KAMUS FIQIH
‘Amil: Orang yang diangkat imam untuk mengurusi zakat, amil meliputi: penulis, pemungut, dll.
‘Anfaqah: Rambut yang tumbuh, di bawah bibir (rawis: jawa)
‘Aqd Fasid: Akad yang rusak. Dalam istilah fiqh, fasid dan bathil mempunyai pengertian yang sama kecuali dalam bab Qiradl, Syirkah, Wakalah, Ariah, Khulu‟, Kitabah. Dalam Ubudiah Fasid dan Bathil juga mempunyai pengertian yagn sama kecuali dalam bab Haji, Batal dalam bab Haji disebabkan murtad, sedangkan Fasid disebabkan jima‟sehingga hajinya harus tetap disempurnakan.
‘Aqilah: Ahli waris ashabah orang yang melukai, kecuali orang tua dan anak.
„Aradl: Harta benda selain emas, dan perak.
„Aridl: Rambut yang membentang mulai idzar sampai jenggot. (I‟anah, juzI, hal. 54)
„Asyura’: Hari kesepuluh atau tanggal sepuluh bulan Muharram (Suro jw), disunnahkan juga Tasu‟a yaitu tanggal 9 Muharram). (Al-Majmu‟, juz VI, hal. 496)
„Idzar: Rambut yang tumbuh di atas tulang yang membujur ke arah telinga (ati-ati jw). Idzar termasuk wajah. (I‟anah, juzI, hal. 39)
„Imaratul Masjid: Pembangunan masjid, meliputi pembangunan fisik, renovasi, mengapur (melur jw), tangga, pagar, sapu, atap, halaman, ongkos kerja. (Qalyubi, juz III, hal. 108 Bughyah, hal. 66)
„Ishabah: Pembalut luka. (Bajuri, juzI, hal. 55)
„Umra / Ruqba: Hibah dengan syarat bila peneriima mati lebih dulu maka barangnya kembali pada pemberi, dan bila pemberi mati lebih dulu maka barangnya tetap dimiliki penerima. Praktek ini termasuk hibah yang sah.
„Umum Balwa: Kejadian yang sering menimpa sehingga sulit dihindarkan.
„Unnah: Ketidakmampuan ereksi (impotent) baik karena faktor psykis atau lemahnya saraf-saraf penis. (Al-Bajuri, juz II, hal. 117)
“A’wanul Qadli: Pembantu qadli yang bertugas menghadirkan musuh dan mengajukannya. (Lughat Fiqh / Tahrir, hal. 332)
“Azl: Mencabut penis dari vagina pada saat mendekati orgasme. (Tahrir / Lughat Fiqh, hal. 253)
“Ila’: Sumpah yang diucapkan oleh suami untuk tidak menyetubuhi istrinya selama lebih empat bulan atau tanpa dibatasi. (Al-Bajuri, juz II, hal. 158)
A’masy: Orang yang air matanya selalu mengalir serta lemah penglihatannya.
A’war: Orang yang salah satu matanya tidak berfungsi.
Adadur Ru‟us: Jumlah keseluruhan ahli waris yang mendapatkan warisan.
'Aduww: Menurut Qadli Al-Husain: orang yang perkataan dan perbuatannya menampakkan adanya dugaan permusuhan seperti mengumpat atas musibah yang menimpa seseorang, bersedih atas nikmat yangdiperoleh orang lain dan selalu mengharapkan keburukan-keburukan atas orang lain. Kesaksian orang ini (musuh) tidak bisa diterima. (Kifayatul Akhyar, juz II, hal. 256)
Afaqi: Orang yang berasal dari balad di luar miqat haji. (Nihayatuz Zain, hal. 207)
Ahliyyatut Tabarru’: Orang yang berhak mendermakan atau menggunakan harta untuk hal-hal yang tidak berbentuk Muawadlah Mahdlah. (Jamal, juz III, hal. 275)
Ahlul Fardli: Orang yang berkewajiban melakukan shalat janazah dan dapat menggugurkan kewajiban yaitu, baligh, aqil, muslim, thohir.
Ahlul Hilli wal Aqdi: Sekelompok orang yang bisa mencapai kesepakatan dalam mengangkat imam seperti ulama DPR. (Majmu‟, juz XX, hal. 191, Ta‟rifat, hal. 35)
Ahlul Mu’amalah: Orang yang baligh, aqil dan bukan mahjur alaih (dicegah tasarrufnya). (Jamal, juz III, hal. 257)
Ain ahwal: Orang yang penglihatannya sudah tidak tajam, orang yang tidak dapat melihat sesuatu pada malam hari.
Ajrad / Syath: Usia setelah amrad.
Akdariah: Pembahasan dalam ilmu Faraidl yang bertujuan agar saudara perempuan sekandung mendapatkan bagiannya kembali, setelah ia tidak mendapatkan bagian warisan disebabkan bersamaan dengan kakek, adapun rukunnya ada empat: suami, ibu, kakek seorang saudara perempuan sekandung.
Alkan: Orang yang gagap bicaranya. (Tausyih, hal. 241)
Altsagh: Orang yang mengganti huruf dengan huruf lain (pelat:jw). (Tausyih, hal. 241)
Aman: Perjanjian gencatan senjata yang bisa dilakukan oleh setiap orang Islam (bukan tertentu pada imam). (I‟anah, juz IV, hal. 206)
Amdul Khata’: Pemukulan atau sejenisnya yang dilakukan terhadap orang lain dengan menggunakan sesuatu yang biasanya tidak mematikan seperti memukul dengan menggunakan tongkat yang ringan namun ada unsur sengaja memukul. (Fathul Qarib, hal. 53)
Amdul Mahdl: Pemukulan atau sejenisnya yang dilakukan terhadap orang lain dengan menggunakan sesuatu yang biasanya mematikan dan ada unsur sengaja membunuh. (Fathul Qarib, hal. 53)
Amrad: Bocah laki-laki yang menginjak pada usia syahwat (ukuran wanita) sampai pada masa tumbuhnya jenggot. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 324)
Amwal Bathinah: Harta berupa naqd, harta tijaroh, Rikaz zakat fitrah. (Mahalli, juz II, hal. 40)
Amwal Dhahirah: Harta yang terdiri dari masyiah, zar‟u, tsamar, ma‟adin. (Mahalli, juz II, hal. 40)
Anat: Khawatir terjerumus perzinaan. (Tahrir / Lughat Fiqh, hal. 253)
Aqd Fudluli: Akad yang dilakukan oleh seseorang terhadap barang yang bukan haknya (bukan pemiliknya, bukan wakil, bukan wali). (Bujairimi, juz III, hal. 6)
Aqd Ja’iz min tharfain: Akad dimana kedua pihak boleh membatalkan transaksi, akad ini mencakup Wakalah, Wadi‟ah, „Ariyah, Hibah sebelum diserahkan, Syirkah, Ju‟alah, Qiradl, Musabaqah. (Fawaid Malikiyyah, hal. 93)
Aqd Jizyah: Perjanjian dengan orang Yahudi, Kristen, Majusi untuk tinggal di Negara Islam dengan syarat membayar pajak. Bughyah, hal. 225)
Aqd Lazim min ahadihima ma’a ikhtilaf fil Akhar: Akad dimana kedua pihak boleh menggagalkan dan pihak yang lain masih diperselisihkan, seperti: akad nikah. (Majmu‟, juz XI, hal. 163)
Aqd Lazim min ahadihima: Akad dimana salah satu kedua belah pihak boleh menggagalkan, akad ini mencakup Rohn, Kitabah, Dlaman, dan Kafalah.
Aqd Lazim min tharfain: Akad dimana kedua pihak tidak boleh membatalkan transaksi, akad ini mencakup Ba‟i setelah Khiyar, Shuluh, Hawalah, Musabaqah, Ijarah, Hibah, setelah diserahkan, Khulu‟, Wasiat. (Fawaid Malikiyyah, hal. 93)
Aqdul Irfaq: Akad yang didasarkan pada kemurahan hati, seperti hibah dan hutang. (Mawahibusshaad, hal. 240)
Aqdul Isyrak: Memindah hak milik dari sebagian Mabi‟ kepada orang lain dengan prosentase harga barang dari Mabi‟ yang dijual dengan menggunakan lafadz Asyroktuka. (Syarwani, juz IV, hal. 423)
Aqdut Tauliyah: Memindah barang yang dijual pada orang lain dengan harga pertama, akad ini seperti Ba‟i dalam segi syarat dengan menggunakan lafadz Wallaituka. (Syarwani, juz IV, hal. 423 dan Qolyubi, juz II, hal. 220)
Aql: Watak yang disertai ilmu secara dloruri ketika selamat indranya. Menurut qaul rajah tempatnya akal adalah hati dan urat-urat yang bertemu dengan otak, sedangkan menurut Abu Hanifah dan sebagian ulama‟ tempatnya akal berada di otak. (Qalyubi juz IV, hal. 139)
Aqlaf: Orang yang belum dikhitan, hukum mandinya tidak sah karena air tidak bisa sampai ke dalam dzakar (penis) yang masih terbungkus, sedang kepala dzakar termasuk bagian anggota dzohir (luar). Adapun hukum shalatnya masih diperselisihkan pada ulama‟, menurut Ar Ruyani dan Ibnu Suraij hukumnya sah meskipun makruh untuk dijadikan Imam. (Tausyih, hal. 26)
Arat: Orang yang ucapannya mengidzghamkan serta mengganti huruf. (Tausyih, hal. 241)
Ardlul Mawat: I‟anah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh perorangan atau umum. Menurut Abu Yusuf dan Ahmad yang dapat dikatakan I‟anah mati adalah I‟anah-I‟anah yang jauh dari perkampungan. (Jamal juz III, hal. 561)
Ashabah bil ghair: Setiap ahli waris perempuan yang bersamaan saudara laki-laki yang mendapat ashabah bin nafsi, seperti anak perempuan, cucu perempuan. (Syansuri, hal. 110)
Ashabah bin nafsi: Setiap ahli waris laki-laki yang mendapatkan ashabah dengan sendirinya bukan karena orang lain atau sebab bersamaa orang lain seperti anak laki-laki, cucu laki-laki, saudara laki-laki. ((Syansuri, hal. 110)
Ashabah ma'al ghair: Setiap ahli waris perempuan yang bersamaan dengan perempuan lain yang mendapat bagian pasti, seperti saudara perempuan seayah seibu bersamaan dengan anak perempuan. (Syansuri, hal. 110)
Ashabah: Bagian ahli waris yang didapatkan dengan hasil dari sisa orang yang telah mendapatkan bagian pasti, atau mendapatkan seluruh harta kalau tidak ada orang yang mendapatkan bagian pasti. (Syansuri, hal. 109)
Ashabul furudlil muqaddarah : Ahli waris yang mendapat bagian pasti menurut ketentuan syara' yaitu seperempat, sepertiga, seperdelapan, seperenam, dua pertiga dan setengah.
Ashabul Masa’il: Para penyidik yang bertugas meneliti perihal para saksi. (Lughat Fiqh / Tahrir, hal. 332)
Ashi bis Safar: Perjalanan dengan tujuan melakukan maksiat. (Bajuri, juz I, hal. 203)
Ashi fis Safar: Perjalanan dengan tujuan taat namun melakukan maksiat di tengah perjalanan. (Bajuri, juz I, hal. 203)
Ashlah: Orang yang ubun-ubunnya tidak ditumbuhi rambut (botak) (Tausyih, hal. 14)
Ashlul Mas'alah: Adalah angka yang dihasilkan dari perbandingan beberapa bagian pasti dan jumlahnya ada empat, mumatsalah, mudakholah, muwafaqah, mubayanah. (Nadzom 'Uddatul Faridl)
Asyraniyyatu Zaid: Adalah masalah yang bisa terbagi secara utuh dari angka 20. Rukunnya adalah: kakek, seorang saudara perempuan sekandung, dua orang saudara perempuan seayah.
Asyriyyatu Zaid: Masalah sepuluhnya Zaid bin Tsabit, sahabat Nabi yang ahli Faroidl, ialah masalah yang bisa terbagi secara utuh dari angka sepuluh, dalam
masalah ini saudara perempuan mendapatkan bagian setengah dan bilangan lima / adadur ru‟us tidak bisa dibagi secara utuh untuk bagian setengah, maka bilangan lima tersebut dikalikan dengan dua yagn hasilnya sepuluh dan sepuluh ini dapat dibagi menjadi 2 = 5. Rukunnya ada tiga, kakek, seorang saudara sekandung, seorang saudara laki-laki seayah.
'Aul: Ialah terjadinya kelebihan dalam hitungan bagian-bagiannya (siham) dan terjadinya kekurangan pada harta yang akan dibagikan.
