SEPUTAR QURBAN (2) : HUKUM BERQURBAN MENURUT MADZHAB EMPAT

 




I. Madzhab Syafi’i
Dalam kitab Matan Abu Syuja’ (Taqrib) dijelaskan:
وَالْأُضْحِيَّةُ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ
WAL UDH_HIYYATU SUNNATUN MU`AKKADATUN. Berqurban hukumnya sunnah muakkad
Keterangan : Dalam kitab al Iqna fii Halli Alfaazhi Abi Syujaa’ juz II halaman 278, cetakan Al Ma’aarif / juz II halaman 588, maktabah syamilah, dijelaskan:
وَالْأُضْحِيَّةُ ) بِمَعْنَى التَّضْحِيَةِ كَمَا فِي الرَّوْضَةِ لَا الْأُضْحِيَّةِ كَمَا يُفْهِمُهُ كَلَامُهُ لِأَنَّ الْأُضْحِيَّةَ اسْمٌ لِمَا يُضَحَّى بِهِ
UDHIYYAH dengan arti TADHIYAH (berqurban) sebagaimana dalam kitab ar Raudhah, bukan arti Udhiyyah sebagaimana yang difahami dari ucapan mushannif. Karena Udhiyyah adalah nama hewan yang untuk berqurban
سُنَّةٌ ) مُؤَكَّدَةٌ فِي حَقِّنَا عَلَى الْكِفَايَةِ إنْ تَعَدَّدَ أَهْلُ الْبَيْتِ فَإِذَا فَعَلَهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ كَفَى عَنْ الْجَمِيعِ وَإِلَّا فَسُنَّةُ عَيْنٍ
Hukumnya sunnah muakkad untuk kami (umat Islam) dengan sunnah kifayah (jika ada satu yang melakukan, maka yang lain gugur perintah melakukannya) apabila ahli rumah berbilang jumlahnya. Jika tidak berbilang (maksudnya hanya satu orang) maka hukumnya sunnah ‘ain. 
Imam Maawardi dalam Kitab al Haawi Al Kabiir juz 15 halaman 75, maktabah syamilah, menerangkan:
وَإِذَا ضَحَّى بِشَاةٍ أَقَامَ بِهَا السُّنَّةَ ، وَإِنْ كَثُرَ أَهْلُهُ وَلَا يُؤْمَرُ أَنْ يُضَحِّيَ عَنْ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ
jika seseorang (dalam keluarga) telah berqurban dengan kambing maka dia telah menjalankan sunnah walaupun banyak keluarganya. Masing-masing orang dari keluarga orang tersebut tidak diperintahkan berqurban.
II. Madzhab Hanafi
Dalam kitab Fathu Qadiir Libni Humaam juz 22 halaman73, maktabah syamilah:
الْأُضْحِيَّةُ وَاجِبَةٌ عَلَى كُلِّ حُرٍّ مُسْلِمٍ مُقِيمٍ مُوسِرٍ فِي يَوْمِ الْأَضْحَى عَنْ نَفْسِهِ وَعَنْ وَلَدِهِ الصِّغَارِ ) أَمَّا الْوُجُوبُ فَقَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ وَمُحَمَّدٍ وَزُفَرَ وَالْحَسَنِ وَإِحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْ أَبِي يُوسُفَ رَحِمَهُمُ اللَّهُ .
وَعَنْهُ أَنَّهَا سُنَّةٌ
Udhiyyah (berqurban) hukumnya wajib bagi setiap orang merdeka (bukan budak), muslim, mukim dan kaya pada hari Adha untuk dirinya dan anak-anaknya yang kecil. Adapun hukum wajib berqurban adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Muhammad, Imam Zufar, Imam al Hasan dan salah satu riwayat dari Imam Abu Yusuf rahimahumullaah. Riwayat lain dari Imam Abu Yusuf sesungguhnya berqurban adalah sunnah. 
