6. Wakalah Dalam Ibadah Qurban
Ibadah Qurban merupakan salah satu ibadah yang pelaksanaannya tidak harus oleh pihak yang berkorban (mudlahhi), tetapi boleh diwakilkan kepada pihak kedua baik perseorangan maupun beberapa orang yang terkordinir (panitia).
ويستثنى من ذلك الحج وذبح الأضاحى وتفرقة الزكاة (كفاية الأخيار جز اول ص : 284)
Dikecualikan dari hukum diatas (tidak bisa diwakilkan) adalah ibadah haji, menyembelih qurban dan membagikan zakat.
a. Wakil Terkordinir
Panitia Qurban adalah sekelompok orang-orang tertentu yang pada umumnya dipersiapkan oleh suatu organisasi (ta’mir masjid, mushalla, instansi dan lain-lain) guna menerima kepercayaan (amanat) dari pihak mudlahhi (yang berkorban) agar melaksanakan penyembelihan hewan qurban dan membagikan dagingnya.
Memperhatikan pengertian panitia diatas maka dalam pandangan fiqh panitia adalah wakil dari pihak mudlahhi.
وفي الشرع تفويض شخص شيأ له فعله مما يقبل النيابة الى غيره ليفعله حال حياته (هامش حاشية الباجورى جز 1 ص : 386 )
Wakalah menurut syara’ adalah penyerahan oleh seseorang tentang sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dari urusan-urusan yang bisa digantikan (pihak lain), kepada pihak lain agar dikerjakannya diwaktu pihak pertama masih hidup
(والوكيل امين ) لانه نائب عن الموكل في اليد والتصرف فكانت يده كيده (حاشية الجمل جز 3 ص : 416)
Wakil adalah pengemban amanah, karena ia sebagai pengganti muwakkil (yang mewakilkan) dalam kekuasaan dan tasharruf, jadi kekuasannya seperti kekuasaan pihak muwakkil
b. Tata Cara Penyerahan Qurban Kepada Panitia
1) Penyerahan Berupa Hewan Qurban
Penyerahan hewan qurban kepada wanitia (wakil) haruslah melalui pernyataan yang jelas dalam hal status qubannya (sunat / wajib) maupun urusan yang diserahkannya (menyembelih saja atau dan juga membagikan dagingnya) pada pihak ketiga. Oleh karenanya harus ada pernyataan mewakilkan (menyerahkan) oleh pihak mudlahhi dan penerimaan oleh pihak panitia, lalu serah-terima hewan qurbannya.
أركانها اربعة موكل ووكيل وموكل فيه وصيغة ويكفى فيها اللفظ من احدهما وعدم الرد من الأخر كقول الموكل وكلتك بكذا او فوضته اليك ولو بمكاتبة او مراسلة (الباجورى جز 1 ص : 296 )
Rukun wakalah ada empat : (1) Muwakkil (2) Wakil (3) Muwakkal fih dan (4) shighat. Dan sudah mencukupi dalam shighat ini pernyataan dari salah pihak dan tidak ada penolakan dari pihak yang lain.
Qurban sebagai ibadah memerlukan niat baik oleh pihak mudlahhi sendiri atau diserahkannya kepada wakilnya, kecuali qurban nadzar maka tidak ada syarat niat.
ولا يشترط فى المعينة ابتداء بالنذر النية بخلاف المتطوع بها والواجبة بالجعل او بالتعيين عما فى الذمة فيشترط له نية عند الذبح او عند التعيين لما يضحى به كالنية فى الزكاة وله تفويضها لمسلم مميز وان لم يوكله فى الذبح (الباجرى جز 2 ص : 296 )
Tidak disyaratkan niat dalam qurban yang telah ditentukan sejak permulaan dengan jalan nadzar. Beda halnya dengan qurban sunat dan qurban wajib dengan jalan ja’li (menjadikan) atau ta’yin (menentukan) dari apa yang dalam tanggungannya, maka disyaratkan niat ketika menyembelih atau menentukan hewan qurbannya sebagaimana niat dalam ibadah zakat. Boleh juga niat diserahkan kepada seorang muslim yang sudah tamyiz sekalipun ia tidak dijadikan wakil dalam menyembelih.
