kitab yang membicarakan berburu dan penyembelihan.
(84)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (170) dan Muslim (279), dari Abi Hurairoh ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Apabila ada anjing yang minum dibejana kamu, maka basuhlah sebanyak tujuh kali”. Dalam riwayat Muslim: “Pensucian bejana kamu apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh sebanyak tujuh kali, yang pertama menggunakan tanah”. Diqiyaskan kepada anjing babi, oleh karena babi lebih berat kenajisannya dibanding dengan anjing.
(85)  Berdasarkan hadits Ibnu Umar ra. Sholat fardlu itu asalnya 50 kali, mandi jinabat itu tujuh kali, membersihkan kencing tujuh kali, Rasulullah senantiasa mememohon keringan kepada Allah, sampai sholat dijadikan lima kali, mandi jinabat satu kali, membasuh kencing satu kali. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (247) dia tidak menyatakan bahwa hadits ini dloif. Dan diqiyaskan untuk kencing orang lain.
(86)  Oleh karena illat (alasan) kenajisan khomer adalah kerana memabukkan, dan sifat memabukkan sudah hilang dengan perubahan tersebut.
(87)  Oleh karena zat yang dimasukkan ke dalam khomer tersebut menjadi najis karana terjadinya pertemuan dengan khomer, dan zat yang dimasukkan tersebut menjadi mutanajjis (terkena najis). Apabila berubah menjadi cuka, maka zat yang di dalamnya menjadikan najis.
(88)  Hadits ayng diriwayatkan oleh al Bukhary (290) dan Muslim (1211, dari A’isyah ra. ia berkata: Kami keluar rumah dan tidak lain adalah untuk ibadah haji, ketika kami sampai di Sarof (daerah dekat Makkah) saya haid, maka Rasulullah saw. masuk ke tempat say sedang saya sedang menagis, beliau bertanya: Ada apa engkau, apakah engkau haid? Saya menjawab: Ya. Beliau bersabda: “Sesungguhnya itu adalah perkara/kejadian yang telah ditetapkan oleh Allah terhadap wanita, tunaikanlah semua manasik haji, selain thowaf di Baitullah”. Dalam riwayat lain: “sampai engkau suci”.
(89)  Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (276) dan lainnya, dari Fathimah binti Abi Hubaisy: bahwasanya dia seorang menderita istihadloh, maka Nabi saw. bersabda kepadanya: “Apabila darah itu darah haid, maka warnya merah kehitam-hitaman dan cukup dikenal, apabila demikian halnya, maka tinggalkanlah sholat, apabila warna darahnya lain, maka berwudlulah dan sholatlah, sesungguhnya darah itu adalah suatu penyakit”
(90)  Hadits ayng diriwayatkan oleh al Bukary (226) dan Muslim (333) dari A’isyah ra. ia berkata: Fathimah binti Abi Hubaisy datang menghadap Nabi saw. dan bertanya: Wahai Rasulullah, saya seorang wanita mengalami istihadloh, maka tidak suci, apakah saya  harus meninggalkan sholat? Rasulullah saw. menjawab: “Itu adalah suatu penyakit dan bukan haid, apabila datang haid, maka tinggalkanlah sholat, dan apabila sudah habis perkiraan waktu haid, maka mandilah dan sholatlah”.
(91)  Batasan tentang haid, nifas, dan suci bagi wanita ditentukan berdasarkan istiqrok (catatan penglaman manusia di beberapa tempat atau negara, mengiktui peristiwa yang terjadi, dan telah ditemukan kejadian yang tertentu pada waktu tertentu. Dan hadits yang yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (311) dan lainnya dari Ummi Salamah ra. ia berkata: Ada orang yang sedang nifas pada zaman Rasulullah saw. selama 40 hari, hal ini mengandung pengertian pada umumnya wanita nifas, dan hal itu tidak menafikan tambahan waktu.
(92)  Waktu hamil yang paling sedikit berdasarkan firman Allah: “Mengandung dan melepaskan dari susuan selama 30 bulan” (al Ahqof: 15) dan firman Allah: “Dan melepaskan dari susuannya dalam dua tahun” (Luqman:14). Apabila akomulasi waktu antara hamil dan sampai dengan melepas susuan ada 30 bulan, sedang melepas susuan setelah umur dua tahu, maka kehamilan selama enam bulan, sebagai dasar: tentang lamanya orang hamil pada umumnya dan paling lama masa hamil, menggunakan istiqrok (berdasaar hasil penelitian).
(93)  Lihat catatan kaki nomor: 89 dan 90.