Ba’i Muathalah: Transaksi jual beli tanpa menggunakan Ijab qobul atau ada ijab qobul tetapi dari satu pihak saja, transaksi tersebut harus disertai qarinah. (I‟anah, juz III, hal. 7)
Ba’i: Hakikat Ba‟i (menjual), ialah melakukan akad untuk memilikan barang dengan menerima harga atas dasar saling ridla atau ijab qobul pada dua jenis harta dan tidak mengandung arti berderma atau menukar harta bukan dengan tabarru‟ hal ini mencakup pembelian yang tidak disertai akad, seperti mengambil barang dan membayar tanpa ada akad (mu‟athoh)
Ba’iu Hablil Habalah: Menjual anak dari anaknya binatang yang akan dilahirkan, atau penjualan anak hewan dengan harga yang akan diserahkan ketika anaknya beranak. Akad ini tidak sah. (Jamal, juz III, hal. 69)
Ba’iul Isti’jar: Transaksi jual beli dengan sistem pembeli mengambil barang sedikit demi sedikit dalam beberapa waktu, sedangkan barang yang diambil pembeli, sudah ditentukan harganya oleh penjual atau setidak-tidaknya sudah diketahui harganya oleh kedua belah pihak. (Bughyah, hal. 124)
Ba’iul Jazaf: Menjual batang tanpa ditakar dan ditimbang (borongan). (Tahrir/Lughat Fiqh, hal. 193)
Ba’iul Malaqih: Manjual janin dalam kandungan. Penjualan ini tidak sah. (Al-Mahalli, juz II, hal. 176)
Ba’iul Mudlamin: Menjual sperma pejantan. Penjualan ini tidak sah. ( Al-Mahalli, juz II, hal. 176)
Ba’iul Mulamasah: Akad dengan sistim rabaan / sentuhan tanpa mengetahui barangnya dan tidak ada khiyar ketika melihatnya. Akad ini juga tidak sah. (Al-Mahalli, juz II, hal. 176)
Ba’iul Murabahah: Menjual barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga pembelian, misalnya seseorang membeli barang dengan harga seratus kemudian ia menjual dengan harga seratus dengan laba satu rupiah setiap sepuluhnya. (Qolyubi, juz II, 220)
Ba’iul Mushadarah: Menjual sebagian hartanya dengan sangat terpaksa untuk memenuhi tuntutan pemeras. Akad ini hukumnya sah. (Bujairimi, juz III, hal. 11)
Badli’ah: Daging yang terkelupas. (Fathul Qarib, hal. 54)
Bai’ fidz Dzimmah: Menjual barang dengan hanya menyebutkan sifat-sifatnya dengan harga kontan, atau dengan harga berupa benda yang telah ditentukan, menggunakan lafadz selain salam. (Jamal, juz III, hal. 226)
Bai’u Mud ‘Ajwah: Menjual benda ribawi yang terdiri dari dua jenis, nau‟ atau sifat dengan benda ribawi yang sama dengan yang ada pada mabi‟ (barang yang dijual), seperti menjual satu kilo gram beras dan dirham, dibeli dengan satu kilo gram beras dan dirham atau dengan salah satu jenis atau nau‟ atau sifat dari dua benda ribawi yang ada pada mabi‟ atau tsaman (harga), seperti menjual satu kilo gram beras dan dirham dibeli dengan dua dirham atau dua kilo gram beras dan seperti menjual dua dirham atau dua kilo gram beras dibeli dengan gram beras dan dirham. (I‟anah, juz. III, hal. 13)
Bai’ud Dain bid Dain: Menjual tanggungan dengan tanggungan (Mabi‟ berupa tanggungan dan tsaman berupa tanggungan). Bentuk transaksi ini hukumnya tidak sah kecuali akad Hawalah. (I‟anah, juz III, hal. 89)
Bai’ul ‘Uhdah: Transaksi dengan kesepakatan kedua belah pihak, bahwa bila penjual menarik kembali Mabi‟nya maka pembeli mengembalikan tsaman (harga). Bughyah, hal. 133)
Bai’ul Arabun: Transaksi jual beli dengan sistem pembeli memberikan persekot (uang muka) dengan perjanjian bila tidak jadi maka hilang persekotnya, akad ini sah bila perjanjiannya tidak disebut dalam akad. (Mahalli, juz II, hal. 186)
Bai’ul Araya: Menjual anggur atau kurma yang masih di atas pohon dengan anggur atau kurma kering.(Bujairimi Khatib, juz III, hal. 43)
Bai’ul Muhathah: Menjual barang dengan harga yang lebih rendah dari harga pembelian. (Syarwani, juz IV, hal. 424)
Bai’ul Munabadzah: Penjualan dengan sistem melempar Mabi‟ (barang yang dijual) misalnya, pembeli melempar sebuah baju dengan harga sepuluh ribu. Akad ini juga tidak sah karena tidak ada shighat Bai‟, tidak dilihat, dan ada syarat yang fasid. ((Jamal, juz III, hal. 71)
Bai’us Sharf: Menjual mata uang dengan mata uang, seperti emas dengan emas, dalam kitab Ta‟rifat menjual tsaman dengan tsaman. (Lughat Fiqh / Tahrir, hal. 175)
Baitul Mal: Lembaga keuangan Negara.
Balad: Pemukiman yang terdapat salah satu dari hakim syar‟i, polisi atau pasar. (I‟anah, juz II, hal. 59)
Baladul Islam: Negara Islam adalah tempat-tempat yang pernah dikuasai oleh orang Islam meskipun pada akhirnya dikuasai kafir harbi, oleh karena itu tanah Jawa termasuk Darul Islam (Negara Islam) karena pernah dikuasai oleh orang-orang Islam (zaman Demak, Pajang) meskipun pernah dikuasai oleh Belanda. (Bughyah, hal. 254)
Baladul Jum’ah: Tempat pemukiman ahlujum‟at baik berupa balad, qoryah, mishir. (I‟anah, juz III, hal. 59)
Baladul Jum’ah:Barang dari khomil kemudian diserahkan pada wajih untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi dan labanya dibagi dua. (Mahalli, juz II, hal. 333, dan I‟anah, juz III, hal. 105)
Barash: Warna putih kulit yang menghilangkan merah darahnya kulit dan daging sekitarnya. (Al-Bajuri, juz II, hal. 16)
Bati’ul Qira’ah: Orang yang lambat bacaannya.
Bayyinah: Saksi, disebut bayyinah (penerang) karena dengan kesaksianyang diberikannya menjadi terang. (Syarah Qurratul Ain Hamisy I‟anah, juz IV hal. 246)
Bayyinah: Berhubungan dengan hak Allah seperti kesaksian atas perbuatan zina sebelum ada tuduhan. (2) Berhubungan dengan hak Allah yang tidak murni seperti kesaksian atas tholaq yang dijatuhkan suami sebelum muncul dakwaan terhadap suami. (Bughyah, hal. 286)
Bikr: Perempuan yang belum pernah di wathi baik dengan cara halal atau haram.
Bukhar: Semacam uap yang keluar dari barang-barang najis dengan tanpa proses pembakaran. Uap ini hukumnya suci. (Bughyah, hal. 13)
Da’wa: Memberitahukan hak yang tetap baginya atas orang lain kepada Hakim atau Qadli. (I‟anah, juz IV, hal. 246)
Da’wa: Pengakuan hak dirinya yang terdapat pada orang lain. ((I‟anah, juz III, hal. 78)
Dain Ghairu Mustaqar: Tanggungan yang bisa gugur, seperti harga sewa bisa gugur dari tanggungan penyewa bila barang yang disewa rusak. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 61)
Dain Mustaqar: Tanggungan (hutang) yang tidak bisa gugur, seperti tsaman setelah penyerahan Mabi‟ tidak bisa lepas dari tanggungan pembeli kecuali dengan pembatalan akad. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 61)
Dakhil: Orang yang menguasai terhadap hak-hak yang dipersengkatakan, Ad-Dakhil juga disebut Shahibul yad. (I‟anah, juz IV, hal. 259)
Dalk: Menggosok anggota badan ketika mandi. Menurut Syafi‟iah hukumnya sunnah sedangkan menurut Imam Malik dan Al Muzani hukumnya wajib. (Mahalli, juzI, hal. 67)
Damiyah: Luka yang mengeluarkan darah namun belum sampai mengalir. (Fathul Qarib, hal. 54)
Damut Ta’dil: Dam yang diganti dalam bentuk bahan makanan yang dibeli dengan nilainya hewan yang wajib dibayar. (Kifayatul Akhyar, hal. 233)
Damut Takhyir: Dam yang boleh diganti dengan yang lain meskipun bisa menemukannya. (Kifayatul Akhyar, hal. 233)
Damut Tartib: Dam yang wajib dilaksanakan dengan cara menyembelih hewan yang memenuhi syarat qurban, dam ini tidak boleh dipindah ke bentuk dam yang lain kecuali ketika tidak menemukannya. (Kifayatul Akhyar, hal. 233)
Darb: Jalan buntu. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 86)
Daur Hukmi: Penetapan mewarisnya seseorang yang akan mengakibatka terhalangnya orang tersebut dari mewaris, seperti saudaranya mayat yang mengaku sebagai anaknya mayat, karena pengakuan dirinya sebagai anaknya mayat akan menyebabkan dirinya terhalang mewaris. (Syansuri, hal. 66)
Dhafr: Mengambil hak berupa piutang atau harta tanpa menempuh jalur hukum karena tidak dimungkinkan. Hal ini boleh dilakukan dengan beberapa syarat yang disebutkan di dalam kitab-kitab fiqh. (Bughyah, hal. 286)
Dirham: Mata uang dari perak, berasal dari bahasa Persi. Dinar adalah mata uang dari emas beratnya 71 syair (biji gandum). (Tahrir/Lughat Fiqh, hal. 203)
Diyat Mughalladzah: 100 onta yang dibagi 3 yaitu 30 onta Hiqqoh, 30 onta Jadza‟ah, 40 onta khalifah. (Al-Bajuri, juz II, hal. 212)
Diyat Mukhaffafah: 100 onta yang dibagi 5 yaitu 20 onta Jadza‟ah, 20 onta Hiqqoh, 20 onta bintu labun, 20 onta Ibnu Labun, 20 onta bintu Makhadl.
Diyat: Denda harta yang diwajibkan bagi orang merdeka sebab jinayat (penganiayaan), baik nyawa atau anggota tubuh. (Qalyubi, juz IV, hal. 212)
Dlamanul Aqd: Tanggungan yang harus diganti dengan muqobilnya seperti mabi‟ diganti dengan tsaman. (Bujairimi Khatib, juz II, hal. 19)
Dlamanul Yad: Tanggungan yang harus diganti dengan pengganti yang telah ditetapkan Syara‟, kalau berupa Mitsli (barang yang bisa ditakar dan ditimbang) harus diganti dengan Mitsli, kalau Mutaqowwam (selain Mitsli / barang yang punya harta) diganti dengan Qimah. (Bujairimi Khatib, juz II, hal. 19)
Dlihar: Menyamakan anggota-anggota badan tertentu dari istriyang belum tertalaq dengan mahramnya. (Bajuri, juz II, hal. 158)
Dlomanud Darki: Menanggung / bertanggung jawab pada salah satu orang yang melakukan transaksi terhadap apa yang telah diberikan (tsaman, ujroh, mabi‟, dll) apabila ternyata terdapat cacat, kurang timbangannya jelek, atau haknya orang lain, seperti apabila ternyata mabi‟nya adalah barang gadai
atau diakadi syuf‟ah. Dlamanud Darki juga disebut Dlamanul „Uhdah. (Ghayatul Bayan, hal. 205, Tuhfah, juz V, hal. 249)
Dukhan: Asap benda-benda najis. Asap ini hukumnya najis. (Bughyah, hal. 13)
Dzauq: Indra yang merasakan manis, asam, pahit, asin, tawar, (indra perasa) (Al-Bajuri, juz II, hal. 217)
Dzawil Arham: Kerabat mayat (selain dzawil furud) yang masih diperselisihkan oleh ulama' tentang bisa dan tidaknya mendapat warisan.
Dzus Syaukah: Orang yang berpengaruh (disegani) meskipun tidak mempunyai peralatan perang dan tentara. (Bughyah, hal. 247)
Fadla’: Tempat selain bangunan.
Fai’: Harta benda yang diambil dari orang kafir, tidak dengan jalan perang, seperti melarikandiri karena takut atau terkejut ketika berjumpa dengan orang Islam. (Kifayatul Akhyar, juz II, hal. 215)
Fai’ah: Pasukan perang maksimal terdiri dari 100 personil.
Faishulah: Pengganti yang ditetapkan syara‟ (berupa batang yang dikembalikan pada muwakil dalam contoh di atas) (Jamal, juz III, hal. 409 & 480, Tuhfah, juz VI, hal. 135 dan Jamal, juz III, hal. 253)
Fajar Kadzib: Fajar yang keluar sebelum fajar shadiq namun sinarnya membujur ke atas. (Bajuri, juz I, hal. 28)
Fajar Shadiq: Fajar yang sinarnya menyebar dan melintang dari Utara ke Selatan di ufuk sebelah Timur. (Bajuri, juz I, hal.28)
Faqd Hisyyi : Tiada ada air, dan hal ini tidak wajib qodlo kecuali dalam perjalanan yang digunakan untuk tujuan maksiat atau ada air namun tidak bisa mencapai dan menggunakannya seperti ketika ada musuh (menurut ulama‟ yang mengkategorikan sebagai faqdul Hissyi). Hal ini tidak mewajibkan qodlo, meskipun dalam perjalanan yang digunakan untuk tujuan maksiat dengan syarat tayamum tersebut dilakukan pada tempat shalat yang biasanya tidak ada air menurut qoul aujah. (Tuhfah, juzI, hal. 380)
Faqd Syar’i: Menemukan air dan dimungkinkan untuk memakainya, namun dilarang oleh syara‟ hal ini tidak mewajibkan qodlo kecuali dalam perjalanan yang digunakan untuk tujuan maksiat. (Tuhfah, juz I, hal. 381)
Faqidut Thuhurain: Orang yang tidak menemukan dua alat bersuci (air dan debu). (Bajuri, juzI, hal. 55)
Faraidl: Salah satu disiplin ilmu fiqh yang membahas dan mengupas tentang warisan dan hisab yang bertujuan untuk mengetahui pembagian harta peninggalan mayat kepada ahli waris. (Syansuri, hal. 46)
Faskh: Membatalkan transaksi meskipun tanpa kesepakatan kedua belah pihak. Hal ini berbeda dengan Iqalah.
Fatitah: Keinginan hati untuk melakukan hubungan sex.
Fida’: Menukar tawanan dengan tawanan atau dengan harta. (I‟anah, juz IV, hal. 200)
Fidyah: Denda sebab tidak melakukan puasa berupa satu mud dari makanan dan pembagiannya sama dengan zakat. (Al-Majmu‟, juz VI, hal. 456)
Fitrah: Nama barang yang dikeluarkan zakat fitrah. (Lughat Fiqh, hal. 116)
Fulus: Mata uang terbuat dari selain emas dan perak.
Fuqara’: Orang yang tidak mempunyai harta namun belum mencukupi kebutuhannya. Sedangkan fakir dalam bab Aroya adalah orang yang tidak punya emas dan perak (naqd). (I‟anah, juz I, hal. 187-189)
Ghaib: Mayat yang sulit dijangkau
Ghain Fahisy: Kerugian besar.