III. Madzhab Maliki
Dalam kitab Attaaj Wal Ikliil Li Mukhtashari Khaliil juz IV halaman 352, maktabah syamilah:
قَالَ مَالِكٌ : الْأُضْحِيَّةُ سُنَّةٌ وَاجِبَةٌ لَا يَنْبَغِي تَرْكُهَا لِقَادِرٍ عَلَيْهَا مِنْ أَحْرَارِ الْمُسْلِمِينَ إلَّا الْحَاجَّ فَلَيْسَتْ عَلَيْهِمْ أُضْحِيَّةٌ ،
Imam Malik berkata : Berqurban hukumnya sunnah yang wajibah (yang kokoh), tidak seyogyanya meninggalkan berqurban bagi orang merdeka yang muslim kecuali orang-orang yang berhaji, bagi mereka tidak diwajibkan (disunnahkan dengan kokoh) melakukan udhiyyah (berqurban). 
IV. Madzhab Hanbali
Dalam kitab Kasysyaaful Qinaa’ Lil Buhuuti juz VII halaman 434, maktabah syamilah:
وَالْأُضْحِيَّةُ ) مَشْرُوعَةٌ إِجْمَاعًا   إلى أن قال   وَهِيَ ( سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ لِمُسْلِمٍ )
Udhiyyah (berqurban) adalah disyari’atkan menurut ijma. Udhiyyah (berqurban) hukumnya sunnah muakkad bagi orang Islam. 

DALIL YANG BERPENDAPAT WAJIB
Dalam kitab Tabyiinul Haqaa`iq Lizzaila’i al Hanafi juz 16 halaman 283, maktabah syamilah:
وَوَجْهُ الْوُجُوبِ قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ ، وَمِثْلُ هَذَا الْوَعِيدِ لَا يُلْحَقُ بِتَرْكِ غَيْرِ الْوَاجِبِ ؛ وَلِأَنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَمَرَ بِإِعَادَتِهَا بِقَوْلِهِ مَنْ ضَحَّى قَبْلَ الصَّلَاةِ فَلْيُعِدْ وَالْأَمْرُ لِلْوُجُوبِ فَلَوْلَا أَنَّهَا وَاجِبَةٌ لَمَا وَجَبَ إعَادَتُهَا
Wajah wajibnya berqurban adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam : MAN WAJADA SA’ATAN FA LAM YUDHAHHI FA LAA YAQRABANNA MUSHALLAANAA. “Barang siapa mempunyai kemampuan dan tidak berqurban maka janganlah mendekati tempat shalat kami.” [ HR. Ahmad dan Ibnu Majah ]. Ancaman macam ini tidak akan dilekatkan dengan meninggalkan perkara yang tidak wajib. Dan karena Nabi ‘alaihishshalaatu wassallam merintahkan untuk mengulangi berqurban dengan sabda beliau: MAN DHAHHAA QABLASHSHALAATI FAL YU’ID. “Barang siapa berqurban sebelum shalat (shalat idul adha) maka hendaklah mengulangi”. Perintah menunjukkan wajib. Andaikan berqurban tidak wajib maka tidak wajib mengulanginya.
DERAJAT HADITS
1. Hadits :
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
MAN WAJADA SA’ATAN FA LAM YUDHAHHI FA LAA YAQRABANNA MUSHALLAANAA. “Barang siapa mempunyai kemampuan dan tidak berqurban maka janganlah mendekati tempat shalat kami.”
Hadits diatas diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya dari shahabat Abu Hurairah ( Juz II halaman 456, nomor hadits 8256 maktabah syamilah / juz XIV halaman 24, nomor hadits 8273, maktabah syamilah ). Berikut sanad dan matannya:
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُزَ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Telah menceritakan kami Abu Abdirrahman, telah menceritakan kami Abdullah bin Ayyasy, dari Abdurrahman bin hurmuz al A’raj, dari Abu Hurairah, berkata, Rasulullah shalllaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang mempunyai keleluasaan (kajembaran. Jw) untuk berqurban, kemudian ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami”. 