2) Penyerahan Berupa Uang Seharga Hewan Ternak
Kemauan orang dalam melakukan aktivitas sehari-harinya ingin serba praktis, simpel dan mudah tak terkecuali dalam urusan ibadah qurban. Sehingga orang yang hendak ibadah qurban cukup menyerahkan sejumlah uang kepada panitia agar dibelikan ternak layak qurban sekaligus sampai pada penyembelian serta pembagian dagingnya. Dalam hal menurut pandangan ulama adalah boleh sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anah al-Thalibin :
في فتاوي العلامة الشيخ محمد بن سليمان الكردي محشي شرح ابن حجر على المختصر ما نصه سئل رحمه الله تعالى جرت عادة أهل بلد جاوى على توكيل من يشتري لهم النعم في مكة للعقيقة أو الأضحية ويذبحه في مكة والحال أن من يعق أو يضحي عنه في بلد جاوى فهل يصح ذلك أولا أفتونا الجواب نعم يصح ذلك ويجوز التوكيل في شراء الأضحية والعقيقة وفي ذبحها ولوبغير بلد المضحي والعاق (إعانة الطالبين ج: 2 ص: 335)
Dalam kitab Fatawa Syekh Sulaiman al-Kurdi Muhasyyi Syarah Ibni Hajar ‘ala al-Mukhtashar terdapat suatu pertanyaan : Ditanyakan kepada beliau “Telah berlaku kebiasaan penduduk Jawa mewakilkan kepada seseorang agar membelikan ternak untuk mereka di Makkah sebagai aqiqah atau qurban dan agar menyembelihnya di Makkah, sementara orang yang di aqiqahi atau qurbani berada di Jawa. Apakah hal demikian itu sah atau tidak ? Mohon diberikan fatwa jawabannya ! “. Ya, demikian itu sah. Diperbolehkan mewakilkan dalam pembelian hewan qurban dan aqiqah dan juga penyembelihnya sekalipun tidak dilaksankan di negara orang yang berkorban atau beraqiqah.
Ada hal penting yang perlu diperhatikan ketika penyerahan mudhahhi kepada panitia itu berupa uang, yaitu panitia wajib menentukan/meniatkan ternak yang telah dibelinya dengan mengatasnamakan orang yang telah memberi kuasa kepadanya. Lihat : Al-Bajuri juz 2 hal 296
c. Tugas Panitia Qurban
Tugas pokok panitia adalah menyembelih dan membagikan dagingnya kepada pihak yang berhak sesuai dengan pernyataan pihak mudlahhi saat penyerahan hewan qurban dan pihak wakil/panitia sedikipun tidak diperkenankan melanggar amanah ini sebagaimana keterangan diatas.
ولايملك الوكيل من التصرف الا ما يقتضيه اذن الموكل من جهة النطق او من جهة العرف ( المهذب جز 1 ص : 350 )
Tidak berkuasa seorang wakil dari urusan tasharuf melainkan sebatas izin yang didapat dari muwakkil melalui jalan ucapan atau adat yang berlaku.
Terkait dengan qurban nadzar/wajib, panitia harus menjaga dagingnya jangan sampai jatuh pada orang yang bernadzar, orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya dan juga panitia sendiri.
ولا يأكل المضحى شيأ من الأضحية المنذورة (قوله ولا يأكل) اى لايجوزله الأكل فان أكل شيأ غرمه (قوله المضحى ) وكذا من تلزمه نفقته ( ألباجورى جز 2 ص : 300 )
Pihak yang berkorban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan. Yakni ia tidak boleh memakannya, lalu jika memakannya sedikit saja maka wajib mengganti. Seperti halnya pihak mudhahhi adalah orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.
(ويحرم الاكل الخ ) الى ان قال فيجب عليه التصدق بجميعها حتى قرنها وظلفها اهـ اعانة الطالبين ج : 2 ص : 333
(Haram memakan dst) sampai ungkapan : maka wajib atas mudhahhi mensedekahkan seluruh qurbannya hingga tanduk dan kakinya.
Oleh karena itu panitia sejak awal harus memilah antara qurban sunnah dan qurban wajib, agar tidak terjadi percampuran antara keduanya. Akan tetapi apabila pemilahan antara qurban sunnah dan nadzar/wajib menjumpai kesulitan, maka dianggap cukup dengan cara memisahkan daging seukuran qurban nadzar/wajib dari daging yang ada, kemudian mensedekahkan sisanya kepada selain yang bernadzar/berkorban wajib dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.
افتى النووى كابن الصلاح فيمن غصب نحو نقد او بر وخلطه بماله ولم يتميز بان له افراز قدر المغصوب ويحل له التصرف فى الباقى (فتح المعين هامش الاعانة ج : 1 ص : 127 )
Imam Nawawi berfatwa sebagaimana Imam Ibnu Shalah tentang seseorang yang ghashab semisal uang (dinar/dirham) atau biji gandum dan mencampurkannya dengan harta miliknya dan tidak dapat membedakannya bahwa baginya boleh memisahkan seukuran barang dighashabnya dan halal baginya mentasarufkan sisanya.
Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Write komentar