Ghaliyah: Misik atau Ambar yang dicampur dengan minyak. (Tahrir / Lughat Fiqh, hal. 189)
Ghanimah: Harta rampasan perang. (Kifayatul Akhyar, juz II, hal. 215)
Gharar: Sesuatu yang masih kabur atau tidak jelas akibatnya namun biasanya menimbulkan kerugian.
Gharim: Orang yang hutang karena ada hal yang dibenarkan syara‟. (Fathul Qorib, hal. 294-295)
Gharim: Orang yang mempunyai tanggungan hutang. Gharim terkadang diucapkan untuk orang yang mempunyai piutang. (Lughat Fiqh, hal. 199-200)
Ghayy Jahiliyah: Berita duka yang disertai menyebutkan jasa-jasa dan kebesaran mayat. Hukumnya makruh bila terdapat Nadbi.
Ghibthah Dhahirah: Keuntungan yang menyolok yang melebihi harga umum.
Ghisl: Bahan-bahan yang dicampurkan ke dalam air yang akan digunakan untuk mandi seperti daun, sabun, dll. (Al-Bajuri, juzI, hal. 71)
Ghosob: Menguasai hak orang lain dengan terang-terangan, baik menyebabkan dosa bagi pelakunya atau tidak, seperti mengambil hak orang lain yang disangka haknya sendiri, baik menyebabkan dloman (ganti rugi) atau tidak, seperti menguasai benda yang tidak bernilai, yang menguasai disebut ghosib. (Tuhfah, juz V, hal. 12, Bajuri, juz I, hal. 2, Bujairimi Khatib, juz III, hal. 138)
Ghubar: Debu halus (bleduk . jw) (Bajuri, juzI, hal. 55)
Ghuilah: Bersembunyi dan membunuh di tempat yang tidak diketahui seseorang.
Ghulatul Waqfi / Ra’iul Waqfi: Manfaat berupa benda yang dihasilkan dari mauquf (benda wakaf) seperti buahnya pohon wakafan. (Jamil, juz III, hal. 581, dan I‟anah, juz III, hal. 175)
Ghurrah: Hamba sahaya baik pria atau wanita yang selamat dari cacat yang mengurangi nilai jual.
Ghurrah: Pada asalnya warna putih di dahi kuda, kemudian diartikan untuk muka yang wajib dibasuh ketika berwudlu, karena muka orang yang berwudlu di akhirat kelak akan bersinar putih berkilau.
Ghusl: Mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan disertai niat tertentu. (Kifayatul Akhyar, hal. 37)
Hadanah: Perjanjian genjatan senjata yang dilakukan oleh imam atau wakilnya denga kafir harbi dalam batas waktu yang ditentukan. (I‟anah, juz IV, hal. 217)
Haddul Bu’di: Jarak melebihi setengah farsakh di luar jarak ini seseorang tidak wajib mencari air meskipun yakin ada air.
Haddul Gauts: Batas kewajiban mencari air ketika seseorang ragu atau beprasangka ada air, jarak ini sejauh hentakan anak panah menurut kamus Al Misbah + 300 sampai 400 dziro‟. (Tuhfah, juzI, hal. 354)
Haddul Qurbi: Batas diwajibkan mencari air ketika yakin akan adanya air, jarak ini + setengah farsakh. (Busyro Al-Karim, hal. 94)
Hadiyyah: Pemberian tanpa ada imbalan untuk memuliakan tanpa memakai serah terima. (I‟anah, juz III, hal. 144)
Hadyu: Kurban yang sunnah dilakukan orang yang pergi ke Makkah baik bertujuan haji maupun tidak. (I‟anah, juz II, hal. 330)
Hafir: Penjaga keamanan yang disewa untuk mengawal para jama‟ah haji selama dalam perjalanan. (Tahrir / Lughat Fiqh, hal. 136)
Hai’ah Muzriyah: Memikul mayat dengan cara-cara merendahkan kehormatannya (dengan unsur penghinaan) seperti diletakkan dalam karung. (Hawasyi Madaniyyah, hal. 100)
Haidl: Darah yang keluar dari farji (vagina) wanita yang sudah berumur sembilan tahun atau kurang sedikit (kurang 16 hari) karena sakit dan tidak karena melahirkan. (Fathul Qorib, hal. 16)
Hailulah: Pengganti sementara berupa qimah (nilai barang), seperti wakil menjual dengan harga yang rendah, maka wakil harus mengganti harga barang tersebut selama belum bisa mengembalikan barang yang telah ia jual. (Jamal, juz III, hal. 409 & 480, Tuhfah, juz VI, hal. 135 dan Jamal, juz III, hal. 253)
Hajab: Terhalangnya orang yang sebenarnya bisa menerima warisan, baik terhalang secara keseluruhan atau dari bagian yang sempurna.
Hajfal: Pasukan perang yang terdiri dari 4000 personil sampai tak terbatas. (Qalyubi, juz IV, hal. 217)
Hajju: Menurut bahasa adalah pergi menuju ke suatu tempat, menurut syara‟ adalah ibadah menuju Baitullah dalam rangka mengerjakan rangkaian manasik.
Halul: Kontan
Haqq / Huquq: Hak seseorang yang bisa mencakup harta, manfaat, ihtishas, atau tahajjur, mengenai pengertian ihtishash, tahajjur, lihat bab muamalah. (I‟anah, juz IV, hal. 136)
Haqqut Tahajjur: Hak pelarangan, seperti memberi tanda pada bumi yang tidak ada pemiliknya, artinya dialah yang lebih berhak dari orang lain. (Bajuri, juz II, hal. 41, Tuhfah juz VI, hal. 213)
Harakah Ikhtiyar: Yaitu gerakan tubuh yang disertai kesadaran dan masih dapat membedakan, dan setelah beberapa hari meninggal dunia. (Jamal, juz V, hal. 05)
Harakah Madzbuh: Gerak yang sudah tidak dapat melihat, mengucapkan bukan harakat ikhtiyar. (Jamal, juz V, hal. 05)
Harakah Mustamirah: Gerakan tubuh yang masih bertahan lama. (Jamal, juz V, hal. 05)
Harim / Harimul Masjid: Tempat yang bertautan dan dijadikan sarana pelengkap (untuk kemaslahatan masjid) seperti tempat sandal. („Ianatut Thalibin, juz II, hal. 27)
Harishah: Kulit yang lecet. (Fathul Qarib, hal. 54)
Hasib: Orang yang berpedoman pada putaran bulan. (Jamal, juz II, hal. 305)
Hathim: Tempat di dekat Ka‟bah konon kabarnya merupakan makam ribuan Nabi, termasuk Nabi Isma‟il dan ibunda beliau. (Qolyubi, juz III, hal. 105)
Haul: Satu tahun penuh, Satu haul: batas waktu mengeluarkan zakat.
Hawalah: Pemindahan tanggung jawab muhil pada muhal alaih atas piutangnya muhtal.
Hayawan Muhtaram: Binatang atau manusia yang mendapatkan perlindungan syara‟ dalam arti haram dibunuh. (Tuhfah, juzI, hal. 338)
Hibah bits Tsaub: Pemberian dengan mensyaratkan imbalan. Hibah ini hukumnya seperti jual beli. (Lughat Fiqh, Hal. 240)
Hibah: Pemberian tanpa imbalan pada seseorang dengan menggunakan kata serah terima.
Hijr: Pencegahan penggunaan harta. (Tuhfah, juz V, hal. 159)
Hirz: Tempat yang bisa melindungi benda yang berada di dalamnya.
I’arah: Memilikan manfaat kepada seseorang tanpa meminta ongkos.
Ibahah: Memperbolehkan seseorang untuk mengambil barang / harta yang dimiliki bukan dengan jalan tamlik (memilikkan) seperti jamuan tamu tidak boleh dibawa atau diberikan pada orang lain. (I‟anah, juz III, hal. 142, dan Jamal, juz II, hal. 594)
Ibnus Sabil: Orang yang memulai perjalanan dari Balad zakat atau orang yang melewati baladuz zakat dengan perjalanan yang diperbolehkan oleh syara‟. (Fathul Qorib, hal. 284)
Iddah: Masa penantian seorang wanita yang ditinggal mati atau diceraikan suaminya atau diwathi syubhat. (Al-Bajuri, juz II, hal. 173)
Ifrad: Melaksanakan ihram umrah terlebih dahulu kemudian baru melaksanakan ihram haji dari Makkah.
Iftirasy: Duduk dengan meletakkan pantat di atas mata kaki kiri sedangkan kaki kanan ditegakkan dengan menghadapkan ujung jari ke arah kiblat. (Jamal, juz I, 14)
Ihalah: Proses perubahan dari satu sifat ke sifat lain, seperti khomer menjadi cuka. (Syarah Ghoyatul Ikhtishor)
Ihdad: Tidak merias diri, baik dengan pakaian, wangi-wangian atau perhiasan bagi istri yang ditinggal mati suaminya.
Ihram Mutlaq: Niat ihram yang masih belum ditentukan, sehingga dapat dipakai untuk haji dan umrah atau salah satu keduanya. (Kifayatul Akhyar, hal. 220)
Ihshar „Am: Terhalang melaksanakan / menyempurnakan ihram dari segala arah jalan dikarenakan ada musuh, keadaan ini menyebabkan diperbolehkan Tahallul dengan wajib membayar Fidyah. (Al-Mahalli, juz II, hal. 147)
Ihshar Khash: Terhalang dari melaksanakan / menyempurnakan ihram dari segala sebab-sebab selain di atas (ada musuh) seperti dipenjara, dicegah oleh orang yang memberi hutang dan sebagainya. (Bujairimi Khotib, juz II, hal. 402)
Ihtikar: Membeli makanan pokok pada waktu harga tinggi untuk ditimbun, lalu dijual dengan harga lebih murah yang lebih tinggi di tempat yang sama. (Tuhfah, juz IV, hal. 318)
Ihya‟ul Mawat: Mengelola (menghidupkan) I‟anah mati (tak bertuan)
Ijarah „Ain: Akad sewa manfaat yang berhubungan langsung dengan sesuatu yang telah disewa (bukan dzimmah), sehingga sesuatu yang disewakan tidak bisa diganti dengan yang lain. (Madzahibul Arba‟ah, juz III, hal. 111)
Ijarah fidz Dzimmah: Akad sewa benda yang tidak berhubungan langsung dengan sesuatu yang disewa tapi manfaatnya, namun disifati dalam tanggungan, sehingga boleh diganti dengan sesuatu yang lain. (Madzahibul Arba‟ah, juz III, hal. 111)
Ijarah: Akad yang dilakukan untuk memungkinkan orang lain mengambil manfaat dengan cara sewa. Akad ini dalam perundang-undangan disebut akad terbatas.
Ikhtilaful Mathali‟: Beda pandang mengenai tempat-tempat melihat bulan dengan pengertian dua tempat yang berjauhan, batasnya bila di salah satu tempat bisa terlihat bulan di lain tempat tidak bisa. Beda pandang tersebut dapat terjadi paling jaraknya dua puluh empat farsakh. (Tuhfah, juz III, hal. 403)
Ikhtilash: Mengambil / merampas secara terang-terangan dengan mengandalkan kecepatan berlari. (Tuhfah, juz V, hal. 12, Bajuri, juz I, hal. 2, Bujairimi Khatib, juz III, hal. 138)
Ikhtishash: Hak guna pada barang-barang yang tidak bisa dimiliki bendanya, seperti barang najis, dll.
Imam: Pemimpin tertingi Negara, sinonim dengan kata Imamah, khalifah, Imarah. (Lughat Fiqh / Tahrir, hal. 336)
Iq‟a‟: Meletakkan pantat dan mengangkat kedua paha dan betis. (Nadzam Zubad)
Iqalah: Permintaan pembatalan transaksi oleh pembeli pada penjual, dan konsekwensinya pembeli mengembalikan Mabi‟ dan penjual mengembalikan tsaman. (I‟anah, juz III, hal. 85)
Iqrar: Pengakuan seseorang terhadap hak orang lain yang ada pada dirinya. (I‟anah, juz III, hal. 78)
Iqtha‟: Kepala Negara memberika sebidang I‟anah negara kepada seseorang yang dipandang cakap (layak) untuk menerimanya, prakterk ini disebut Iqtha‟ tamlik atau bisa juga berarti menentukan sebidang I‟anah matai atau I‟anah negara untuk seseorang yang karenanya dia berhak untuk mengelola I‟anah tersebut. Praktek ini disebut Iqtha‟ Irfa‟.
Isghath: Memasukkan obat lewat hidung (senggruk:jw). Hal ini membatalkan puasa. (Qolyubi, juz II, hal. 56)
Istibdal/I‟tiyadl: Menjual piutang kepada orang yang punya hutang. (Bujairimi Khatib, juz II, hal. 19)
Istibra‟: Masa penantian seorang budak perempuan disebabkan berganti tuan atau dimerdekakan atau ditalaq suaminya. (Al-Bajuri, juz II, hal. 180)
Istidbar: Menurut Ibnu Hajar: memalingkan kemaluan ke arah lawan kiblat, menurut Ibnu Qosim: memalingkan dada ke arah lawan kiblat. (Jamal, juzI, hal. 83)
Istihadlah: Darah yang keluar dari farji (vagina) wanita selain haid dan nifas. Macam-macam darah istihadlah haid ada 7 macam yaitu:
Istimna‟: Berusaha mengeluarkan sperma tanpa persetubuhan, baik yang diharamkan seperti onani atau yang diperbolehkan seperti onani dengan menggunakan tangan istrinya. (Tuhfah, juz III, hal. 403)
Istiqbal: Menurut Ibnu Hajar: Menghadapkan kemaluan ke arah qiblat ketika qodli hajat. Menurut Ibnu Qosim: menghadapkan dada ke arah kiblat ketika qodli hajat. (Jamal, juzI, hal. 83)
Istirqa‟: Menjadikan budak pada tawanan perang ketika ada maslahah menurut pertimbangan imam. (I‟anah, juz IV, hal. 200)
Istisqa‟: Permintaan hujan ketika dibutuhkan baik dengan cara do‟a setelahnya shalat atau shalat dengan cara-cara tertentu. (Bajuri, juz I, hal. 223)
Istithraq: Dapat langsung sampai ke imam.