Catatan 1 : Syeikh Syua’eib Al Arna`uth dalam ta’liq Musnad Ahmad berkata:
إِسْنَادُهُ ضَعِيْفٌ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَيَّاشٍ ضَعِيْفٌ يُعْتَبَرُ بِهِ وَقَدْ اضْطَرَبَ فِيْهِ أَيْضًا ... وَحَسَّنَهُ الْأَلْبَانِيُّ فِيْ " تَخْرِيْجِ مُشْكِلَةِ الْفَقْرِ " فَأَخْطَأَ
Sanad hadisnya dhaif, (karena) Abdullah bin ‘Ayyasy dhaif, dia dianggap dan ia mengalami kekacauan dalam hadisnya…Hadis itu dinyatakan hasan oleh Al Albani dalam kitabnya Takhrij Musykilatil faqr. Ia keliru (dalam penilaian tsb).”

Tentang Rawi Abdullah bin Ayyasy bisa dibaca keterangan al hafzih Ibn Hajar dalam kitab Tahdzibuttahdzib berikut (juz V halaman 307, rowi nomor 603)
عَبْدُاللهِ بْنُ عَيَّاشِ بْنِ عَبَّاسٍ اَلْقِتْبَانِيِّ قَالَ أَبُوْ حَاتِمٍ لَيْسَ بِالْمَتِيْنِ صَدُوْقٌ يُكْتَبُ حَدِيْثُهُ وَهُوَ قَرِيْبٌ مِنْ ابْنِ لَهِيْعَةَ وَقَالَ أَبُوْ دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ ضَعِيْفٌ وَذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي الثِّقَاتِ وَقَالَ مَاتَ سَنَةَ سَبْعِيْنَ وَمِائَةٍ
رَوَى لَهُ مُسْلِمٌ حَدِيْثًا وَاحِدًا قُلْتُ: حَدِيْثُ مُسْلِمٍ فِي الشَّوَاهِدِ لَا فِي الْأُصُوْلِ وَقَالَ ابْنُ يُوْنُسَ مُنْكَرُ الْحَدِيْثِ

Catatan 2 : Imam Ibnul Jauzi dalam kitab At Tahqiiq fii Ahaaditsil Khilaaf juz II halaman 187 menerangkan:
اِحْتَجُّوْا بِخَمْسَةِ أَحَادِيْثَ
mereka berhujjah dengan lima hadits
اَلْحَدِيْثُ الْأَوَّلُ
hadits pertama:
أخبرنا ابن الحصين قال أنبأ الحسن بن علي أنبأ أحمد بن جعفر ثنا عبد الله بن أحمد قال حدثني أبي قال ثنا أبو عبد الرحمن ثنا عبد الله بن عياش عن عبد الرحمن بن هرمز الأعرج عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
…dari Abu Hurairah, berkata, rasulullah shalllaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
MAN WAJADA SA’ATAN FA LAM YUDHAHHI FA LAA YAQRABANNA MUSHALLAANAA. “Barang siapa yang mempunyai keleluasaan (kajembaran. Jw) untuk berqurban, kemudian ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami”
وَالْجَوَابُ أَمَّا الْحَدِيْثُ الْأَوَّلُ فَقَالَ أَحْمَدُ هُوَ حَدِيْثٌ مُنْكَرٌ ثُمَّ إِنَّهُ لَا يَدُلُّ عَلَى الْوُجُوْبِ كَمَا قَالَ مَنْ أَكَلَ الثُّوْمَ فَلَا يَقْرَبْ مُصَلَّانَا
Jawaban : Adapun hadits yang pertama, Imam Ahmad berkata: Itu adalah hadits munkar. Kemudian bahwasanya hadits tersebut tidak menunjukkan wajib berqurban. Nabi bersabda: barang siapa makan bawang putih maka jangan mendekati tempat shalat kami. 