(94)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (298) dan Muslim (80), dari Abi Sa’id ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda tentang wanita, dan beliau telah ditanya tentangkekurangan wanita di bidang agamanya: “Tidakkah apabila wanita sedang haid tidak sholat dan tidak berpuasa”, orang yang haid atau nifas wajib mengqodlok puasanya tidak mengqodlok untuk sholat. Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukahry (315) dan Muslim (335) sesuai dengan lafadh dari Muslim, dari Mu’adzah ia berkata: Saya bertanya kepada A’isyah ra. maka saya berkata: Apakah alasannya, maka orang yang haid harus mengqodlok puasanya dan tidak mengqodlok sholat? A’isyah menjawab: Hal itu menimpa kami wanita ketika bersama Rasulullah saw. kami diperintahkan untuk mengqodlok puasa dan tidak diperintah untuk mengqodlok sholat.
(95)  Hadits ayng diriwayatkan oleh Ibnu majah (596) dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah orang yang sedang junub membaca sedikitpun dari al Qur’an”.
(96)  Berdasarkan firman Alah Ta’alaa: Janganlah menyentuh al Qur’an keculai orang ayng dalam keadaan suci (al Waqi’ah:79), dan sabda Rasulullah saw.: “Janganlah hendaknya menyentuh al Qur’an kecuali dalam keadaan suci”, diriwayatkan oleh ad Daroquthny marfu’ (I/121) dan oleh malik dalam kitab al Muwathok secara mursal (I/199).
(97)  Apabila dikhawatirkan akan menetes darahnya di masjid, bila tidak demikian, maka diharamkan diam lama di masjid dan mondar mandir di dalamnya, bukan semata-mata sebab masuk. Berdasarkan hadits ayng diriwayatkan oleh Abu Dawud (232) dari A’isyah ra. dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Tidak dihalalkan masjid bagi wanita haid dan junub”. Hadits ini mengandung apa yang dijelaskan dan menunjukkan yang demikian sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim (298) dan lainnya, dari A’isyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku: “Berikanlah kepadaku sajadah dari masjid”, lalu saya berkata: Sesungguhnya saya sedang haid. Beliau bersabda: “Sesungguhnya haidmu tidak berada di tanganmu”. Menurut riwayat an Nasaie (I/147) dari maimunah ra. ia berkata: Salah seorang dari kami berdiri di masjid dengan membawa sajadah, kemudian membentangkannya, pada hal dia sedang haid.
(98)  Hadits diriwayatkan oleh al Hakim (I/459) dan dinyatakan shohih, dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya thowaf di baitullah itu seperti sholat, kecuali dalam thowaf kamu diperbolehkan berbicara, barang siapa yang berbicara, janganlah berbicara kecuali pembicaraan yang baik”. Dan lihat catatan kaki no:88.
(99)  Berdasarkan firman Allah: “jauhilah olehmu isteri yang sedang haid, dan janganlah kamu setubuhi dia sampai dia suci, apabila dia sudah bersuci, maka datangilah sesuai dengan perintah Allah, sesungguhnya Allah amat menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang suci” (al Baqoroh:222).
(100)  Hadits diriwayatkan oleh Abu dawud (212) dari Abdullah bin Sa’id ra. bahwasanya dia bertanya kepada Rasulullah saw.: Apa saja yang halal bagiku dari isteriku yang sedang ahid? Beliau menjawab: “Halal bagimu apa-apa yang di atas sarung”, artinya di atas bagian yang ditutup dengan sarung, sarung adalah pakaian yang menutup bagian tengah badan, yakni antara pusat dengan lutut pada umumnya. Perhatian: Ulama sepakat, bahwa nifas disamakan dengan haid, dalam semua yang dihalalkan atau diharamkan, yang dimakruhkan dan yang disunnatkan.
(101)  Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Jangan mendekati sholat padahal kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu menyadari apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula kamu dalam keadaan junub sampai kamu mandi (an Niasak:43). Maksud dari kata sholat di sini adalah tempat sholat, oleh akrena menyeberang bukanlah dalam keadaan sholat, dan ini larangan bagi yang sedang junub untuk melakukan sholat lebih tepat. Dan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (224) dan lainnya dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Tidak diterima sholat tanpa dalam keadaan suci”, hal ini meliputi suci dari hadat  maupun junub, dan yang menunjukkan demikian adalah diharamkannya sholat sebab junub.
(102)  Lihat catatan kaki nomor: 93, 95, 96, 97 dan 98.

(103)  Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhary (6554) dan Muslim (225), dari Abi Hurairoh ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Allah tidak menrima sholat seseorang dari kamu apabila berhadats, sampai dia berwudlu”. Lihat catatan kaki no:96 dan 98.

Tidak ada komentar:
Write komentar