Ithalah Ghurrah: (memanjangkan ghurrah) berarti: menambah basuhan pada muka melebihi kewajibam yang ada. Hukumnya sunnah. (Jamal, juzI, hal. 131)
Ithalah tahjil: Berarti menambah basuhan pada kaki dan tangan, melebihi kewajiban yang ada. Dan hukumnya sunnah. (Jamal, juzI, hal. 131)
Ithba‟: Melitkan selendang dengan meletakkan bagian tengah ujungnya diletakkan di atas pundak sebelah kiri. (Qolyubi, juz II, hal. 122)
Ittikhadzul Qoidl wal Muqbidl: Berstatus sebagai penerima dan sekaligus menerimakan / menyerahkan, seperti Zaid berkata kepada Umar: “hutangilah saya Rp. 1.000,00 kemudian ambil untukmu sebagai zakatku”. Dalam hal ini Umar berstatus sebagai “Qobid” (penerima) karena dia menerima pemberian zakat Zaid, juga berstatus sebagai “muqbid” (yang menerimakan/menyerahkan) karena dia menghutangi Zaid yang semestinya diterima langsung oleh Zaid sendiri. Praktek semacam ini tidak boleh kecuali menurut Imam Qoffal.
Ittishal Mu‟tad: Terus menerus mengeluarkan darah, yaitu sekira kapas dimasukkan ke dalam farji (vagina) masih ada darahnya meskipun darah tersebut tidak sampai keluar pada bagian yang wajib dibasuh ketika istinja‟. (Hamisy Turmuzi, juzI, hal. 538)
Jahiliyah: Orang yang hidup sebelum terutusnya rasul atau setelah terutus namun dakwah rasul belum sampai padanya. (Qolyubi, juz II, hal. 480)
Jamid: Bukan benda cair, yakni: jika diambil tidak lekas pulih kembali seperti mentega.
Janazah: Mayat yang ada dalam keranda (Mahalli, juz I, hal. 332)
Jaurab: Alas kaki yang terbuat dari bahan kulit. “Jaurab” bisa dikategorikan “Khuf” dengan syarat tebal, bisa mencegah masuknya air, bisa dipakai tanpa tali, tidak tipis bagian telapak kaki. (Majmu, juzI, hal. 499)
Jihad: Perang karena menegakkan agama Allah.
Jihah Mudlahi lit Tahrir : Wakaf yang menurut kesepakatan ulama‟ hak miliknya berpindah kepada Allah, dan tak seorangpun yang berhak secara khusus memiliki benda atau manfaatnya, seperti masjid. (Bughyah, hal. 169)
Jinazah: Keranda mayat (Mahalli, juz I, hal, 322)
Jiryah: Tekanan arus air di antara dua tepi sungai yang dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya gelombang. (Bughyah, hal. 11)
Judzam: Penyakit yang permulaannya nampak kemerah-merahan disekujur tubuh lalu menjadi hitam kemudian putus-putus dan pada akhirnya menyebabkan kerontokan anggota tubuh.
Jurmuq: Menurut bahasa: “Khuf”, menurut istilah fiqhi adalah “khuf” atau alas kaki yang menyerupai “khuf” yang dirangkap.
Kaba'ir: (dosa-dosa besar) menurut para ulama' yang termasuk dosa besar adalah perbuatan-perbuatan yang mendapatkan ancaman keras dari Al Qur'an atau alhadits. Menurut Al Baghawi adalah perbuatan-perbuatan yang menetapkan had, seperti berzina, mencuri harta yang mencapai seperempat dinar dll. Menurut Ibnu 'Abbas ra, dosa-dosa besar jika dihitung ada 70 macam, berkata Said bin Zubair dosa-dosa besar mencapai 700. (Al-Mahalli, juz IV, hal. 342)
Kafa‟ah: Persamaan derajat antara suami istri tanpa memandang pada aib-aib nikah. (I‟anah, juz III, hal. 330)
Kafarah: Arti asal adalah tutup, karena kafarah menutup dosa dan menghilangkannya, kemudian dipergunakan untuk arti denda sabab menyalai aturan, baik menimbulkan dosa seperti jima‟ (bersetubuh) ketika berpuasa, atau tidak, seperti orang yang membunuh secara khoto‟ (tidak sengaja). (Al-Majmu‟, juz VI, hal. 333)
Kasyifah: Rambut tebal, sekira kulitnya tidak tampak ketika sedang bercakap-cakap
Khafifah: Rambut tipis, sekira kulitnya bisa dilihat ketika sedang bercakap-cakap.
Khalifah: Onta yang sudah dipastikan kehamilannya oleh dokter hewan. (Qalyubi, juz IV, hal. 212)
Khamer Muhtaram: Khomer yang mendapat perlindungan Syara‟ dalam arti tidak boleh untuk dimusnahkan atau minuman keras (khomer) yang dibuat dari anggur yang dibuat oleh orang Muslim dengan tanpa dijadikan khomer. Adapun khomer yang dibuat oleh orang kafir dianggap Ghairu Muhtaram secara mutlak. (Tuhfah, juzIII, hal. 330)
Khamis jaisy: Pasukan perang yang terdiri dari 800 sampai 4000 personil.
Kharaj: Pajak hak guna bumi yang dikenakan atas kafir yang aqad shuluh (damai). (I‟anah, juz II, hal. 203)
Kharij: Orang yang tidak menguasaai hak-hak yang dipersengketakan. (I‟anah, juz IV, hal. 259)
Kharithah: Organ kepala setelah Qahfu, Kharithah memuat urat-urat saraf yang dinamakan otak. Sedangkan luka yang sampai ke kharithah dinamakan Ma‟munah. (Qolyubi, juz II, 56)
Kharshu: Menerka kurma basah yang berada di ata pohon kepada kurma kering. (Lughat Fiqh, hal. 112)
Khata‟ul Mahdl: Pemukulan atau sejenisya yang dilakukan seseorang terhadap sesuatu seperti hewan buruan ternyata sasaran meleset kemudian mengenai seseorang lalu tewas. (Fathul Qarib, hal. 53)
Khitbah: Permohonan calon suami kepada calon istri untuk dinikahi. (Jamal, juz IV, hal. 128)
Khiyanah: Mengingkari hal yang dipercayakan. Menurut pendapat yang masyhur sariqoh, muharabah, ikhtilas, khiyanah tidak dikategorikan ghosob walaupun sama-sama menguasai hak orang lain dengan jalan yang tidak dibenarkan syara‟ dikarenakan cara penguasaannya sudah berbeda. (Tuhfah, juz V, hal. 12, Bajuri, juz I, hal. 2, Bujairimi Khatib, juz III, hal. 138)
Khiyarul „Aib: Hak pilih untuk mengembalikan Mabi‟ atau tsaman yang disebabkan Aib (cacat) yang wujud sebelum serah terima.
Khiyarul Majlis: Masa diperbolehkan menentukan dua pilihan antara meneruskan akad atau membatalkan sebelum berpisah dari tempat transaksi. (I‟anah, juz III, hal. 26)
Khuf: Alas kaki yang menutupi telapak sampai mata kaki baik terbuat dari kulit, bulu, kain, kayu dan lain-lain. Untuk yang terbuat dari bahan selain kulit dinamakan jaurab. (Majmu‟, juzI, hal. 496)
Khufarah: Ongkos untuk biaya pengamanan selama dalam perjalanan.
Khulu‟: Perceraian berdasarkan permintaan istri, dengan syarat menyerahkan iwadl (ganti rugi) kepada suami.
Khuqnah: Memasukkan obat lewat dubur. Hal ini dapat membatalkan puasa. (As-Syarqowi, juz I, hal. 423)
Kitabah: Orang kafir perempuan yang berpedoman pada kitab Taurat dan Injil yang asli. (I‟anah, juz III, hal. 294-295)
Kitabah: Memerdekakan budak dengan syarat dua kali angsuran atau lebih.
Laba‟: Air susu yang pertama keluar setelah melahirkan. (Al-Mahalli, juz IV, hal. 124)
Labud: Alas kaki yang terbuat dari bahan bulu atau rambut yang dilekatkan. (Kamus Al-Mishbah)
Laddzzah: Merasakan nikmat / ladzat dengan apa yang dilihatnya. (I‟anah, juz II, hal. 122)
Lahad: Liang lahat.
Lailatul Qadar: Malam keutamaan, malam keputusan, malam penentuan.
Laqith: Anak temuan.
Lasuq: Sesuatu yang ditempelkan pada luka seperti kapas atau kain kasa. (Bajuri, juzI, hal. 55)
Lasyiq: Liang cempuri.
Lauts: Bukti yang mendukung dakwaan yang memperkuat atas kebenaran dakwaan. Menurut Asy-Syafi‟I identik dengan dalil. (Lughat Fiqh / Tahrir, hal. 339)
Li‟an: Kalimat tertentu yang dijadikan argumen oleh suami di hadapan hakim untuk menuduh zina kepada si isti. (Al-Bajuri, juz. II, hal. 168)
Lubsul Muhith: Memakai sesuatu yang meliputi atau melingkari badan baik dengan cara dijahit, ditenun, diikatkan atau dilekatkan dengan mamakai lem. Hukumnya haram bagi laki-laki ang sedang melakukan ihram. (Fathul Qorib (Hamisy Bajuri), juz II, hal. 289)
Luqathah: Barang temuan yang ditemukan di tempat-tempat umum, seperti masjid, jalan umum, dan lain-lain, atau berada di tempat yang bukan semestinya serta tidak diketahui pemiliknya disebabkan keteledoran.
Ma‟ syafan: Air yang turun bintik-bintik bersamaan dengan hembusan angin yang tidak begitu kencang. (Al-Baijuri, juzI, hal. 27)
Ma‟ tsalj: Air yang turun dari langit dlam keadaan cair kemudian setelah sampai di bumi menjadi beku karena pengaruh cuaca yang sangat dingin. (Al-Baijuri, juzI, hal. 27)
Ma‟bardi: Air yang turun dari langit dalam keadaan membeku kemudian setelah jatuh ke bumi menjadi cair. (Al-Baijuri, juzI, hal. 27)
Ma‟dan Bathin: Tambang yang kandungannya tidak bisa langsung diambil tanpa digali seperti tambang emas, perak, dll. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 199)
Ma‟dan Dlahir: Tambang yang kandungannya bisa langsung diambil tanpa digali seperti tambang belerang, dll. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 199)
Ma‟dan: Harta tambang berupa emas dan perak.
Ma‟dlub: Orang yang fisiknya lemah sehingga tidak mampu melaksanakan haji meskipun ditandu, sedangkan jarak yang di tempuh ke Makkah ada dua marhalah atau lebih. (Nihayatuz Zain, hal. 202)
Ma‟mulah: Luka yang sampai tempurung kepala.
Ma‟mum Muwafiq: Makmum yang menemukan waktu yang cukup untuk membaca Al-Fatihah. (Jamal, juz I, hal. 15)
Ma‟Mutlaq: Air yang tidak terikat dengan nama atau qoyyid tertentu yang selalu melekat.
Maghsyus: Emas campuran (tidak murni)
Mahal tahdzif: Tempat tumbuhnya rambut tipis, terbentang mulai permulaan idzar sampai Naz‟ah, disebut Mahal tahdzif, karena biasanya perempuan dan para bangsawan mencukurnya supaya wajahnya kelihatan lebih lebar.
Mahallul Amal: Sasaran pekerjaan, seperti si A menyewa si B untuk menjahit baju putih, menjahit merupakan amal dan baju putih adalah mahalul amal.
Mahmil: Sekudup, tutup dari kayu yang diletakkan di samping atas onta. (Busyro Al-Karim, hal. 105)
Mahr / shadaq: Manfaat atau harta yang wajib diserahkan kepada istri dengan sebab nikah, wathi syubhat atau mati. (Bajuri, juz II, hal. 122)
Mahr Mitsli: Mahar yang biasa diberikan pada perempuan yang sederajat dengan istri, atau dengan melihat kerabat-kerabatnya. (Bajuri, juz II, hal. 124)
Mahr Musamma: Mahar yang disebutkan pada waktu akad.
Mahramiyyah: Sifat yang menyebabkan haramnya nikah. (I‟anah, juz III, hal. 290)
Makkiyi: Orang yang berada di Makkah baik penduduk asli atau bukan (mukim atau bukan). (Nihayatuz Zain, hal. 207)
Maksud yang terkandung adalah pada malam itu para Malaikat diperintah Allah untuk mencatat segala amal dan pembagian rizki, ajal dan lain sebagainya, dari semua perkara yang akan terjadi pada tahun itu. Disunnahkan selalu berusaha untuk menemui Lailatul Qadar. (Al-Majmu‟, juz IV, hal. 447)
Mal Dla‟i: Barang yang lepas dari pemiliknya tanpa disebabkan keteledoran seperti tertiup angin atau terbawa arus ombak.
Mal: Sesuatu yang bisa dimiliki bendanya, walaupun tidak mempunyai nilai seperti dua biji gandum. (Tuhfah, juz VI, hal. 375)
Manafidul Mayyit: Anggota yang wajib dibasuh ketika memandikan mayat seperti; mata, hidung, mulut, dubur, qubul. (Mahalli, juz I, hal. 330)
Manfaat Mutaqawwamah: Manfaat yang patut diberi imbalan
Mani ghairu mustahkim: Mani (sperma yang keluar secara tidak normal/sakit seperti ketika kantong sperma pecah. Hal ini tidak mewajibkan mandi secara mutlak. (Al-Bajuri, juzI, hal. 74)
Mani mustahkim: Mani (sperma) yang keluar secara normal.