2. Hadits :
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
MAN KAANA LAHUU SA’ATUN WALAM YUDHAHHI FALAA YAQRABANNA MUSHALLAANAA. “Barang siapa yang mempunyai keleluasaan (kajembaran. Jw) untuk berqurban, kemudian ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.”
Hadits diatas diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dalam kitab Sunannya juz II halaman 1044, nomor Hadits 3123, cetakan Toha Putera / juz II halaman 1044, nomor Hadits 3123, maktabah syamilah. Berikut sanad dan matannya:
حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ . حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُـبَابِ . حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ) قَالَ ( مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Telah menceritakan kami Abu Bakar bin Syaibah, telah menceritakan kami Zaid bin al Hubaab, telah menceritakan kami Abdullah bin Ayyasy dari Abdurraman al A’raj dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallaahhu ‘alaihi wasallam bersabda : MAN KAANA LAHUU SA’ATUN WALAM YUDHAHHI FALAA YAQRABANNA MUSHALLAANAA. “Barang siapa yang mempunyai keleluasaan (kajembaran. Jw) untuk berqurban, kemudian ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami”. 

Catatan : Al Hafizh Ahmad bin Abu Bakar al Bushiri dalam kitab Zawaa`id Ibn Maajah (dibawah matan hadits Sunan Ibnu Majah 2/1044, maktabah syamilah) mengomentari hadits diatas sebagai berikut:
فِيْ إِسْنَادِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَيَّاشٍ وَهُوَ وَإِنْ رَوَى لَهُ مُسْلِمٌ فَإِنَّمَا أَخْرَجَ لَهُ فِي الْمُتَابِعَاتِ وَالشَّوَاهِدِ . وَقَدْ ضَعَّفَهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ . وَقَالَ أَبُوْ حَاتِمٍ صَدُوْقٌ . وَقَالَ ابْنُ يُوْنُسَ مُنْكَرُ الْحَدِيْثِ . وَذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي الثِّقَاتِ
Pada sanadnya terdapat rawi Abdullah bin Ayyasy, meskipun Imam Muslim meriwayatkan untuknya , hanya saja mengeluarkan hadits untuknya dalam mutabi’at (hadits pengikut). Abdullah bin Ayyasy didhaifkan oleh Abu Dawud dan An-Nasai. Sementara Abu Hatim berkata: ‘Ia Shaduq (jujur).’ Ibnu Yunus berkata: ‘Munkarul hadits. Dan Ibnu Hiban menyebutkannya dalam kitab Ats-Tsiqat. link kitab Zawaa`id Ibni Maajah (bersama Haasyiyah Assindi ‘alaa Ibni Maajah) :

3. Hadits :
مَنْ كَانَ لَهُ مَالٌ فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
MAN KAANA LAHUU MAALUN FALAM YUDHAHHI FALAA YAQRABANNA MUSHALLAANAA. Barang siapa mempunyai harta, dia tidak berqurban maka janganlah mendekati tempat shalat kami. Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam kitab al Mustadrak juz 17 halaman 424, nomor hadits 7672, maktabah syamilah. Berikut sanad dan matannya :
أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ أَيُّوْبَ ، ثَنَا أَبُوْ حَاتِمٍ اَلرَّازِيُّ ، ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ يَزِيْدَ اَلْمُقْرِئُ ، ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عَيَّاشٍ ، ثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجُ ، عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « مَنْ كَانَ لَهُ مَالٌ فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا »  وَقَالَ مَرَّةً : « مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يَذْبَحْ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا » « هَذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحُ الْإِسْنَادِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ »
Telah mengkhabarkan kami al Hasan bin al Hasan bin Ayyub, teah menceritakan kami Abdullah bin Yazid al Muqri`, telah menceritakan kami Abdullah bin Ayyasy, telah menceritakan kami Abdurrahman al A’raj, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, berkata, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : MAN KAANA LAHUU MAALUN FALAM YUDHAHHI FALAA YAQRABANNA MUSHALLAANAA. Barang siapa mempunyai harta, dia tidak berqurban maka janganlah mendekati tempat shalat kami. Kali (yang lain) beliau bersabda : MAN WAJADA SA’ATAN FALAM YADZBAH FALAA YAQRABANNA MUSHALLAANAA. Barang siapa mendapatkan kemampuan (kajembaran. Jw) dia tidak menyembelih (berqurban) maka jangan mendekati tempat shalat kami. (Imam Hakim berkata) : Ini hadits shahih isnad, keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mentakhrijnya. 