Mani‟: Benda cair, yakni: jika diambil segera pulih kembali (I‟anah, juzI, hal. 29)
Manjaniq: Alat untuk melempar batu, berasal dari bahasa Persi yang dimasukkan ke dalam bahasa Arab. (Qalyubi, juz IV, hal. 153)
Mann: Memberikan anugerah (amnesty) kepada tawanan perang dengan cara melepaskan (tanpa diminta ganti rugi) hal ini bisa dilakukan oleh imam, jika menampakkan Izzul Islam (keluhuran Islam). (I‟anah, juz IV, hal. 200)
Maradl Makhuf: Sakit yang biasanya menyebabkan kematian, seperti diare (jw murus) yang terus menerus. (Lughat Fiqh, hal. 241)
Maradl Yasir: Sakit yang belum sampai batas diperbolehkan bertayammum. (As-Syarqowi, juz I, hal. 441)
Marham: Obat yang dioleskan atau ditaburkan di atas luka. (Bajuri, juzI, hal. 55)
Marma: Lubang tempat berkumpulnya kerikil pelempar jumrah, ukurannya tiga dzira‟ mengelilingi syakhish (tugu pelemparan, kecuali jumrah aqabah yang mempunyai satu arah pelemparan saja) (Qolyubi, juz II, hal. 122)
Masafah Adwa: Jarak tempuh yang batasnya, bepergian setelah fajar dan kembalinya pada awalnya malam. (Bughyah, hal. 250)
Masakin: Orang yang mempunyai harta namun belum mencukupi kebutuhannya secara sempurna, seperti kebutuhannya 10 dirham namun dia hanya mempunyai 5 dirham. (I‟anah, juz I, hal. 187-189)
Mashalihul Masjid: Semua bentuk imaratul masjid dan minuman muadzin, imam, lampu dan minyak penerangan. (Qalyubi, juz III, hal. 106)
Masing-masing dari 7 macam di atas mempunyai hukum yang tersendiri.
Masjid: Tempat yang disediakan untuk shalat dan bisa digunakan untuk i‟tikaf (masjid pasti berupa wakafan).
Masy‟aril Haram: Bukit kecil yang berada di pinggiran Muzdalifah. Bukit ini juga disebut dengan Qozah, tempat ini merupakan tempat wuquf yang paling utama. Menurut Muhadditsin seluruh Muzdalifah dinamakan dengan Masy‟aril Haram. (I‟anah, juz II, hal. 131)
Masyaqqah Syadidah: Kepayahan yang sampai batas diperbolehkan bertayammum. (As-Syarqowi, juz I, hal. 441)
Masyi: Bijian berwarna biru bulat lebih kecil dari himmas (sejenis kacang) terdapat di Syam dan Hindi. (Lughat Fiqh, hal. 112)
Masyihah: Luka tulang, baik nampak atau tidak.
Maudli‟ Salh: Tempat diantara dua Naz‟ah adalah ubun-ubun yang tidak ditumbuhi rambut. Ini bukan termasuk wajah. (I‟anah, juzI, hal. 39)
Mengumpulkan dua akad yang berbeda hukumnya, seperti mengumpulkan akad bai‟ dengan akad ijarah. (Jamal, juz III, hal. 94. Qolyubi juz III, hal. 186)
Mengumpulkan dua barang dalam satu akad, yang masing-masing bisa diakadi sendiri dan salah satunya rusak sebelum diserahkan.
Menjual dua benda yang sah dijual dan benda yang tidak sah dijual secara bersamaan, dalam satu akad, seperti penjual beras dan khomer.
Milku: Ketetapan Syara‟ atas hak guna (penggunaan) dan imbalan pada benda atau manfaat. (Al-Asybah, hal. 191. dan Raddul Mukhtar juz VII hal. 122)
Mishir: Pemukiman yang terdpat hakim syar‟i, polisi, pasar. Adapun yang dikehendaki dalam bab Jum‟at adalah tempat pemukiman ahlu Jum‟at baik verupa qoryah, balad, atau mishir. (I‟anah, juz II, hal. 59)
Mitsli: Barang yang bisa ditukar atau ditimbang menurut Syara‟ dan sah diakadi salam. (I‟anah, juz III, hal. 128)
Mu‟adah: Suatu permasalahan dikembalikannya status saudara sekandung menjadi saudara seayah dengan tujuan agar bagian kakek berkurang, kemudian saudara sekandung kembali kepada status semula, sehingga saudara seayah
terhalang. Rukunnya ada empat, kakek, seorang saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, ahli waris yang mendapat bagian pasti.
Mu‟awadlah Ghairu Mahdlah: Transaksi timbal balik yang tidak fasid (tetap berlangsung) walaupun Muqobilnya rusak seperti nikah, tetap berlangsung meskipun maharnya rusak, namun harus diganti dengan Mahar Mitsil. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 27)
Mu‟awadlah Mahdlah: Transaksi timbal balik yang menjadi fasid sebab rusaknya Muqobil, seperti ba‟i bisa fasid disebabkan fasidnya salah satu Mabi‟ atau tsaman. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 27)
Mu‟sir: Orang yang tidak mempunyai kelebihan-kelebihan untuk makan dirinya dan keluarganya di waktu siang dan malam, serta tidak memiliki pakaian dan rumah yang layak.
Muajjal: Tempo
Muallaf: Ada empat macam:
Mub'adz: Budak yang belum merdeka secara penuh (merdeka hanya sebagian saja).
Mubarazah: Tanding satu lawan satu dari delegasi kedua pasukan.
Mubayanah: Ketiak ada dua bilangan yang berbeda, sedang yang kecil tidak bisa menghabiskan angka yang besar, juga tidak ada selain keduanya kecuali angka satu yang bisa menghabiskan, maka salah satu angka tersebut dikalikan pada yang lain, seperti: 3 dengan 4 dan 2 dengan 3.
Mudakholah: Ketika ada dua bilangan yang berbeda, bilangan yang kecil bisa menghabiskan yang besar dengan dua kali pengurangan / pembagian atau lebih, sepertiga dengan enam. Bilanga yang lebih besar dijadikan asal masalah.
Mudda‟a alaih: Orang yang perkataannya sesuai dengan keadaan lahir (dhahir). (I‟anah, juz IV, hal. 136)
Mudda‟i: Orang yang persaksiannya (baca tuduhannya) tidak sesuai dengan keadaan dhahir (lahir). Yang dimaksud keadaan lahir ialah bebasnya seseorang dari tanggungan. (I‟anah, juz IV, hal. 136)
Muflis: Orang yang jatuh pailit, (hutang yang harus dilunasi melebihi kekayaannya). Muflis ini harus melalui ketetapan hakim. (Tuhfah, juz V, hal. 119)
Muhadzir: Dokumen pengadilan yang mencatat orang-orang yang bersengketa serta ketetapan hukum (vonis) dan pelaksanaannya. (Lughat Fiqh / Tahrir, hal. 332)
Muhal alaih: Orang yang pemindahan hutangnya dipindah pada muhtal.
Muhallil: Lelaki yang menikahi perempuan yang tertalaq tiga/dua (bagi budak perempuan) dengan tujuan bisa dinikahi oleh suami pertama.
Muharabah: Mengambil / merampas barang di daerah yang sepi secara terang-terangan dengan mengandalkan kekuatan. (Tuhfah, juz V, hal. 12, Bajuri, juz I, hal. 2, Bujairimi Khatib, juz III, hal. 138)
Muhdit: Orang yang berhadats, ketika dimutlakkan maka yang dimaksud adalah: orang yang berhadats kecil.
Muhil: Orang yang memindah hutang.
Muhtadhar: Orang dalam keadaan sakaratul maut.
Muhtal: Orang yang menerima pemindahan hutang.
Mujawir: Benda yang tidak larut dalam air (bisa dipisahkan/dibedakan dari air) (I‟anah, juz.I, hal.29)
Mukafa‟ah: Persamaan yang dimiliki oleh pembunuh dan yang terbunuh dalam segi iman, aman, merdeka, sifat asal, sayid. (Qalyubi, juz IV, hal. 106)
Mukatib: Budak yang dimerdekakan dengan syarat membayar iwadl (ganti rugi) dengan dua kali angsuran atau lebih.
Mukhabarah: Mengelola I‟anah dengan mendapat imbalan hasil dari penghasilan I‟anah tersebut, sedangkan bibitnya dari pengelola. (Bughyah, hal. 163, I‟anah, juz III, hal. 125)
Mukhalith: Benda yang larut dalam air (tidak bisa dipisahkan) (I‟anah, juz I, hal. 29)
Mukhtashariyyatu Zaid: (hasil masalah ringkasan Zaid) ialah masalah yang pada asalnya bisa utuh dari 108 dengan system pembagian Muqosamah (bagi rata) dan diringkas secara utuh dari 54 dengan pengambilan dari 1/3 sisa. Adapun rukunnya adalah, ibu, kakek, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah, saudara laki-laki seayah yang semuanya hanya seorang.
Multazam / mad‟a: Merupakan tempat mustajab terletak di anrata sudut dan pintu Ka‟bah. (Lughat Fiqh, hal. 159)
Mumatsalah: Ketika ada dua bilangan yang sama dalam hitungannya, seperti 2 dengan 2 dan 6 dengan 6, maka yang dibuat asal masalah adalah salah satunya.
Munajjim: Orang yang beritikad bahwa awalnya bulan, adalah munculnya bintang A, misalnya. (Jamal, juz II, hal. 305)
Munasakhat: Ialah perombakan masalah pembagian harta sebelum harta dibagikan, karena ada ahli waris yang meninggal lagi, baik satu orang atau lebih.
Munasyarah Mufakhadzah: Pemilik I‟anah menyerahkan I‟anahnya yang masih belum siap tanam pada pengelola hingga siap ditanami dengan imbalan sebagian dari tanaman. (Bughyah, hal. 163, Syarwani juz VI, juz III, hal. 108)
Munjaz: Tidak ditangguhkan pada sesuatu (bukan mu‟allaq)
Munqilah: Tulang yang berpindah dari tempat asal.
Murdlihah: Luka yang menampakkan tulang.
Murtaziqah: Prajurit yang sudah masuk dalam daftar administrasi militer Negara, sesuai dengan ketentuan imam dan memenuhi persyaratan umum (Islam, merdeka, mukallaf, sehat). (Kifayatul Akhyar, juz II, hal. 215)
Muru'ah: Berperilaku dengan perilaku-perilaku mubah yang sesuai dengan budaya yang berlaku pada suatu zaman dan tempat. (Al-Mahalli, juz IV, hal. 321)
Musaqoh: Menyirami pohon kurma atau anggur dan merawatnya dengan mendapat imbalan bagian tertentu dari buahnya. Menurut qoul qodim yang didukung oleh syaikhoni, Imam Malik, Imam Ahmad, bahwa musaqoh diperbolehkan pada setiap pohon yang membutuhkan pengairan. (I‟anah, juz III, hal. 125)
Mushaf: Menurut Urf: Kalamnya Allah yang ditulis diantara dua sampulnya. Sedangkan Mushaf pada bab ini ialah setiap tulisan Al Qur‟an yang ditulis untuk tujuan dirosah (dibaca) bukan untuk Tabarruk (ngalab berkah) seperti untuk Azimat. Hukum menyentuhnya haram bagi orang hadats, menurut pendapat yang diriwayatkan Ibnu Sholah diperbolehkan bagi orang hadats. (Tausyih, hal. 46)
Mushaharah: Illat yang menyerupai hubungan kerabat yang disebabkan adanya pernikahan. (Jamal, juz IV, hal. 474, Bujairimi Khatib, juz II, hal. 324)
Mushalla: Tempat yang disediakan untuk shalat namun tidak bisa dibuat tempat i‟tikaf (mushalla belum tentu berupa wakaf)
Mustaghna „anhu: Benda-benda yang bisa terhindar dari air, seperti dedaunan yang tumbuh di sekitar kolam. (Jamal, juzI, hal. 31)
Mustahab: Kesunahan yang tidak harus didahulukan dari yang lain, kebalikannya mustahaq.
Mustahaq: Kesunahan yang harus didahulukan dari kesunahan yang lain, jika diakhirkan tidak mendapat pahala, seperti mendahulukan membasuh tangan dari berkumur. (Bajuri, juzI, hal. 54)
Mustalhaq: Orang yang ditemukan nasabnya.
Mustalhiq: Orang yang mempertemukan nasab untuk dirinya.
Musya‟: Benda yang dimiliki dua orang atau lebih tanpa diketahui bagian masing-masing.
Musyatharah mukhala‟ah mugharasyah munashabah: Pemilik I‟anah menyerahkan I‟anahnya pada pengelola untuk ditanami pohon, kemudian pohon dimiliki berdua atau bertiga dengan orang yang mengelola pohonnya. (Bughyah, hal. 163, Syarwani juz VI, hal. 108)
Musytarak: Persyarekatan bagian harta antara saudara sekandung da saudara seibu. Adapun rukunnya ada empat, suami, ibu da seatasnya baik dari ibu atau ayah, beberapa saudara seibu, saudara laki-laki sekandung baik tidak bersamaan saudara perempuan seorang atau lebih atau bersamaan dengannya. Musytarak juga disebut Himariah, Tamiah, Hajariah, Mimbariah.
Mutahajjir: Orang yang memasang tanda batas wilayah dari I‟anah mati yang akan dimiliki atau dari fasilitas umum sehingga orang lain tidak boleh menyerobot wilayah tersebut (bab huquq al musyarakah). (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 166 dan Tuhfah juz VI, hal. 212)
Mutamawwal: Sesuatu yang punya nilai meskipun sedikit dan bermanfaat. Jadi setiap mutamawwal pasti Maal. (Tuhfah, juz II, hal. 375)
Mutaqawwim: Barang selain mitsli, kecuali dalam bab Ijarah yang dimaksud adalah manfaat yang mempunyai nilai (qimah) baik berupa mitsli atau bukan. (I‟anah, juz III, hal. 110)
Mutlaqut Tasharruf: Pengertian sebenarnya adalah orang yang bebas dalam segala bentuk penggunaan harta, namun yang dimaksud adalah: orang yang diperbolehkan syara‟ dalam penggunaan harta, walaupun tidak bebas pada segala bentuk penggunaan (bukan mahjur alaih), maka walinya mahjur alaih, wakil dan budak yang diizini untuk bekerja pada hakekatnya bukan mutlaqut tasharruf, karena walinya mahjur alaih bukan ahliyyatut tabarru‟, sedang wakil dan budak yang diizini bekerja, hak penggunaan hartanya sebatas yang diizini muwakkil (orang yang mewakilkan) dan tuannya. (Jamal, juz III, hal. 266)
Muwafaqah: Yaitu ketika ada dua bilangan yang berbeda sedangkan angka yang kecil tidak bisa menghabiskan angka yang besar, tetapi ada angka selain keduanya (bukan angka satu) yang bisa menghabiskan keduanya, seperti 6 dengan 8 da 4 dengan 6 (keduanya bisa dihabiska dengan angka 2) maka salah satunya dibagi dengan angka yang bisa menghabiskan dan hasil pembagiannya dikalikan dengan angka yang lainnya (yang tidak dibagi) yaitu 24 dan 12 (dari contoh di atas).