Catatan : A Hafizh adz Dzahabi dalam kitab at Talkhiish (Ta’liq al Mustadrak / di bawah hadits al Mustadrak juz IV halaman 258) menshahihkan hadits diatas. Ta’birnya sbb:
أخبرنا الحسن بن الحسن بن أيوب ثنا أبو حاتم الرازي ثنا عبد الله بن يزيد المقري ثنا عبد الله بن عياش ثنا عبد الرحمن الأعرج عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم : « مَنْ كَانَ لَهُ مَالٌ فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا و قال مرة مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يَذْبَحْ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا  هذا حديث صحيح الإسناد و لم يخرجاه  تَعْلِيْقُ الذَّهَبِيِّ فِي التَّلْخِيْصِ : صَحِيْحٌ
Ta’liq Adz Adzahabi didalam at Talkhish: Shahih. 
Catatan 2 :  Al Hafizh Ibn Hajar menjelaskan dalam Fat-hul Bari juz X halaman 3, maktabah syamilah
وَأَقْرَبُ مَا يُتَمَسَّكُ بِهِ لِلْوُجُوْبِ حَدِيْثُ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ: " مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ وَأَحْمَدُ وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ، لَكِنْ اخْتُلِفَ فِي رَفْعِهِ وَوَقْفِهِ، وَالْمَوْقُوْفُ أَشْبَهُ بِالصَّوَابِ قَالَهُ الطَّحَاوِي وَغَيْرُهُ،، وَمَعَ ذَلِكَ فَلَيْسَ صَرِيْحًا فِي الْإِيْجَابِ
Dalil yang lebih dekat untuk dijadikan pegangan wajibnya berqurban adalah hadits Abu Hurairah, beliau memarfu’kannya : MAN WAJADA SA’ATAN FALAM YDHAHHI FALAA YAQRABANNA MUSHALLAANAA. “Barang siapa mendapatkan kemampuan (kajembaran. Jw) dia tidak berqurban maka janganlah mendekati tempat shalat kami”. HR. Ibnu Majah dan Ahmad . Para rawi hadis itu tsiqat, namun diperselisihkan tentang marfu ' dan mauqufnya. Penetapan mauquf lebih mendekati kebenaran sebagaimana dikatakan at-Thahawi dan yang lainnya. Disamping itu, hadits tersebut tidak sharih dalam mewajibkan berqurban. 
Sementara beliau (Al Hafizh Ibn Hajar) dalam kitab Ad-Dirayah fii Takhriij Ahaadits Al-Hidaayah juz II halaman 213 menjelaskan:
حَدِيْثُ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا اِبْنُ مَاجَهْ وَأَحْمَدُ وَابْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ وَإِسْحَاقُ وَأَبُوْ يَعْلَى وَالدَّارَقُطْنِيُّ وَالْحَاكِمُ مِنْ حَدِيثِ أَبِيْ هُرَيْرَة وَقَدْ اخْتُلِفَ فِيْ وَقْفِهِ وَرَفْعِه وَالِّذِيْ رَفَعَهُ ثِقَةٌ
Hadits : MAN WAJADA SA’ATAN FALAM YUDHAHHI FALAA YAQRABANNA MUSHALLAANAA. Diriwayatkan oleh Ibn Majah, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Ishaq, Abu Ya’la, ad-Daraquthni, dan al-Hakim dari Abu Hurairah. Dan hadis itu diperselisihkan tentang mauquf dan marfu’nya. Dan yang memarfu’kannya (rawi) tsiqat. 
Catatan 3 : Imam Nawawi menerangkan dalam kitab al Majmu’, syarah al Muhadzdzab juz VIII halaman 385, maktabah syamilah:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (مَنْ وَجَدَ سَعَةً لَأَنْ يُضَحِّيَ فَلَمْ يضح فَلَا يَحْضُرْ مُصَلَّانَا) رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ وَهُوَ ضَعِيفٌ قَالَ الْبَيْهَقِيُّ عَنْ التِّرْمِذِيِّ الصَّحِيحُ أَنَّهُ مَوْقُوفٌ عَلَى أَبِي هُرَيْرَةَ
Dari Abu Hurairah, berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : MAN WAJADA SA’ATAN LA-AN YUDHAHHIYA FALAM YUDHAHHI FALAA YAHDHUR MUSHALLAANAA. Barang siapa mendapatkan kemampuan (kajembaran. Jw) untuk berqurban dia tidak berqurban maka jangan mendatangi tempat shalat kami. HR. Al Baihaqi dan lainnya. Itu adalah dha’if. Al Baihaqi berkata dari at Tirmidzi: yang shahih itu adalah mauquf atas Abu Hurairah. 
Adapun hadits :
مَنْ ضَحَّى قَبْلَ الصَّلَاةِ فَلْيُعِدْ
MAN DHAHHAA QABLASHSHALAATI FAL YU’ID. “Barang siapa berqurban sebelum shalat (shalat idul adha) maka hendaklah mengulangi”. diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya (juz VI halaman 238, cetakan tahun 1401 H – 1981 M,Daar Al Fikr / juz 14 halaman 124, nomor hadits 5561, maktabah syamilah) dengan lafazh :
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَلْيُعِدْ
Sanad dan matannya sbb :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَلْيُعِدْ
Telah menceritakan kami Ali bin Abdullah, telah menceritakan kami Isma’il bin Ibrahim dari Ayyub dari Muhammad dari Anas dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : MAN DZABAHA QABLASHSHALAATI FALYU’ID. Barang siapa menyembelih sebelum shalat maka hendaklah mengulangi. 
DALILYANG BERPENDAPAT SUNNAH
Dalam kitab Al Haawi Al Kabiir lil Maawardi juz 15 halaman 71-72, maktabah syamilah
وَدَلِيلُنَا : مَا رَوَاهُ مِنْدَلٌ عَنِ ابْنِ خَبَّابٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ : الْأَضَاحِيُّ عَلَيَّ فَرِيضَةٌ وَعَلَيْكُمْ سُنَّةٌ  وَهَذَا نَصٌّ
وَرَوَى عِكْرِمَةُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنَّهُ قَالَ : ثَلَاثٌ كُتِبَتْ عَلَيَّ وَلَمْ تُكْتَبْ عَلَيْكُمْ : الْوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَالسِّوَاكُ . وَرَوَى سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ : إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا بَشَرِهِ شَيْئًا  فَعَلَّقَ الْأُضْحِيَّةَ بِالْإِرَادَةِ ، وَلَوْ وَجَبَتْ لَحَتَّمَهَا
Dalil kami hadits yang diriwayatkan oleh Mindal dari Ibn Khabbaab dari Ibn Abbas dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : AL ADHAAHIYYU ‘ALAYYA FARIIDHATUN WA ‘ALAIKUM SUNNATUN. “Berqurban atas aku adalah fardhu, dan atas kamu sunnah”. Ini adalah nash. Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda : TSALAATSUN KUTIBAT ‘ALAYYA WA LAM TUKTAB ‘ALAIKUM: AL WITRU WANNAHRU WASSIWAAKU. “Ada tiga diwajibkan atas aku, tidak diwajibkan atas kamu: witir, menyembelih (berqurban) dan siwak. Sa’id ibn al Musayyab meriwayakan dari Ummi Salamah, sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : IDZAA DAKHALA AL ‘ASYRU WA ARAADA AHADUKUM AN YUDHAHHIYA FA LAA YAMASSA MIN SYA’RIHII WA LAA BASYARIHII SYAI`AN. “Bila telah memasuki 10 (hari bulan Zulhijjah) dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia menyentuh (mengambil) rambut dan kulitnya sedikitpun”. Nabi menggantungkan berqurban dengan kehendak , seandainya berqurban wajib maka beliau pasti mengharuskannya. 