Muwalat: Mengerjakan rukun yang lain sebelum anggota yang telah dibasuh kering dalam keadaan cuaca, suhu badan, waktu dan tempat yang sedang (tidak terlalu panas atau dingin). Muwalah hukumnya sunnah kecuali bagi Daimul hadats (orang yang terus-menerus berhadats) (I‟anah, juzI, hal. 54)
Muzara‟ah: Mengelola I‟anah dengan mendapat imbalan hasil dari penghasilan I‟anah tersebut, sedangkan bibitnya dari pemilik I‟anah.
Muzhiq: Perkara yang mempercepat kematian. (Qalyubi, juz IV, hal. 106)
Na‟syu / Sarir: Keranda mayat yang masih kosong. (Hawasyi Madaniyah, hal. 100)
Nabidz: Minuman keras yang dibuat dari bahan selain anggur. (Tuhfah, JuzI hal. 303)
Nadb: Membangga-banggakan kebaikan mayat dengan tujuan menyombongkan diri. (Hasyiah Jamal, juz II, hal. 215)
Nadhir „Amm: Imam, qodli, hakim, ulama‟.
Nadhir Khash: Orang yang ditunjuk menjadi nadzir.
Nadhir: Bintik hitam yang merupakan tempatnya melihat, yang berada di tengah-tengah hitam yang besar di mata. (Qalyubi, juz IV, hal. 135)
Nadhir: Orang yang bertugas mengurusi imarah, ijarah (menyewakan benda wakaf) merawat mauquf dan penghasilannya sekaligus membagikan pada orang yang berhak menerima. (I‟anah, juz II, hal. 185)
Nadzar Lajaj: Nadzar yang mengandung dorongan untuk melakukan atau menghindari sesuatu atau membuktikan kebenaran berita. (Al-Bajuri, juz II, hal. 314)
Nadzar Tabarrur: Nadzar yang tidak digantungkan pada sesuatu, atau nadzar yang digantungkan pada sesuatu yang disenangi. (Al-Bajuri, juz II, hal. 311)
Nadzar: Kesanggupan melaksanakan perbuatan-perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah (bukan wajib/sunnah). (Al-Bajuri, juz II, hal. 314)
Nafal Mutlaq: Shalat sunnah yang tidak mempunyai sebab dan tidak ditentukan waktunya.
Nafar Awwal: Pemberangkatan awal ialah: meninggalkan Mina pada hari tasyriq kedua (tanggal 12 Dzulhijjah) dan perginya setelah melempar jumrah tanggal 12 Dzulhijjah setelah Dhuhur sebelum Maghrib. Menurut sebagian ulama Hanafiah Nafar Awwal boleh dilakukan sebelum dhuhur setelah melempar jumrah dan menurut Abu Hanifah boleh sebelum fajar tanggal 13 Dzulhijjah. (Busyro Al-Karim, hal. 104. Mughni Ibnu Abi Qodamah, Irsyadus Sari Ila Mansakil Mala Ali Al-Qori, hal. 162 dan 163)
Nafar Tsani: Meninggalkan Mina pada hari tasyrik ke tiga (tanggal 13 Dzulhijjah). (Busyro Al-Karim, hal. 104)
Najasah Ainiyah: Najis yang bisa dideteksi oleh perasa, pembau, penglihatan. (Tuhfah, juzIII, hal. 317)
Najasah Hukmiyah: Najis yang tidak bisa dideteksi oleh perasa, pembau, penglihatan. (Tuhfah, juzIII, hal. 317)
Najasah Mughalladzah: Najis babi atau anjing atau keturunan kedua binatan tersebut. (Jamal, juzI, hal. 182)
Najasah Mukhaffafah: Najis yang berupa air kencing anak laki-laki di bawah usia dua tahun yang hanya mengkonsumsi ASI dan obat-obatan. (Tuhfah, juzIII, hal. 325)
Najasah Mutawassithah: Najis selain Mughalladzah dan Mukhaffafah.
Najasah: Benda-benda yang menjijikkan yang mencegah sahnya shalat ketika tidak ada hal-hal yang meringankan (keadaan tertentu yang memperbolehkan shalat, seperti ketika tidak ada alat bersuci, maka diperbolehkan shalat meskipun terkena najis. (Tuhfah, juzI, hal. 287)
Nakhamah: Kotoran atau dahak yang berasal dari otak atau perut. (Qolyubi, juz II, hal. 55)
Naqd Balad: Alat transaksi di suatu daerah baik berupa emas, perak atau bukan (dalam bab wakalah). (Bughyah, hal. 151)
Naqd: Mata uang yang terbuat dari emas dan perak.
Naqlul Yad: Memindah kekuasaan (pemindahan kekuasaan atas benda yang tidak bisa dimiliki karena tidak memenuhi persyaratan, seperti barang najis)
Nasr: Pasukan perang terdiri dari 400 sampai 800 personil.
Nauh / niyahah: Menyebut-nyebut kebaikan mayat dengan suara keras, yang menimbulkan kesan tidak rela atas kepergiannya. Hukumnya haram. (Bajuri, juz I, hal. 12, hal. 257)
Naz‟ah: Tempat di sekitar ubun-ubun yang tidak ditumbuhi rambut. Naz‟ah bukan wajah. (I‟anah, juzI, hal. 39)
Nifas: Darah yang keluar dari farji (vagina) wanita setelah melahirkan. ( Fathul Qorib, hal. 16)
Nikah Mut‟ah: Nikah yang dibatasi dengan waktu. (Tausyih, hal. 301)
Nikah Syighar: Pernikahan dengan perjanjian wali menikahkan anak / saudara perempuannya, maka si suami akan mengganti dnegan anak / saudara perempuannya untuk dinikahi si wali dengan meniadakan mahar yang wajib dibayar oleh keduanya. (Ibid, hal. 245)
Nishab: Batas kewajiban mengeluarkan zakat. ( Lughat Fiqh, hal. 123)
Niyyatul Mufaraqah: Niat untuk berpisah dengan imam.
Nukul: Diam tidak mau bersumpah bukan karena bingung atau bodoh setelah diperintahkan oleh hakim untuk bersumpah. (I'anah, juz IV, hal. 259)
Nusyuz: Tidak mentaati segala kewajibannya terhadap suami. (Qalyubi, juz III, hal. 300)
Orang yang baru masuk Islam dan masih lemah imannya. (2) Orang yang sudah masuk Islam dan sudah kuat imannya namun ia mempunyai pengaruh di kalangan masyarakat, orang ini diberi zakat agar yang lain tertarik untuk masuk Islam. (3) Orang yang mampu mengatasi orang-orang kafir di sekitarnya. (4) Orang yang mampu mengatasi orang-orang yang tidak mampu bayar zakat. (Bajuri, juz I, hal. 243-27)
Orang yang mati di medan perang dengan sebab perang dengan tujuan menegakkan agama, disebut syahid dunia akherat (tidak diwajibkan dimandikan dan dishalati). (b) Orang yang mati sebab tenggelam, kebakaran, sakit perut terus menerus disebut syahid akherat. (c) Orang yang mati di medan perang dengan sebab perang dengan tujuan mendapatkan harta rampasan perang (tidak wajib dimandikan dan dishalati) disebut syahid dunia.
Pertama kali haid dan dapat membedakan darahnya. 2. Pertama kali haid dan tidak dapat membedakan darahnya. 3. Sudah pernah haid dan dapat membedakan darahnya. 4. Sudah pernah haid dan tidak dapat membedakan darahnya. 5. Sudah pernah haid dan tidak dapat membedakan darahnya dan dia lupa tentang lama dan mulainya kebiasaan haid yang sudah-sudah. 6. Sudah pernah haid dan tidak dapat membedakan darahnya dan ia hanya ingat lamanya kebiasaan haid yang sudah-sudah. 7. Sudah pernah haid dan tidak dapat membedakan darahnya dan dia hanya ingat mulainya kebiasaan haid yang sudah-sudah.
Qadla‟: Mengadili seseorang yang bermusuhan dengan menggunakan hukum Allah. (Jamal, juz V, hal. 334)
Qadli / Hakim: Orang yang bertugas menetapkan hukum dan melaksanakannya, disebut hakim karena mencegah kedzaliman, disebut qodli karena menetapkan hukum. (Lughat Fiqh / Tahrir, hal. 331)
Qadzaf: Menuduh zina pada seseorang baik dengan kalimat shorih (terang-terangan) ataupun kinayah (sindiran).
Qahf: Tulang yang bertemu Simhaq (tempurung kepala)
Qarabah: Yang dikehendaki dalam ilmu Faraidl adalah para kerabat yang telah ditentukan oleh syara' yang meliputi status keayahan seperti ayah, kakek sampai ke atas, dan status keanakan seperti anak, cucu, sampai ke bawah,
status saudara (sampai ke mayat melalui sifat anak atau ayah) seperti saudara laki-laki sekandung dan lain-lain. (Syansuri, hal. 55)
Qarar: Tanggungan sebenarnya yang dibebankan pada seseorang (bab wakalah)
Qardl: Memberikan hak milik dengan janji mengembalikan sesuai dengan yang diberikan. Dalam istilah kita disebut hutang.
Qarn: Tertutupnya lubang vagina disebabkan tulang.
Qatl Haram: Membunuh orang yang ma‟sum (orang yang dilindungi syara‟) tanpa alasan. (Jamal, juz V, hal. 03)
Qatl Makruh: Membunuh saudara yang kafir yang tidak mencaci Allah dan Rasul ketika perang berkecamuk. (Jamal, juz V, hal. 05)
Qatl Mandub: Membunuh saudara yang kafir dan mencaci Allah dan Rasul. (Jamal, juz V, hal. 05)
Qatl Mubah: Membunuh tawanan perang yang dilakukan oleh imam. (Jamal, juz V, hal. 05)
Qatl Wajib: Membunuh orang murtad ketika tidak mau tobat, kafir harbi ketika tidak mau masuk Islam atau membayar pajak. (Jamal, juz V, hal. 03)
Qatl: Menghilangkan nyawa karena sesuatu perbuatan walaupun secara hukum saja, seperti sihir.
Qayim: Orang yang ditunjuk qodli untuk merawat anak yatim. (Bughyah, hal. 141)
Qayyimull Masjid: Petugas yang mengurusi kegiatan yang bersangkutan dengan Imaratul Masjid dan al-hal yang menyebabkan ramainya masjid. (I‟anah, juz III, hal. 161 dan Bughyah, hal. 59)
Qinyah: Menyimpankan bukan untuk diperdagangkan. (Lughat Fiqh, hal. 113)
Qiran: Melakukan ihram haji dan umrah secara bersamaan (baik miqat ataupun rukun-rukunnya dirangkap menjadi satu)
Qismatul Ifraz: Pembagian barang yang dipersyarekatkan dengan system rata baik nilai atau bentuknya. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 28)
Qismatur Radd: Pembagian harta syirkah yang tidak mungkin dibagi seperti sumur dengan cara menyerahkan qimahnya (nilainya). (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 28)
Qismatut Ta‟dil: Pembagian barang syirkah tidak dengan sama rata, seperti tanah luasnya 3 H dibagi untuk Zaid dan Umar, Zaid mendapatkan 1 H, Umar 2 H, hal ini disebabkan 2 H yang diberikan pada Umar lebih jelek dari 1 H yang diberikan pada Zaid, sehingga nilai 2 H sama dengan 1 H. ((Bujairimi Khatib, juz III, hal. 28)
Qoryah: Pemukiman yang tidak terdapat hakim syar‟i, polisi dan pasar. (I‟anah, juz II, hal. 59)
Quut: Bahan makanan yang dapat menguatkan atau bisa bertahan di pencernaan ketika tidak dalam keadaan dorurat (bisa bertahan disimpan). (Bajuri, juz I, hal. 27)
Ra‟sul Mal: Tsaman (harga yang disepakati). Ra‟sul Mal dalam bab Qiradl berarti modal. (Jamal, juz III, hal. 226)
'Radd: Ialah terjadinya kekuranga dalam hitungan bagian-bagiannya (siham) dan terjadi kelebihan pada kira-kira harta yang aka dibagikan.
Radla‟: Hubungan yang disebabkan karena air susu seorang perempuan masuk ke dalam pencernaan atau rongga, otak bayi dengan syarat-syarat tertentu. (Jamal, juz IV, hal. 474)
Radlh: Bonus yang diberikan imam atau panglima perang pada pasukan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan ghanimah. (Tausyih, hal. 258)
Rahn: Menjadikan barang sebagai jaminan atas hutang dan akan dijual bila tidak bisa memenuhi tanggungannya. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 57)
Raj‟ah: Merujuk kembali pada istri yang telah ditalaq (selain talaq bain) pada masa iddah. (Syarah al-Minhaj, juz IV, hal. 385)
Ramadlan: Bulan Ramadlan, dari kata Ramadlan yaitu udara yang sangat panas karena orang Arab dahulu menamakan bulan sesuai dengan situasi dan kondisi pada bulan itu, seperti menamakan bulan Robi‟ karena masa itu adalah masa robi‟ (permulaan turun hujan) (Qolyubi, juz I, hal.26)
Ramal: Lari-lari kecil untuk tiga kali putaran pertama dari thowaf, yakni thowaf-thowaf yang diiringi sa‟i dan hukumnya sunnah. (Mahalli, juz II, hal. 10)
Raqabatul Waqfi: Benda wakaf
Rashadi: Pemeras yang beroperasi di jalan-jalan yang dilewati pada jama‟ah haji. (Qolyubi, juz II, hal. 282)
Rasyid: Orang yang sudah baligh, berakal, merdeka walaupun dalam keadaan mabuk atau lemah akalnya (idiot). (Qalyubi, juz IV, hal. 127)
Rataq: Tertutupnya lubang vagina disebabkan daging.
Raudlah: Tempat antara makam Nabi dan mimbar Nabi. Untuk menemukan Raudlah ini mudah karena semua tiangnya berwarna putih dan karpetnya berwarna hijau. Menurut kitab Syifa‟ Al-Fuad luas Raudlah ialah panjang 22 m dan lebar 15 m.
Rawatib Mu‟akkad: Shalat sunnah yang waktunya mengikuti shalat fardlu dan dijadikan rutinitas oleh Nabi, seperti shalat sebelum subuh, sedangkan ghairu mu‟akkad tidak dijadikan rutinitas oleh Nabi seperti dua reka‟at sebelum maghrib. (Jamal, juz I, hal. 72)
Rawatib: Shalat sunnah yang waktunya mengikuti shalat fardlu. (Jamal, juz I, hal. 72)
Riba Fadhl: Penjualan barang ribawi dengan ada kelebihan tsaman dan mabi‟. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 15)
Riba Nasa‟: Penjualan barang ribawi dengan tempo, tidak kontan (tidak hulul)
Riba Qardl: Hutang dengan mensyaratkan keuntungan bagi pemberi piutang. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 15)
Riba Yad: Penjualan barang ribawi tanpa ada penyerahan dari kedua belah pihak (tidak taqobudl). (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 15)
Riba: Menurut bahasa: mempunyai arti tambah dan kelebihan, ialah penjualan barang ribawi (emas, perak, makanan) dengan ada kelebihan pada barang sejenis. Atau penjualan barang ribawi tanpa penyerahan (taqobul) dari kedua belah pihak atau penjualan barang ribawi dengan tempo.
Rikaz: Harta yang disembunyikan dalam perut bumi oleh orang-orang jahiliyah.
Risywah: Suap agar menghukumi dengan selain yang hak, atau agar tidak memberi hukum dengan yang hak.
Rusyd: Cakap dalam penggunaan harta dan melaksanakan segala tuntutan agama. Menurut Imam Malik, Abu Hanifah, dan Mutaakhirin dari kalangan Syafiiyah yang dimaksud rusydu adalah orang yang cakap dalam penggunaan harta saja. (Tuhfah, juz V, hal. 166)
Ruthubah farj: Cairan vagina (lendir) yang dimaksud adalah cairan putih antara Madzi dan keringat yang keluar dari dinding vagina bagian dalam. Cairan ini hukumnya suci. (Fathul Mu‟in, hal. 86)
Sabanik: Emas dan perak yang masih berupa batangan (bab syirkah). (Kamus Munjid, hal. 28 dan Kamus Mishbahul Munir, hal. 73)
Sabilullah: Pasukan perang yang tidak tercatat dalam buku daftar tentara yang mendapatkan gaji, mereka berperang secara sukarela. Menurut al-Qoffal adalah Sabilul khair, (segala hal yang tujuannya mendekatkan diri kepada
Allah) seperti membangun masjid, madrasah dan lain-lain. (al-Bajuri, juz I, hal. 284. Tafsir Munir, hal. 334)
Safih: Lemah Iqnya dan tidak bisa tasharruf. (I‟anah, juz III, hal. 57)
Sahur: Makan ketika sahur.
Sajlan: Dokumen pengadilan yang mencatat perjalanan orang-orang yang bersengketa.
Salab: Harta benda yang diambil dibawa oleh prajurit yang tewas di medan perang. (Tausyih, hal, 258)
Salam: Memesan / menjual barang dengan harga kontan dan menggunakan lafadz salam.
Salisil Baul: Kencing terus menerus (beser) untuk orang yang beser (daimul hadats) berwudlunya harus menggunakan niat istibahah (niat agar diperbolehkan mengerjakan hal-hal yang membutuhkan wudlu) bukan raf‟ul hadats, (menghilangkan hadats).
Sariqoh: Mengambil barang dari tempat penyimpanannya dengan sembunyi-sembunyi (Tuhfah, juz V, hal. 12, Bajuri, juz I, hal. 2, Bujairimi Khatib, juz III, hal. 138)
Sariyah: Pasukan rahasia, pada umumnya diberangkatkan pada malam hari, yang terdiri dari 100 sampai 400 personil. (Qalyubi, juz IV, hal. 217)
Saum Dahr: Berpuasa secara berterus-menerus kecuali pada hari-hari yang tidak diperbolehkan melakukan puasa yaitu dua hari Ied (Idul Fitri dan Idul Adha) dan hari Tasyriq. (Al-Majmu‟, juz VI, hal. 388)
Shadaqah: Pemberian tanpa ada imbalan untuk mendapatkan pahala atau karena dibutuhkan tanpa menyebutkan serah terima. (I‟anah, juz III, hal. 144)
Shahibus Syurthah: Pemimpin tentara.
Shahn: Bagian tengah-tengah rumah.
Shalat Dzatus Sababil Muakhir: Shalat sunnah yang mempunyai sebab yang akan terjadi, seperti shalat istikharah.
Shalat Dzatus Sababil Muqarin: Shalat sunnah yang sebabnya bersamaan, seperti shalat istisqa‟.
Shalat Dzatus Sababil Muta-qaddim: Shalat sunnah yang mempunyai sebab yang sudah terjadi, seperti shalat sunnah wudlu‟.
Shaum: Menahan dari sesuatu yang membatalkan puasa mulai subuh sampai maghrib pada hari yang bisa dibuat puasa dengan niat tertentu dan dari orang tertentu pula.
Shubrah: Tumpukan biji-bijian atau sejenisnya yang sama bentuk dan timbangannya dan lebih dari satu Sha‟.
Shuluh antara dua orang yang tagih menagih.
Shuluh antara suami istri.
Shuluh dalam masalah pertengkaran, seperti memanfaatkan si pembunuh dengan pembayaran diyat.
Shuluh Hathithah: Akad Shuluh dengan cara mengambil sebagian barang yang disengketakan. (Bajuri, juz I, hal. 387)
Shuluh Mu‟awadlah : Akad Shuluh dengan cara mengganti barang yang disengketakan shuluh ini hukumnya seperti bai‟. (Bajuri, juz I, hal. 387)
Shuluh untuk menghentikan khusumah (persengketaan) apabila terjadi dalam masalah harta, shuluh ini yang dibicarakan dalam bab shuluh.
Shuluh yang dilakukan antara golongan yang berontak dengan golongan yang tetap pada kebenaran (pemerintah sah)
Shuluh yang dilakukan antara muslim dan kafir
Shuluh: Adalah perdamaian. Shuluh ada beberapa macam:
Simhaq: Luka yang tembus sampai kulit yang terletak antara daging dan tulang.
Simhat: Kulit kepala yang tipis dan terletak setelah kulit yang terlihat dan daging. (Qolyubi, juz II, hal. 56)
Siqth: Orang yang keluar sebelum masa enam bulan.
Suhur: Makanan yang digunakan untuk sahur, waktunya sahur mulai tengah malam.
Sulthan: Orang yang mempunyai kekuasaan baik umum seperti iman atau terbatasa seperti Qadli (bab nikah). (I‟anah, juz III, hal. 336)
Summ: Sesuatu yang merusak kekuatan fisik (racun)
Surul Balad: Batas balad walaupun berupa tembok. (Bughyah, hal. 76 & 80)
Syadzarwan: Pondasi Ka‟bah yang menonjol keluar.
Syahadah: Kesaksian atas hak orang lain. (I‟anah, juz III, hal. 78)
Syahadatul Hisybah: Kesaksian yang diberikan sebelum ada dakwaan/tuduhan, kesaksian ini dilakukan dengan tujuan menjaga agama Allah dan semata-mata ingin mendapat pahala dari Allah SWT. Syahadah hisbah ada 2 macam:
Syahadatuz Zur: Kesaksian palsu, hukumnya haram. (Sullamuttafiq, hal. 69)
Syahid: Orang yang mati syahid:
Syak: Kebimbangan yang didasarkan bukti. (I‟anah, juzI, hal. 47)
Syari‟: Bukan jalan buntu, menurut satu pendapat, syari‟bukan jalan buntu yang berada di tengah-tengah bangunan. (Bujairimi, juz III, hal. 82)
Syarik Qadim: Kongsi yang menjual bagiannya pada pembeli, pembeli disebut syarik hadits.
Syirkah „Anan: Perkongsian harta untuk diperdagangkan dan labanya dimiliki bersama sesuai dengan barangnya begitu pula kerugiannya. (Mahalli, juz II, hal. 333, dan I‟anah, juz III, hal. 105)
Syirkah: Tetapnya hak secara umum (tidak tertentu pada satu bagian) bagi dua orang atau lebih atas satu benda. (Al-Mahalli, juz II, hal. 333)
Syirkahul Wujuh: Perkongsian orang berpengaruh dengan sistem masing-masing membeli barang kemudian dijual dan labanya dibagi bersama. Sebagian ulama menafsirkan perkongsian antara wajih (orang berpengaruh) dan khomil (teman kongsi) dengan sistem:
Syirkatul Abdan: Perkongsian atas pekerjaan dan hasilnya dibagi menurut kesepakatan. (Al-Mahalli, juz II, hal. 333)
Syirkatul Mufawadlah: Persyarekatan pekerjaan saja atas harta saja atau pekerjaan dan harta tanpa dikumpulkan dan segala resiko ditanggung bersama. (Al-Mahalli, juz II, hal. 333)
Syuf‟ah: Anggota yang berada diantara dua rahang yang menutupi gigi dan gusi. (Qalyubi, juz IV, hal. 135)
Syuf‟ah: Hak memiliki secara paksa terhadap hartanya syarik (rakanan) yang dijual pada orang lain dengan mengganti harganya. Syuf‟ah menurut Syafi‟iyyah hanya karena perkongsian (syirkah). Orang yang menghalangi disebut syafi‟.
Tabdzir: Menggunakan harta bukan pada tempatnya atau tidak ada manfaat dunia akhirat, baik makruh atau haram. (Bajuri, juz I, hal. 336 dan Qurratul Ain hal, 158)
Tabyitun Niat: Meletakkan niat pada juznya malam hari (terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar). (Assyarqowi, juz I, hal. 444)
Tafriqus Shufqah: Pada dasarnya adalah memilah-milah akad, namun yang dimaksud adalah:
Taghayyur taqdiri: Perubahan pada air yang tidak bisa ditangkap oleh panca indra dikarenakan benda yang mencampuri sama sifatnya dengan air, seperti air mawar yang sudah hilang aromanya bercampur dengan air.
Taghayyurhissi: Perubahan sifat-sifat air yang dapat dilihat/ditangkap panca indra. (I‟anah, juzI, hal. 29)
Tahallul Awwal: Penghalalan ihram pertama ialah: perbuatan yang mengakibatkan diperbolehkan melakukan semua larangan ihram kecuali nikah dan mubasyarah (bersentuhan lain jenis dengan syahwat) yakni mengerjakan dua diantara tiga perbuatan, melempar jumrah tanggal 10 Dzulhijjah, mencukur rambut paling sedikit tiga helai, thawaf ifadlah. (Busyro Al-Karim, hal. 104)
Tahallul Tsani: Penghalalan ihram kedua, ialah: melakukan satu perbuatan lagi diantar tiga perbuatan yang dilakukan, maka ia bebas dari semua larangan ihram. (Busyro Al-Karim, hal. 104)
Tahjil: Menurut bahasa warna putih di kaki kuda, kemudian diartikan bagian tangan atau kaki yang wajib dibasuh ketika berwudlu.
Tahwil: Memindah bagian kanan selendang ke sebelah kiri. (Bajuri, juz I, hal. 133) Catatan: Tahwil dan tankis bisa dilakuan bersamaan pada selendang bentuk segi empat dengan cara memindah bagian bawh selendang yang ada di sebelah kiri ke pundak kanan dan sebaliknya. Untuk selendang melingkar dan segi tiga hanya bisa dilakukan tahwil.
Takbir Muqayyad: Takbir yang bacaannya ditentukan setelah shalat. (Bajuri, juz I, hal. 227)
Takbir Mursal: Takbir yang bacaannya tidak dibatasi setelah shalat. (Bajuri, juz I, hal. 227)
Takhliyah: Melepaskan hak kuasa / kepemilikan.
Talaq Bain: Talaq yang tidak bisa dirujuk kembali, kecuali dengan memperbarui akad nikah.
Talaq bid‟i: Mentalaq istri yang tidak hamil pada waktu haid/nifas dan sudah pernah digauli atau pada waktu suci dan sudah digauli pada waktu suci tersebut, hukumnya haram. (Ibis, juz III, hal. 03)
Talaq Jaiz: Mentalaq istri yang belum pernah digauli atau yang sudah mencapai menaupose, atau ketika hamil atau waktu kecil. (Mawahibusshomad, hal. 121)
Talaq Sunni: Mentalaq istri ketika suci dan belum digauli pada waktu suci tersebut atau ketika haid sebelumnya. (Mawahibusshomad, hal.. 121)
Tamattu‟: Haji dengan cara menyelesaikan ibadah haji terlebih dahulu kemudian baru melaksanakan ihram umrah.
Tankis: Memindah bagian bawah selendang ke atas. (Bajuri, juz I, hal. 233) Catatan: Tahwil dan tankis bisa dilakuan bersamaan pada selendang bentuk segi empat dengan cara memindah bagian bawh selendang yang ada di sebelah kiri ke pundak kanan dan sebaliknya. Untuk selendang melingkar dan segi tiga hanya bisa dilakukan tahwil.