DERAJAT HADITS
1. Hadits:
الْأَضَاحِيُّ عَلَيَّ فَرِيضَةٌ وَعَلَيْكُمْ سُنَّةٌ
AL ADHAAHIYYU ‘ALAYYA FARIIDHATUN WA ‘ALAIKUM SUNNATUN. Berqurban atas aku adalah fardhu, dan atas kamu sunnah. Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Ath Thabarani dalam al Mu’jam al Kabier juz IX halaman 457-458, nomor hadits 11508, maktabah syamilah dengan lafazh:
الأَضْحَى عَلِيَّ فَرِيضَةٌ، وَعَلَيْكُمْ سُنَّةٌ
AL ADLHAA 'ALAYYA FARIIDHATUN WA ALAIKUM SUNNATUN. Berikut sanad dan matannya:
حَدَّثَنَا أَبُو مُسْلِمٍ الْكَشِّيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بن الْخَطَّابِ، حَدَّثَنَا مِنْدَلُ بن عَلِيٍّ، عَنْ أَبِي جَنَابٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:الأَضْحَى عَلِيَّ فَرِيضَةٌ، وَعَلَيْكُمْ سُنَّةٌ.
Telah menceritakan kami Abu Muslim al Kasysyi, telah menceritakan kami Abdul Aziz bin al Khaththaab, telah menceritakan kami Mindal bin Ali, dari Abu Jinaab, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas radhiyallaahu Ta’ala ‘anhumaa, berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : AL ADLHAA ‘ALAYYA FARIIDHATUN WA ‘ALAIKUM SUNNATUN. “Berqurban atas aku adalah fardhu, dan atas kamu sunnah”. 
Catatan : Imam al Munaawi dalam kitab Faidhul Qadier, Syarah al Jaami’ Ash Shagier juz III halaman 253, nomor hadits 3069, maktabah syamilah, menjelaskan :
(الأضحى) جمع أضحاة وهي الأضحية وسميت باسم الوقت الذي يشرع فيه ذبحها وهو ارتفاع النهار (علي فريضة) أي واجبة وجوب الفرض (وعليكم) أيها الأمة (سنة) غير واجبة فالوجوب من خصائصه ولا خلاف في كونها من شرائع الدين وهي عند الشافعية والجمهور سنة كفاية مؤكدة أخذا بهذا الحديث وما أشبهه وهي رواية عن مالك وله قول آخر بالوجوب وعن أبي حنيفة يلزم الموسر قال أحمد : يكره أو يحرم تركها لخبر أحمد وابن ماجه من وجد سعة فلم يضح فلا يقربن مصلانا (طب عن ابن عباس)  قَالَ ابْنُ حَجَرٍ : رِجَالُهُ ثِقَاتٌ لَكِنْ فِيْ رَفْعِهِ خِلْفٌ.
Al Hafiz Ibnu Hajar berkata: Rawi hadits semuanya tsiqat, akan tetap ada perbedaan tentang marfu’nya hadits. 
Ta’bir yang sama termaktub dalam Kitab Syarah Az Zurqaani ‘alaa Muwaththa`il Imaam Maalik. 
Dalam al Jaami’ Ash Shagier lil Imam Assuyuuthi (juz I halaman 123, cetakan Nur Asia) hadits diatas diberi tanda dengan huruf ح (HAA`) yang maksudnya hadits tersebut derajatnya adalah HASAN. Berikut ta’birnya :
اَلْأَضْحَى عَلَيَّ فَرِيْضَةٌ وَعَلَيْكُمْ سُنَّةٌ (طب) عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ (ح)
AL ADHAAHIYYU ‘ALAYYA FARIIDHATUN WA ‘ALAIKUM SUNNATUN. “Berqurban atas aku adalah fardhu, dan atas kamu sunnah”. THAA` BAA` = diriwayatkan oleh Imam Ath Thabarani dari Ibnu Abbas. HAA` = hadits hasan
2. Hadits :
ثَلَاثٌ كُتِبَتْ عَلَيَّ وَلَمْ تُكْتَبْ عَلَيْكُمْ : الْوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَالسِّوَاكُ
TSALAATSUN KUTIBAT ‘ALAYYA WA LAM TUKTAB ‘ALAIKUM: AL WITRU WANNAHRU WASSIWAAKU. “Ada tiga diwajibkan atas aku, tidak diwajibkan atas kamu: witir, menyembelih (berqurban) dan siwak.
Catatan 1 : Hadits diatas dengan matan hadits yang sedikit berbeda, yaitu:
ثَلَاثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضُ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّعٌ اَلْوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلَاةُ الضُّحَى
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya juz III halaman 485, nomor hadits 2050. Berikut sanad dan matannya :
حَدَّثَنَا شُجَاعُ بْنُ الْوَلِيدِ عَنْ أَبِي جَنَابٍ الْكَلْبِيِّ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ثَلَاثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضُ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّعٌ الْوَتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلَاةُ الضُّحَى
Telah menceritakankami Syuja' bin al Walid dari Abu Janaab al Kalbi dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, berkata: Aku mendengar Rsulullah shallallaau 'alaihi wasallam bersabda : TSALAATSUN HUNNA ‘ALAYYA FARAA`IDHU WA HUNNA LAKUM TATHAWWU'UN AL WITRU WANNAHRU WASHALAATUDHDHUHAA. “Ada tiga fardhu atas aku, dan bagi kamu tathawwu' : witir, menyembelih (berqurban) dan sshalat Dhuha. 
Catatan 2 : Imam Nawawi dalam kitab al Majmu juz VIII halaman 386, maktabah syamilah, menjelaskan:
وَاسْتَدَلَّ أَصْحَابُنَا أَيْضًا بِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (ثَلَاثٌ هُنَّ عَلِيَّ فَرَائِضُ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّعٌ النَّحْرُ والوتر وركعتي الضُّحَى) رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ
3. Hadits :
: إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا بَشَرِهِ شَيْئًا
Hadits diatas diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya juz VI halaman 83, nomor hadits 5232. Berikut sanad dan matannya :
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى عُمَرَ الْمَكِّىُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ سَمِعَ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ يُحَدِّثُ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا ». قِيلَ لِسُفْيَانَ فَإِنَّ بَعْضَهُمْ لاَ يَرْفَعُهُ قَالَ لَكِنِّى أَرْفَعُهُ.
Telah menceritakan kami Ibnu Abi Umar al Makki, telah menceritakan kami Sufyan dari Abdurrahman bin Humaid bin Abdurrahman bin Auf, dia mendengar Sa’id bin al Musayyab menceritakan dari Ummu Salamah, sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : IDZAA DAKHALAT AL ‘ASYRU WA ARAADA AHADUKUM AN YUDHAHHIYA FA LAA YAMASSA MIN SYA’RIHII WA BASYARIHII SYAI`AN. “Bila telah memasuki 10 (hari bulan Zulhijjah) dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia menyentuh (mengambil) rambut dan kulitnya sedikitpun”. 

Wallaahu A'lamu Bishshawaab.

Tidak ada komentar:
Write komentar