Tansyif: Mengusap anggota yang terkena air wudlu‟ dengan kain. Hukumnya makruh.
Taqabudl: Saling menyerahkan secara hakiki, pada umumnya setiap taqabudl pasti hulul namun ada juga taqabudl yang tidak hulul, seperti serah teruma sebelum berpisah dengan mensyaratkan tempo sebentar. (I‟anah, juz III, hal. 20)
Taqthir: Memasukkan obat lewat qubul. (Al-Bajuri, juz I, hal. 291)
Tarabbu‟: Duduk bersila
Tarbi‟: Memikul mayat dilakukan empat orang dengan posisi dua orang di depan dan dua orang di belakang.
Tarji‟: Membaca dua kalimat syahadat dengan pelan setelah membaca keras, sekira orang yang di dekatnya mendengar.
Tas‟ir: Penetapan harga barang oleh Imam, seperti Imam melarang orang pasar untuk menjual barang kecuali dengan harga yang telah ditetapkan. (Tuhfah, juz VI, hal. 319. dan Majmu‟, juz XIII, hal. 30)
Tashfiq: Menepuk bagian luar tangan pada telapak tangan. (Bajuri, juz I, hal. 175)
Tashriyah: Tindakan memeras susu sapi atau onta, agar pembeli menganggap susunya banyak. Hal ini haram dilakukan. (Qolyubi, juz II, hal.209)
Tathowwu‟: Perbuatan yang bukan wajib dan tidak mendapatkan imbalan. (Jamal, juz III, hal. 594)
Tatsrib: Mencampur debu dengan air yang akan digunakan membasuh najis mughalladzah.
Tawali Tharfain: Tunggalnya pelaksana serah terima (ijab qobul) seperti walinya shobi (anak kecil) dan mahjur alaih bila hendak memberikan sesuatu kepada mahjur alaih maka penerimaan dan penyerahan barang dilakukan sendiri. (I‟anah, juz III, hal. 183, dan Bujairimi Khatib, juz III, hal. 22)
Tawarruk: Duduk dengan meletakkan kedua pantat di atas I‟anah. Hal ini dikerjakan di Tahiyyat akhir.
Tayamun: Mendahulukan anggota yang kanan, hukumnya sunnah.
Thaharah: Menghilangkan hadats atau najis atau perbuatan yang searti kedunya seperti tayammum, atau perbuatan yang bentuknya sama dengan keduanya, seperti mandi sunnah atau thajdidul wudlu‟ (memperbarui wudlu‟) (Jamal, juz I, hal. 28)
Thali‟ah: Spionase.
Thariq: Jalan yang dibuat ketika membuat perkampungan, atau memang sudah ada sebelumnya, atau dibuat berdasarkan ketetapan penguasa meskipun berupa jalan buntu atau di luar keramaian. (Jamal, juz III, hal. 358)
Thawaf Ifadlah: Thawaf yang dilakukan setelah wuquf, merupakan rukun haji.(Nihayatuz Zain, hal. 207)
Thawaf Qudum: Thawaf yang dikerjakan saat datang ke Makkah.
Thawaf wada‟: Thawaf yang dikerjakan karena pergi meninggalkan Makkah, baik bagi jamaah haji atau bukan.
Tibr: Emas yang belum dibentuk (belum diproses menjadi logam) menurut Az Zujaj, jauhar yang belum digunakan, seperti besi, tembaga, dll. (Kamus Munjid, hal. 39)
Tijarah: Berniaga pada harta milik dengan Mu‟awadloh untuk mendapatkan laba dengan disertai niat. (Fathul Qorib, hal. 277)
Tirkah: Harta peninggalan mayat (harta pusaka).
Tis‟iniyyatu Zaid: (masalah yang diutuhkan 90 oleh Zaid) ialah pembagian harta warisan yang bisa terbagi secara utuh dari angka 90. Adapun rukunnya, ibu, kakek, seorang saudara perempuan, dua orang saudara laki-laki seayah, seorang saudara perempuan seayah. (Syansuri, hal. 152)
Tsaman: Harga yang disepakati oleh kedua pihak. Bila tsaman berupa mata uang maka tsaman adalah mata uangnya, baik dalam pelafadzannya / pengucapannya bersamaan dengan huruf jer atau tidak. Contoh:, bi‟tuka hadzad dinar bi hadzats tsaub, bi‟tuka hadza ts-tsaubu bi hadzad dinar. Bila tsaman dan Mabi‟nya berupa barang maka tsaman adalah lafadz yang disertai huruf jer, contoh bi‟tuka hadzats tsauba bi himar. (Bujairimi Khatib, juz II, hal. 4 dan Raddul Mukhtar juz VII, hal. 122)
Tsamanul Mitsli: Harga barang-barang (kebutuhan jama‟ah haji) yang layak untuk ukuran zaman dan tempat transaksi berlangsung meskipun sangat mahal atau sangat murah. (Qolyubi, juz II, hal. 88)
Tsamanul Mitsli: Harga yang berlaku pada suatu tempat dan waktu, bukan harga kesepakatan yang ditetapkan dalam akad. Tsaman mitsil juga disebut dengan Qimah. (Al-Asybah, hal. 203. Bughyah, hal. 138)
Tsaqb: Lubang yang sangat kecil yang berada di kulit dan tidak bisa dilihat (pori-pori). (Tuhfah, juz III, hal. 53)
Tsaubul Badzlah: Pakaian kerja, pakaian sehari-hari. (Bajuri, juz I, hal. 232)
Tsayyib: Perempuan yang hilang selaput daranya dengan sebab di wathi baik dengan cara halal atau haram. (Hamisy Al-Bajuri, juz II, hal. 111)
Turab Musta‟mal: Debu yang telah digunakan untuk mengusap anggota tayamum baik yang masih melekat pada anggota atau sudah rontok. (Tuhfah, juzI, hal. 328)
Udlwu bathin: Anggota tubuh yang biasa ditutup karena Muru‟ah (harga diri), aurat sedangkan anggota dlahir adalah selainnya. (Al-Mahalli, juz IV, hal. 121)
Ujratul Mitsli: Ongkos yang berlaku pada daerah masing-masing pada waktu itu. (Fatawa Kubro, juz III, hal. 148)
Ulil Amri: Orang yang diserahi untuk mengurusi kepentingan dan kemaslahatan umum seperti menteri dll. (Adabunnabawi, hal. 96)
Ummul Walad: Budak perempuan yang disetubuhi oleh tuannya atau dimasuki maninya kemudian melahirkan anak atau embrio yang belum sempurna namun menampakkan bentuk manusia.
Ursyu: Arti menurut lughat (bahasa): permusuhan, menurut istilah ialah kekurangan pada barang. Dinamakan Arsyu karena biasanya menimbulkan permusuhan. (Lughat Fiqh / Tahrir, hal. 175)
Wadi‟ah: Menaruh harta pada seseorang yang dapat memelihara sedang barangya tetap milik si empunya.
Wadlu‟: Air yang disediakan untuk wudlu‟, seperti air sungai dll. (Tausyih, hal. 13)
Wajib Dhahir wa Bathin: Kewajiban mematuhi perintah imam dalam hal-hal yang berkaitan dengan tugas-tugasnya (wilayah syar‟iyyah), baik ada maslahah atau tidak, atau di luar tugas-tugasnya dan berupa hal-hal yang wajib, sunnah, atau mubah yang disertai kemaslahatan. (Bughyah, hal. 91)
Wajib Dhahir: Kewajiban mamatuhi perintah imam dalam hal-hal yang haram, makruh, mubah yang tidak ada unsur maslahah „ammali. Kewajiban ini bila tidak dilaksanakan tidak berdosa. (Bughyah, hal. 91)
Wajih membeli barang dan khomil sebagai penjual dan labanya dibagi dua.
Wajih sebagai penjual, namun barangnya dari khomil dan labanya dibagi dua.
Wakalah: Menyerahkan sesuatu yang bisa digantikan kepada orang lain agar dikerjakan di waktu hidupnya.
Wala': Warisan ashabah sebab memerdekakan budak. (Syansuri, hal. 34)
Wali „Amm: Qodli, Imam atau orang yang diangkat keduanya.
Wali Khash: Kakek dari ayah atau orang yang diwasiati.
Wali mujibir: Wali yang berhak memaksa bikr (perawan) untuk menikah, ialah ayah dan kakek dari jalur ayah. (Bujairimi Khatib, juz III, hal. 394)
Walimah: Hidangan yang disajikan untuk pesta pernikahan. (Tahrir / Lughat Fiqh, hal. 258)
Waqaf Mu‟ayyan: Wakaf pada perorangan baik pada satu orang atau lebih. (Qalyubi, juz III, hal. 101)
Waqaf alal Jihah Ammah: Wakaf pada selain perorangan baik terbatas seperti orang-orang fakir, atau tidak terbatas. (Qalyubi, juz III, hal. 101)
Waqaf: Melepaskan hak milik benda yang bisa diambil manfaatnya tanpa mengurangi bendanya, kepada perorangan atau untuk tujan yang diperbolehkan syara‟ (mubah). (I‟anah, juz III, hal. 157)
Waras: Tumbuhan berwarna kuning yang terdapat di Yaman dan bisa dibuat wenter.(Lughat Fiqh, hal. 109-110)
Washiyat: Menetapkan hak yang disandarkan setelah kematian seseorang. Apabila hak tersebut berupa perbuatan bijak (tabarru‟) maka disebut washiat, seperti washiat supaya si A diberi tanah 1 H. Dan apabila berupa tasarruf maka disebut Wishoyah dan Isho‟ seperti wasiat untuk mengurus anak-anaknya. Terkadang Isho‟ juga berupa hak tabarru‟ seperti berwasiat untuk melaksanakan semua wasiat-wasiatnya, karena pada dasarnya Isho‟ dan Washiat adalah sama halnya istilah fuqaha‟ yang membedakan keduanya. Orang yang bertindak sebagai pemegang wasiat disebut washi.
Waswas: Kebimbangan untuk mengikuti khotir (kata hati) tanpa dasar atau bukti. (Bughyah, hal. 6)
Wasym: Menusukkan jarum ke dalam kulit untuk dilukis, digambar dengan tinta dan hukumnya haram. (Is‟adurrofiq, hal. 122)
Wath‟u syubhat: Menggauli wanita lain yang disangka isti / amatnya (budak perempuan). Bagi si wanita wajid „iddah dan bagi si laki-laki wajib membayar mahar mitsl. (Al-Bajuri, juz II, hal. 122)
Wishal: Berpuasa dua hari ke atas dan malamnya tanpa makan dan minum, hal ini dilarang. Adapun mengakhirkan berbuka puasa sampai waktu sahur, itu bukan dinamakan wishal baik ada tujuan atau tidak. (Al-Majmu‟, juz IV, hal. 357)
Wudlu‟: Nama dari perbuatan-perbuatan tertentu yang terdiri dari rukun, sarat, kesunahan dan hal-hal yang dimakruhkan. (Tausyih, hal. 13)
Wujub Muwassa‟: Wajib yang luas waktunya, artinya diperbolehkan mengakhirkan shalat sampai waktu kira-kira cukup untuk shalat. (Bajuri, juz I, hal. 28)
Yamin Ghamus: Sumpah bohong serta mengetahui keadaannya. (Ghayah Al Bayan, hal. 116. Qalyubi, juz III, hal. 361)
Yamin Laghwi: Sumpah tanpa disengaja seperti terlanjur mengucapkannya. (Ghayah Al Bayan, hal. 116. Qalyubi, juz III, hal. 361)
Yamin: Ungkapan yang memastikan terjadinya sesuatu yang belum pasti terjadi baik untuk kejadian yang telah lewat atau akan dating, berbentuk naïf atau itsbat, mungkin terjadi atau tidak, bohong, atau tidak, mengetahui secara pasti atau tidak, bila ungkapan (sumpah) tersebut tidak menggunakan lafadz Allah dan sebagainya, maka disebut khalf dan bila menggunakan lafadz Allah dan sebagainya, maka disebut qasam, yamin juga khalf. (Ghayah Al Bayan, hal. 116. Qalyubi, juz III, hal. 361)
Yaum Bidl: Hati atau tanggal 13, 14, 15 tiap bulan. (Al-Majmu‟, juz VI, hal. 496)
Yaum Syak: Tanggal 30 Sya‟ban ketika ada isu bahwa tadi malam bulan terlihat dan udara cerah namun tidak ada satupun yang menjadi saksi, atau ada saksi namun tidak mencukupi.(Mahalli, juz I, hal. 61)
Yaum Tasyrik: Tiga hari setelah hari raya Qurban juga dinamakan hari Mina karena para jamaah haji sedang mukim di Mina. (Al-Majmu‟, juz IV, hal. 442)
Zabad: Susu sejenis binatang laut yang berwarna putih yang aromanya seperti misik atau keringat sinaur (sejenis kucing hutan) dan hukumnya suci. (Tuhfah, juzI, hal. 298)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Labels
- ADAB DAN AKHLAQ
- AL-HADITS
- AL-QURAN
- ARTIKEL
- DOWNLOAD
- DZIKIR DAN DOA
- FADLOILUL AMAL
- GAYA HIDUP
- HAID-NIFAS
- HAJI
- HEWAN
- HIKMAH
- ILMU ALAT
- JANAZAH
- JINAYAT-HUDUD-JIHAD
- KAJIAN FIQIH
- KAJIAN KITAB KUNING
- KEBANGSAAN
- KHITAN
- KITAB
- KONTEMPORER
- MAKANAN
- MAWARITS
- MP3
- MUAMALAH
- MUNAKAHAT
- MUSLIMAH
- PUASA
- QURBAN DAN AQIQOH
- SEKSOLOGI ISLAM
- SHOLAT
- SOFTWARE
- SUMPAH DAN NADZAR
- TAJWID
- TARIKH
- TASHAWUF
- THOHAROH
- USHUL FIQIH
- USROH
- VIDEO
- WAQAF-MASJID
- ZAKAT
Tidak ada komentar:
Write komentar